Lahat ng Kabanata ng Rahasia Kepergian Istriku: Kabanata 31 - Kabanata 40

“Aku sama sekali nggak nyangka kita akan bertemu di sini, Mbak.” Gia masih menatap sosok Levana yang kini duduk tetap di depannya. Memindai wajah perempuan itu dengan seksama. “Mbak Leva kelihatan hidup dengan baik. Aku senang lihatnya. Gimana kabar Birru, Mbak? Dia pasti udah besar sekarang.”Rentetan pertanyaan itu membuat Levana mau tak mau tersenyum tulus. Mereka memutuskan untuk berbicara di sebuah kafe tak jauh dari gedung tempat pernikahan Yana. Levana awalnya menolak, tetapi Gia bersikeras memaksanya. Bahkan untuk memastikan Levana tidak melarikan diri, Gia hampir mengajak kakak iparnya itu untuk naik ke pelaminan.Tentu saja Levana menolak dan pada akhirnya dia berjanji tak akan pergi ke mana-mana untuk menunnggu Gia sampai selesai. Gia bahkan meminta suaminya untuk memilih meja lain agar dia ingin berbicara empat mata dengan Levana.“Birru sehat. Dia sudah lima tahun sekarang. Udah cerewet.” Levana tak bisa menahan rasa bangganya ketika menceritakan tentang putra semata waya

Galen bisa melihat bagaimana ibunya mengeratkan rahangnya mendengar rentetan kalimat yang dia lontarkan. Jika perempuan itu ingat tentang apa yang dilakukan dulu kepada cucunya, harusnya ada rasa bersalah sedikit saja di dalam hatinya.Sayangnya, sebuah jawaban yang membuat Galen merasa jika ibunya benar-benar dalang dari kepergian Levana. “Mama bersyukur karena Levana tahu diri untuk tidak bertahan di sisimu dan mengejar kebahagiaannya sendiri. Karena kalau dia bertahan di sisimu, tidak ada tempat untuknya dan anaknya. Dia tak layak untuk berada di keluarga kita.”Galen tak pernah mendengarkan kalimat itu sebelumnya. Meskipun dulu Retno menolak untuk menyentuh Birru, dia hanya menolak dengan kata-kata yang tidak menyakiti. Namun, jika itu ada di depannya. Apakah benar dugaannya kalau ibunya mengatakan hal buruk saat dia tak ada?“Jadi, Mama lebih memilih aku menjadi ayah dari seorang anak orang lain dibandingkan dengan menjadi ayah dari anakku sendiri?”“Ya. Karena Keyla lebih pantas

“Fandi!” teriakan itu menggema di ruangan besar Galen menginginkan agar si pemilik nama segera menemui si pemanggil.Galen mengetuk-ketukkan jari-jarinya di atas meja. Tumpukan dokumen yang tengah dia pelajari pun terabai begitu saja. Pikirannya sedang dipenuhi dengan hal-hal yang tidak bisa dia abaikan. Ketika dia ingat ucapan Levana semalam, dia merasa memang ada yang tidak beres dengan semua hal yang terjadi di masa lalu.“Saya, Pak.” Fandi yang baru saja masuk ke dalam ruangan Galen itu segera mendekat ke arah meja.Galen menatap lekat Fandi dan memberikan kode kepada lelaki itu agar duduk. Fandi menurut tanpa banyak protes. Lelaki itu lantas mendaratkan bokongnya di kursi tepat di depan Galen untuk mendengar perintah yang akan diberikan oleh sang bos.“Saya membutuhkan laporan keuangan selama lima tahun terakhir ini,” katanya dengan tegas. “Saya perlu mencari sebuah kebenaran yang mungkin tertutupi dari saya.”Seolah tahu maksud sang bos, Fandi langsung mengangguk. “Bapak ingin s

Kemampuan berpikir Levana seakan hilang tanpa bekas. Jantungnya berdegup dengan kencang, kedua tangannya terasa basah karena keringat. Napasnya terasa putus-putus akibat rasa tidak nyaman yang menggelung batinnya.Memejamkan matanya, dia mengais kepercayaan dirinya. Mengatakan kepada dirinya sendiri jika dia sekarang bukan lagi perempuan miskin yang harus merasa rendah diri.Dengan berbekal pemikiran tersebut, Levana dengan pelan memutar tumit untuk sekedar berbalik dan menatap si pemanggil. Hanya sepersekian detik ketika dia menatap wajah perempuan itu, dia bisa melihat sosok yang dulu pernah menjadi ibu mertuanya.“Bu Retno.” Levana menyebutkan namanya. “Lama tidak berjumpa.”Ketahuilah jika ada keresahan besar yang menghimpit batin Levana. Namun, dia kali ini tidak akan menundukkan kepalanya di depan perempuan itu. Dia sudah tak memiliki urusan apa pun dengan Retno dan mereka sudah tidak memiliki keterikatan dalam bentuk apa pun.“Kamu ….” Retno menoleh kebelakang dengan mata melot

“Apa yang dia katakan ke Mama?” Galen mencoba bersikap bodoh dengan melontarkan pertanyaan itu seolah dia terkejut dengan informasi yang ibunya sampaikan kepadanya. “Apa yang sudah kalian bicarakan? Bilang sama kau, Ma. Bilang sama aku apa yang sudah Levana katakan ke Mama.”Lelaki itu bisa melihat senyum sinis yang muncul di bibir perempuan yang sudah melahirkannya tersebut. Retno seperti tengah mengejak putranya dengan pertanyaan yang dilontarkan. Dengan gerakan yang lues dan bersahaja, Retno melipat keduanya tangannya di depan dada.Menatap Galen dengan lekat seolah mengatakan jika dia adalah pemenang ketika Levana sekarang mungkin sudah menjadi miliki laki-laki lain. Hanya dengan memikirkan itu saja, Retno merasa kemenangan ada di genggamannya.“Kalau Mama mengatakan semua pembicaraan Levana ke kamu, apa kamu berjanji akan menuruti keinginan Mama? Kembali dengan Sisil dan menjalani rumah tangga bersama dengan Keyla di dalamnya.”Galen tidak menjawab. Ibunya pikir dia akan bersedia