“Han!” panggilnya begitu gerbang terbuka, napasnya memburu.Hana yang sedang menyiram tanaman menoleh kaget. “Devan? Ada apa? Kok wajahmu, pucat sekali?”“Di mana Sita?” tanya Devan langsung, tanpa basa-basi. Suaranya tegang, hampir putus.Hana mengerutkan kening. “Loh, bukannya Sita sudah pulang ke kampung? Dia pamit sama aku, Dev.”“Pulang?” Devan mendekat, matanya membesar. “Ke kampung mana, Han?”“Tentu saja ke kampung orang tuanya, di Jawa.”Hana tampak bingung. “Dev, kamu kenapa? Sita beneran pamit. Keluarganya nolak bantuanku juga. Katanya pengin hidup tenang dan nggak mau merepotkan.”Devan menelan ludah. “Kamu, benar-benar nggak tahu alamat pastinya?”Hana menggeleng perlahan. “Nggak, Dev. Dia cuma bilang mau jauh sebentar. Ada apa sebenarnya?”Devan memalingkan wajahnya. Napasnya terasa berat, sesak, seperti ada batu besar yang menekan dadanya.“Dev…?” panggil Hana hati-hati.Tenggorokan Devan bergeser. “Aku, aku cuma..,"Kata itu keluar lirih, namun Hana bisa merasakan geta
Last Updated : 2025-11-16 Read more