Matahari baru saja naik, tapi cahaya yang masuk lewat tirai tipis terasa lebih seperti beban daripada penghibur. Apartemen mereka sunyi, hanya bunyi sendok menyentuh piring. Aroma roti panggang dan kopi hitam seharusnya menenangkan, namun pagi itu terasa asing.Ayara duduk di seberang meja, masih dengan piyama sepaha bermotif garis-garis. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat karena tidur semalam nyaris tak nyenyak. Raymond di seberangnya, kaus putih lusuh, menatap ponsel tapi jelas pikirannya melayang entah kemana.“Lo nggak sarapan, Mond?” tanya Ayara pelan, mencoba mencairkan suasana.Raymond mengangkat bahu. “Nggak Ra. Gue gak laper.”Ayara menunduk. Sendok di tangannya bergetar sedikit. Kata-kata yang ia keluarkan semalam—“Dia nggak mungkin pelakunya, dia nggak subur”—terus bergema di kepalanya. Itu bukan kalimat yang seharusnya keluar. Ia ingin melindungi Raymond, tapi justru menelanjangi luka yang paling dalam.Raymond menyeruput kopinya, pahit, tanpa gula. Tangannya gemetar sed
Huling Na-update : 2025-08-23 Magbasa pa