Sore di Reykjavik mulai redup. Cahaya matahari musim dingin hanya tersisa sedikit, membuat langit berwarna oranye pucat. Di sebuah bar kecil dekat pelabuhan, Erik duduk santai di kursi tinggi, satu tangan memutar gelas whiskey, sementara matanya sibuk menatap layar ponsel. Senyum tipisnya muncul sesekali—senyum khas Erik yang entah untuk siapa, tapi selalu berhasil menyalakan rasa penasaran orang di sekitarnya.Freya masuk. Rambut pirangnya diikat setengah, mantel panjang wolnya menutupi tubuh mungil tapi anggun. Begitu melihat Erik, ia langsung menegang. Ada banyak pria di kota ini, tapi hanya Erik yang bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan.“Hey,” sapa Freya, mencoba tenang, meski senyumannya agak ragu.Erik menoleh, lalu tersenyum lebar seolah benar-benar baru sadar ada dunia selain ponselnya. “Freya! Duduk sini. Pas banget waktunya.”Freya duduk, jantungnya berdetak makin kencang. “Kamu selalu sibuk, ya?” tanyanya.Erik tertawa kecil. “Bukan sibuk. Hanya… banyak yang butuh
Last Updated : 2025-08-30 Read more