Semua Bab Istri Kontrak Tuan Genosie (INDONESIA): Bab 11 - Bab 20

“Berhentilah sekarang, atau kau akan membuatku terus menempel padamu seperti permen karet bekas. Seharusnya aku yang jadi mimpi burukmu, Ji. Bukan sebaliknya.” –Mike–***Dengan kegusaran yang tergambar jelas di wajah sangar khas, Mike melangkah cepat menuju ke ruangan Angie di kantor. Tanpa perlu banyak bicara, salah seorang dengan setelan kemeja rapi datang menghampiri, diiringi tatapan lainnya yang terarah pada lelaki bertubuh tinggi tegap itu.“Apakah gerangan yang membuat Anda datang kemari, Tuan Genosie?” tanyanya, nyaris tergagap, tetapi tampak sekali dia berusaha agar tak terlihat ketakutan. Bagaimana pun juga, dia adalah pimpinan di sana. Tak pantas baginya terlihat lemah dan takut hanya pada seorang bawahan seperti Mike.Tentu saja bawahan. Mike belum menjadi pimpinan di mana pun, meski dia adalah putra mahkota yang suatu saat nanti akan memiliki segalanya—bahkan kepala para pemilik bisnis yang telah bekerja sama dengan The Black Venom.“Di mana istriku?” Mike menjawab perta

“Satu, aku menyelamatkan nyawamu dari sahabat yang akan menjualmu pada pria hidung belang. Dua, aku membalaskan dendam pada bos yang semena-mena terhadapmu. Tiga, hal semacam itu—menolongmu—akan sering terjadi mulai sekarang. Tidakkah itu cukup bagimu untuk sedikit saja berterima kasih padaku?” –Mike–***Angie masih belum bisa melupakan perkataan si bos dan tatapan Tatiana yang seolah menikmati kegagalan yang dia alami. Keputusan sang atasan bukanlah candaan. Angie telah membereskan semua barang-barang dari kubikel dan itu artinya dia harus mencari perusahaan lain yang bersedia menerimanya agar perkuliahannya tidak mengalami penundaan.Selain masalah ekonomi, mata kuliah adalah alasan Angie bekerja di Fallsette Design, perusahaan desain ternama di Eastonville. Semua berharap bisa lolos seleksi dan selain Tatiana, Angie adalah salah satu mahasiswa yang beruntung karena bisa diterima di sana. Namun, semua harus berakhir dengan tragis tanpa dia ketahui alasannya.“Ini pasti karena perni

“Tahukah kau, Little Bunny? Sikap manjamu, tingkah anehmu, bahkan yang menyebalkan sekalipun, berhasil mengobrak-abrik pertahanan yang telah kubangun bahkan seumur hidup.” –Mike–***Angie terbangun di pagi hari, tak mengingat apa pun selain dirinya yang berada di ranjang dengan selimut membungkus tubuh. Yang ada di kepalanya terakhir kali adalah Mike.Dia menutup mulut, mengingat tingkah bodohnya semalam. Dia bersandar di dada Mike, meluapkan tangis yang menyesakkan untuk waktu yang cukup lama sampai lelah dan tak lagi mengingat lainnya. Apakah memang itu yang dia butuhkan selama ini—sebuah sandaran?Selama ini Angie tak pernah terlihat lemah di hadapan ibunya dan Jimmy, sang kakak, sehingga banyak orang mengira dia adalah seorang gadis kecil bernyali besar. Padahal kenyataannya, di ruang gelap dan ketinggian, dia bisa saja berteriak kencang karena ketakutan.Kehadiran Mike, secara tak langsung menjadi layaknya sandaran, meski tidak berperasaan dan di kepalanya hanya ada bisnis dan o

"Aku tahu kau lebih berbahaya dibanding seekor ular. Namun, semua yang ada padamu membuatku takluk. Mati keracunan pun aku rela asalkan tetap berada di sisimu." -Mike- *** “Kita tidak mungkin membatalkan sepihak perjanjian yang telah dibuat, Bi. Aku sudah mengatur semua transaksi dengan beberapa perusahaan dan personal, tetapi baru kali ini mendapatkan masalah. Zico tak akan pernah berhenti sampai kita mengembalikan kerugian yang dia terima. Bahkan berkali lipat, kalau kau ingin tahu,” ujar seorang pria muda dengan nada meninggi. Kejadian di hari pernikahan yang menyebabkan sang ayah sempat harus menjalani perawatan, membuatnya geram. Dia tak menyangka, yang membatalkan transaksi justru anggota organisasi mereka sendiri—wanita yang menjadi salah satu pemilik perusahaan terbesar yang menjadi rekanannya. Dia dan sang ayah berusaha melaksanakan sesuai rencana demi menjaga organisasi tetap kondusi, tetapi dengan mudahnya wanita itu ... wajar jika dia merasa geram. Meski dia tampa

“Bagaimana jika Tuhan menjemputku? Apakah kau akan senang karena terbebas dariku?” –Mike– *** Mike memikirkan kembali kalimat super bodoh yang dia ucapkan pada Angie beberapa jam lalu. Apa yang ada di otaknya? Mengapa dia begitu idiot mengambil keputusan semacam itu? Seumur hidup? yang benar saja? Masalahnya bukan apakah dia mencintai Angie, atau terlanjur terbiasa, atau bahkan tak ingin kehilangan gadis itu, melainkan hal lain yang jauh di luar pemahaman manusia biasa. Meski memiliki kecerdasan di atas rata-rata sekalipun, Mike tetap tak habis pikir dengan apa yang dia rasakan sekarang. “Tidak mungkin aku jatuh cinta pada gadis cengeng itu! Yang benar saja?” gerutunya, bermonolog. Satu jam lebih dia berada di ruang kerja, tapi tak satu pun pekerjaan dia selesaikan. Perasaan tak menentu membuatnya gegas mengambil ponsel dan menghubungi satu nomor yang tertera di urutan pertama dalam contact list. “Kau di mana?” ta