Setelah perjalanan singkat dari rumah Ikhsan, tangis Nadia tiada berhenti. Doni memilih menepikan kendaraan terlebih dahulu. Mereka duduk di taman kecil dekat rumah sakit tempat Ikhsan dulu dirawat. Angin sore meniup dedaunan, suara kendaraan terdengar jauh. “Aku memang bawa sial, Don,” suara Nadia parau, hampir tak terdengar. “Sejak menikah aku dibilang nggak bisa punya anak. Waktu tahu aku hamil, aku malah kehilangan suami. Sekarang mereka bilang aku pembawa malapetaka.” Doni menatap langit, mencoba menenangkan diri. “Kamu bukan pembawa sial, Nad. Kamu cuma diuji lebih keras dari orang lain. Lihat,” ia menunjuk perut Nadia, “ada kehidupan baru di sana. Itu bukti kalau Tuhan masih percaya kamu bisa jadi ibu yang hebat.” Nadia menggenggam tangannya, menangis tersedu. “Aku takut, Don. Aku nggak punya siapa-siapa lagi. Rumah, keluarga dan , semuanya… kayak dunia menjauhiku.” “Selama aku masih di sini, kamu nggak sendirian,” kata Doni lirih tapi mantap. “Kita lewati semuany
Huling Na-update : 2025-11-18 Magbasa pa