All Chapters of Misi Memikat Bos Wanita : Chapter 51 - Chapter 60

Rafael beristirahat dengan baik di kediaman utama yang penjagaannya super ketat ini. Khahitna kembali. Karena Rafael masih dianggap kurang sehat oleh Tuan Adiwara, Khahitna dimarahi dan tidak diizinkan untuk bekerja. Jadi, wanita yang biasa lembur itu tinggal di rumah. Akan tetapi, Khahitna tidak masalah sama sekali. Ini tidak seperti dirinya pada waktu-waktu biasa. Dulu, dia benci tinggal dan tidak pergi untuk mengawasi karyawan kantor dalam bekerja. Dia rutin melakukan pemeriksaan hingga para pekerja merasa tertekan. Mereka takut berbuat salah. Hanya saja, sekarang Khahitna benar-benar rela absen dan menyerahkan semua tugas kepada sekretarisnya juga Asisten Merry. Kedua orang itu menangis seketika. Khahitna tinggal di rumah dan tidak ada tempat menyenangkan untuk dikunjungi. Jadi, dia kembali ke kamar dan melihat Rafael yang sedang mengerjakan naskah. Dia mendekat, lalu duduk di sampingnya. "Apakah kau sudah merasa lebih baik?" Khahitna bertanya sambil menatap profil Rafael dari

"Jawab!" Khahitna menurut jawaban karena Rafael membuatnya penasaran dengan diam. Dia jadi khawatir jika dirinya bukan yang pertama. Jika dia bukan yang pertama, lalu siapa wanita yang menerima ciuman pertama Rafael? Dia terganggu ketika memikirkannya. "Um, kau bukan yang pertama." Rafael menjawab dan tidak ragu seolah-olah itu memang benar. Khahitna terbelalak dan kemarahan menyala di matanya. Dia mendorong Rafael dengan kejam, menindihnya, lalu menggigit bibir yang baru saja mengucapkan kata bukan yang pertama itu dengan keras.Rafael kesakitan dan tidak bisa menahan erangannya. "Ah! Um, sakit! Khahitna, berhenti! Ah, sakit! Sakit!" Rafael nyaris memohon karena bibirnya disiksa sampai dia bisa merasakan rasa asin darah. Hu, pasti berdarah lagi. Khahitna melepas pria di bawahnya, lalu menatap tajam. Dia benar-benar sangat marah. "Siapa yang pertama?" tanyanya mengintimidasi seolah-olah siapa pun itu akan dihajar pada detik berikutnya. "Dengar dulu. Aku belum selesai. Ah, sakit

Rafael bangun ketika sore. Khahitna masih menemaninya sambil memeriksa berkas-berkas. Pria itu mengecek mata dan duduk di samping istrinya. "Bagaimana tidur siangmu? Nyenyak?" Khahitna bertanya sambil menutup laptopnya. Sepanjang Rafael tidur, dia menjaganya tanpa terlelap. Rafael tidak mendengkur. Dia tidak tahu apakah pria itu tidur dengan baik atau bermimpi buruk. Untungnya, Rafael mengangguk. "Lumayan. Aku merasa lebih baik. Jadi, bisakah kita cepat kembali?" Dia menjawab. "Tidak. Kita akan tinggal di sini selama beberapa hari. Bertahan sebentar." Khahitna menjawab, lalu mengadahkan tangan. "Mana ponselmu?" Rafael berkedip. Ponsel? Dia tiba-tiba ingat benda ini. Sepertinya dia tidak ingat jelas di mana terakhir kali melihat ponselnya. "Aku tidak tahu." Rafael menjawab begitu saja. Dia memang tidak tahu di mana ponselnya sekarang. "Mengapa akhir-akhir ini kau tidak membawa ponselmu ketika bepergian? Apakah kau tahu bahwa benda itu penting dan bisa membantumu jika terjadi ses

Rafael dibaringkan di tempat tidurnya dan beberapa perawat pribadi datang untuk memeriksa. Dokter juga di sana dengan cepat. Tuan Adiwara masuk dengan panik disusul Nyonya Meibeilyn. Mereka sama-sama melihat Khahitna yang menyeramkan di samping Rafael. "Apa yang terjadi?" Tuan Adiwara bertanya kepada putrinya yang mampu membuatnya merinding. Tadi pagi, Rafael baik-baik saja. Namun, belum sehari, dia drop lagi. Tidak ada yang tahu penyebabnya sejauh ini, bahkan Khahitna yang bersamanya sejak tadi. Khahitna yakin jika semua makanan yang masuk ke perut pria itu aman dan cocok untuknya. Tidak ada juga hal-hal lain yang bisa memicu kondisi seperti ini, kecuali memang efek obatnya masih cukup kuat. Dokter memeriksa lagi dengan teliti. Serangkaian tes darah dilakukan di lab pribadi keluarga Adiwara. Dengan alat-alat medis tingkat tinggi, hasilnya keluar. Dokter selesai memeriksa. Pria tinggi dan selalu tenang itu melihat Tuan Adiwara, lalu Khahitna dengan wajah tanpa ekspresi. "Obat itu

Karena Rafael sudah diam, Khahitna melepasnya. Dia bangun dan menyeringai, lalu keluar untuk memanggil Dokter. Tidak begitu lama, dia kembali ke kamar bersama Dokter, perawat, dan Tuan Adiwara. Dokter cepat memeriksa. Perawat memasang kembali infus yang lepas. Di samping, Tuan Adiwara lega karena menantunya sudah sadar. Adapun Khahitna, pikirannya melayang dengan tatapan yang tidak lepas dari Rafael. Khahitna semakin tidak bisa memahami Rafael. Hanya perlu diancam untuk ditiduri, Rafael benar-benar menjadi patuh. Jadi, apakah Rafael memang tidak ingin tidur dengannya? Pria macam apa ini? Tidak. Ini bukan semacam tidak ingin karena tidak mau, tetapi lebih ke arah tidak ingin lantaran sebuah batasan. Rafael menerima mereka berciuman, tetapi agak menolak karena ragu-ragu dan cemas. Pria itu kerap gelisah. Jelas, itu karena sebuah batasan yang dibuat. Jika memang karena batasan, bagaimana bisa ada? Atau, mengapa Rafael membuat batas untuk mereka ketika dia ingin dicintai? Terlalu teran