All Chapters of Mencuri Calon Suami Adikku: Chapter 201 - Chapter 210

Suri saat itu sangat percaya kalau batas antara hidup dan matinya adalah dari tangan itu. Bukan hanya tentang pekerjaan di masa depan, tapi juga kehidupannya saat itu.Masa depannya akan tertutup begitu tangannya tidak bisa lagi dipakai. Saat seluruh tubuhnya sempurna saja, dirinya sudah tersia-sia. Tidak dianggap penting dan berarti oleh Quinn, bagaimana kalau dirinya cacat?Suri membayangkan tubuhnya akan didera lebih keras oleh Luna. Suri belum memiliki jaminan tentang Leland yang akan peduli dan tinggal di sisinya. Suri tidak mungkin akan menyandarkan diri pada Leland yang saat itu belum terlihat peduli padanya.Keadaan yang jauh berbeda dari sekarang. Leland mengambil sebagian besar kekhawatirannya—tapi bukan hanya itu. Mata Suri juga sudah lebih terbuka. Meski katakanlah tangannya tidak lagi bisa menyentuh mesin jahit, Suri tidak merasa dunianya akan gelap.“Aku yang sekarang memiliki dunia yang lebih luas. Kalau benar aku tidak bisa menjahit lagi, lalu kenapa? Aku masih bisa be

Lottie menegakkan punggungnya, wajahnya langsung mengeras. “Jadi gadis sial itu memang sumber masalahnya!” Ia memutuskan menumpahkan seluruh kesalahan pada Suri. Tangan Lottie mengepal erat dan suaranya sudah mirip geraman sekarang. “Aku sudah bilang sejak awal, kau seharusnya melenyapkan—”“Dia anakku!” bentak Mark. Usul itu pernah terlintas tertentu, saat pertama kali mereka menyadari kalau seluruh harta Quinn diwariskan pada Suri. Tapi Mark masih agak punya hati saat itu.Paul tidak meninggalkan sepasang pun uang untuk mereka, hanya Suri. Aset, saham dan lainnya yang memiliki nama Quinn, semua untuk Suri.Mereka semua tentu memaki pada Paul saat hari pembacaan warisan, tapi tentu satu-satunya jalan yang bisa mereka lakukan adalah menemukan Suri.Dengan melakukan berbagai muslihat akhirnya mereka bisa menguasai harta itu kembali. Tanpa pengetahuan Suri tentu karena ia masih dibawah umur. Seluruh urusan legal otomatis bisa di wakilkan oleh Mark.Rencana yang terlihat sempurna, hanya

“SURI!”Suri nyaris menyemburkan makanan dari mulutnya saat tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, bersama nada panggilan yang ceria—dari Kaiden.Suri lupa menelan setelah itu, ternganga saat Kaiden mendekat dengan mengulurkan kedua tangan. “Maafkan aku karena terlambat menjenguk. Aku baru saja sampai di London beberapa jam lalu.”Kaiden menjelaskan kenapa ia baru muncul setelah beberapa hari.“O…oke.” Suri menerima pelukan itu sambil mengedipkan mata berulang kali.Melihat ketampanan Kaiden dari dekat dengan tiba-tiba masih sangat bisa membuat Suri lupa pada dunia.“Sudah! Jangan lama-lama!” Leland tentu saja menarik punggung mantel Kaiden dan menariknya ke kursi. Ia mengizinkan Suri dipeluk tapi tidak untuk waktu lama.“Aku juga menyesal sekali karena hari itu tidak menghadiri pesta itu. Siapa yang mengira aku akan melewatkan kejadian sepenting ini?” Kaiden duduk sambil menatap tangan Suri.Kaiden memang tidak menghadiri pesta Catherine karena masih ada di bagian Eropa yang lain untuk bek

Suri langsung menyambar seluruh tangan Leland dan meremasnya. “Jangan!”Begitu mendengar kata marah, ketakutan langsung menyerang Suri. “Jangan marah!”Suri memilih jujur karena seharusnya Leland sudah mengerti. “Maafkan…”Maaf yang terpenggal, karena Leland mengelus bibirnya, dengan senyum. “Bukan marah seperti yang kau bayangkan. Aku marah karena sekecil itu rasa percayamu padaku.”Leland marah karena sebagian alasan Suri mengambil keputusan itu adalah rasa percaya Suri kepada dirinya yang sangat kecil.Suri merahasiakan dan berbohong karena merasa tidak bisa bersandar kepada dirinya. “Aku merasa kau tidak akan pernah menginginkanku kalau aku mengatakan dengan jujur.” Suri tidak mengelak.“Maka sebagian alasan kenapa kau melakukan itu adalah diriku sendiri.” Leland lebih marah pada dirinya sendiri sekarang.“Aku seharusnya memberimu kepastian yang lebih kuat, memberimu rasa nyaman yang lebih baik agar kau merasa bisa mengandalkanku.”Suri saat itu berada di dalam situasi di mana ia

“Kenapa aku sudah mendengar suara keributan?” tanya Martell sesaat setelah mereka keluar dari lift. Sayup suara bentakan terdengar olenya.“Sir Leland datang.” Taylor tidak mungkin menutupi tentuu.“Dasar pengadu,” gerutu Martell. Ia tahu itu akal-akalan dari Taylor, karena seharusnya Leland masih ada di rumah sakit.Taylor hanya tersenyum, dan terus mendorong kursi roda Martell sampai mendekati ruang tengah.“Tunggu.” Martell menyuruhnya berhenti dengan mengangkat tangan. “Aku ingin dengar apa yang dikatakannya. Aku ingin tahu apakah dia pantas dan bisa menjaganya.”Taylor agak bingung sebenarnya, tapi menuruti keinginan aneh itu dan menarik kursi roda Martell sedikit ke tepi, agar tidak terlihat saat mendekati pintu. Martell bisa menatap dengan aman, tidak akan terlihat oleh Leland yang membelakanginya.Martell memang hanya ingin mendengar apa yang Leland katakan, Tidak ada perlunya mendengarkan omong kosong dari kedua Quinn. Martell tidak menerima mereka untuk bicara baik-baik.***