All Chapters of Suami Minta Rujuk, tapi Cintaku Sudah Mati: Chapter 11 - Chapter 20

"Riley, kalau ada cewek yang dikasih obat pe'rangsang... aku harus ngapain?" William bertanya di telepon. "Tunggu... jangan bilang kamu bius Camila? Kalau begitu, jangan buang waktu, bantu dia, Pak!" William meremas teleponnya pelan. "Yang bener aja, Riley. Kamu pikir aku begitu?!" katanya. "Bukan Camila." "Ah, bukan Camila..." Riley terdengar sedikit kecewa. "Kalau begitu, dia perlu mandi air dingin. Tapi aku ingetin kamu ya, ini neraka. Kalau dia bisa ngatasinnya, dia bakal baik-baik aja. Kalau dia nggak bisa... pembuluh darahnya bisa pecah, udah gitu doang." William menutup telepon, napasnya tertahan. Dia menoleh ke arah Grace. "Kamu bisa mandi air dingin sendiri?" Grace mengangguk. "Bisa." Tanpa menunggu, Grace bergegas ke kamar mandi, sementara William melepas jaket hitamnya dan meletakkannya di kursi, pikirannya berkecamuk. Pada saat itu, teriakan melengking terdengar dari kamar mandi. "Ah!" Alisnya yang berbentuk sempurna berkerut tidak sabar. Apa yang sedang dilakukan

Grace merasa telinganya berdengung. William benar-benar baru saja bilang dia bakal mencarikan laki-laki untuknya... bahkan dua? Dia sudah memilih. Tanpa ragu, dia memilih Camila. Rasanya seperti ada pisau tajam yang menusuk jantung Grace, bukan cuma menembus, tapi diputar perlahan, dan mengoyak bagian dalamnya jadi serpihan berdarah. Bibirnya gemetar saat dia mencoba mengeluarkan suara.."Aku masih... istrimu, Will..." William sudah berganti pakaian. Kemeja hitamnya licin tak berkerut, jasnya rapi dan pas badan. Tak ada lagi jejak emosi liar yang tadi sempat melintas di wajahnya. Dia kembali menjadi pria dingin dan tak tersentuh. Elegan. Kejam. Tanpa berkata apa-apa, dia mengeluarkan sesuatu dari saku dan menyodorkannya ke Grace. Pandangan Grace jatuh ke tangannya. Sebuah cek. Nilainya besar. Seratus juta dolar. Lalu suaranya terdengar dari atas kepala Grace, berat dan datar. "Grace, ini kompensasi perceraian dariku. Aku setuju kita cerai." Dia meletakkan cek itu di atas wasta

Rumah keluarga Whitmore. Di ruang tamu, Patrick duduk di sofa, dan matanya terus tertuju pada Melanie. "Aku cuma pengen tahu satu hal... Cuma White Scalpel yang bisa nyembuhin Camila. Apa si Frank ini beneran bisa bujuk dia?" Melanie tersenyum samar. Semalam, Grace—yang masih terpengaruh obat penenang, menghilang bersamaan dengan Frank Delano. Sudah jelas mereka menghabiskan malam bersama. Dibutakan hasrat. Begitu Frank mendapatkan apa yang dia inginkan, dia pasti akan membujuk White Scalpel untuk nenyembuhkan Camila. Melanie kembali tersenyum, kali ini dengan percaya diri. "Tenang aja. Nggak lama lagi, Pak Delano bakal bawa kabar bagus." Sambil berkata begitu, dia duduk di pangkuan Patrick. Sebagai CEO dari sebuah perusahaan, Patrick punya kharisma dingin khas pria dewasa yang terbiasa memimpin. Melanie melingkarkan lengannya ke leher pria itu, lalu berbisik lembut dengan nada menggoda. "Sayang... aku yang bikin White Scalpel datang ke sini. Jadi, kamu mau kasih aku hadiah apa

Kencan?Udara di sekitar William langsung terasa lebih dingin. Tatapannya menggelap.Dengan gerakan kaku, dia membuka kancing kerah bajunya.Ding ding ding.Notifikasi WhatsApp berdentang bertubi-tubi. Dari Clara, dan pesan-pesan suara itu diputar, menggema jelas di dalam kamar."Grace, liat cowok ini. Atlet sejati, perutnya kotak semua. Bayangin tidur sambil nyender ke perut berotot dia, deh.”“Kalau yang ini? Anak anjing pemalu, nurut, gemes banget. Kayaknya seru, ya.”"Eh, yang ini? Pebisnis pake setelan jas, auranya dingin tapi tajam… Waktu aku nunjukin foto kamu, dia langsung tertarik. Kalau kamu pengen dia berlutut di depan kamu juga dia mau kayaknya.”“Grace, ini semua calon buat kamu. Pilih aja sesukamu.”Grace tertawa. "Aku mau semuanya," katanya, bercanda.William: “...”Bibir tipisnya langsung mengeras jadi satu garis lurus, dingin.Harem cowok?Sejak kapan Grace punya opsi pria sebanyak itu?Grace membalas lagi dengan suara datar. “Oke, aku nyusul bentar lagi.” Begitu dia

William menunduk, menatap foto di tangannya. Matanya yang gelap dan tajam tiba-tiba menyipit. Ferrari itu… terlihat sangat familiar. Ia mengangkat pandangannya ke arah Theo. "Perempuan itu yang nyetir mobil ini?" Theo mengangguk pelan. "Iya. Dan dia bahkan berhasil ninggalin aku di belakang. Perempuan itu bener-bener menarik." Kalau ingatannya nggak salah, itu Ferrari yang pernah dia kasih ke Grace. Awalnya dia kira Grace meminta Ferarri hanya untuk menguras uangnya, dia bahkan tidak pernah tahu kalau Grace benar-benar bisa nyetir mobil sport. William tahu betul kemampuan nyetir Theo. Mereka pernah turun bersama di lintasan balap beberapa kali. Tapi sekarang... Grace, cewek dari kampung yang polos dan pendiam itu, bisa meninggalkan Theo dengan Ferrari? Saat itulah Paul muncul dan langsung mendekat. "Pak." William berdiri. "Aku pergi sebentar," katanya. Langsung keluar dari lounge mewah itu. Paul sedikit berbisik saat mulai bicara. "Pak, tadi, Nyonya Grace sempat telepon. Katan