Pacarku Direbut, Juragan Teh Menjemput のすべてのチャプター: チャプター 31 - チャプター 40

Menatap keluar kaca lebar di ujung kolam renang, Aya melihat kembali bagaimana interaksi antara Ari dan Zayn di layarnya tadi. Zayn membawakan bunga untuk Ari. Memang bukan hal yang salah. Ia sendiri yang meminta Zayn untuk membawakan sesuatu untuk Ari. Tapi melihat tatapan Ari pada Zayn, Aya jadi mengingat satu hal yang selalu menjadi ketakutannya.Trauma memang tidak bisa menghilang hanya karena ia menghindarinya. Trauma akan datang di saat ia merasa pola yang sama dan situasi yang sama.Seperti dulu.Aya kembali mengingat betapa bodohnya ia saat itu. Betapa hanya dirinya yang tidak tahu tentang apa yang terjadi. Betapa ia tidak menghiraukan harga dirinya dan mau diinjak begitu saja.Ia yang bodoh.Kali ini, melihat tatapan Ari, rasanya seperti mengulang masa itu. Apalagi setelah kemarin malam bertemu Raga di Sofia. Rasanya seperti ditampar masa lalu. Hatinya masih seperih itu, sesakit dulu.Gemerlap lampu di luar gedung sama sekali tidak memukau Aya. Rasanya hampa dan biasa saja. H

Aya terkesiap saat Zayn dengan wajah murka menghampirinya dan Tris, yang tanpa dikomando langsung berdiri berbarengan. Aya juga melihat Ari yang berderap mengikuti Zayn dari belakang. Sama-sama saling menatap dengan tanda tanya besar di wajah mereka.“Aku sama Ari dan Chandra nyari kamu dari tadi!” kesal Zayn terbaca dari suaranya yang meninggi. Tatapanya memandangi Aya yang berada dalam balutan jas milik Tris. Ia mengalihkan pandangan dan melihat Tris yang terlihat santai dengan lengan kemeja digulung hingga siku.“Aku cuma nyari angin, Mas,” jawab Aya mencoba menurunkan tensi. Pengalaman yang membawanya sampai kesini. Menghadapi Zayn yang kesal dengan sama kesalnya seperti kemarin itu tidak ada gunanya.Zayn menyugar rambut dengan kasar. “Sama orang ini?” tunjuknya pada Tris.“Kang Tris baru aja datang, aku daritadi sendiri,” jelas Aya. Masih dengan nada rendah yang tidak menyulut emosi. Meski hatinya sudah bertanya-tanya apa kiranya yang ada di dalam kepala Zayn sampai bertanya beg

Tidak ada! Di pinggir kolam, di bawah kursi, di sudut-susut kolam, di area itu tidak ada. Bahkan Aya sudah menyisir dasar kolam. Masih dengan balutan gaunnya, Aya masuk ke dalam kolam dan menyusuri tiap jengkal kolam. Tapi tidak ada. Tidak ia temukan apapun di dasar kolam. Tidak ada apapun.Zayn lempar kemana sih?!Air matanya sudah meluncur deras ke pipi. Ia baru sekilas melihat cincinnya. Ia belum sempat menyentuhnya. Ia belum sempat memegangnya.Memang tidak seberapa seperti kata Zayn.Tapi itu segalanya untuk Ama.Untuknya yang juga yang belum pernah bertatap muka dengan Ama.Kenapa Zayn harus cemburuan kayak gitu? Kenapa Zayn harus posesif sampai seperti itu? Kenapa Zayn tidak mau mendengar apa-apa dari sisinya? Kenapa lelaki itu harus membuat Aya sulit seperti ini?!Isakan terlepas dari bibirnya. Aya terlanjur sakit hati. Ia sama sekali tidak dapat menahan sesegukannya.*Langkahnya tidak berbelok ke kamarnya, ia melangkah keluar lobi, berjalan sambil cari angin sebentar mungkin

Tris menghela napas dan duduk di samping Aya. Memilih diam daripada membuat Aya semakin merana. Sejak pertemuan pertama mereka, Tris yakin kalau Aya tidak baik-baik saja. Tapi sikap dan sifatnya tidak membiarkan dirinya terpuruk di depan semua orang. Aya bertahan dan membiarkan orang lain beranggapan kalau ia baik-baik saja.Ia memang baru bertemu dengan Aya selama tiga hari, namun bagaimana Aya tersenyum dan memperlakukan Ari dengan sangat baik, membantu Ari belajar, menjadi pengurus acara untuk Ari, juga tidak protes saat Zayn lebih perhatian pada Ari. Tris tahu Aya hanya sedang menahan dirinya.“Aku mau pergi ke tempat seharusnya aku berada,” bisik Aya kemudian.Tris menunggu.“Tapi belum bisa, aku masih punya tumpukan tugas yang belum selesai. Beberapa proyek yang masih aku tinjau, gak semudah itu menyelesaikannya. Gak segampang itu,” keluhnya lagi. Aya memeluk dirinya sendiri. Membiarkan dirinya menunduk di pinggir trotoar, menghadap jalanan. Tris memang tidak mengerti apa yang

“Gak apa-apa, Ari udah tidur, sama Mama,” jawab Chandra dengan senyum mengembang di bibirnya.Aya menatap senyuman kakaknya dengan tatapan canggung, ia mengedip beberapa kali lalu menarik napas. Baru menangguk kecil.Padahal biasanya ia akan menantikan kedatangan Chandra di malam setelah kegiatan mereka. Membicarakan apa yang sudah dilakukan di acara, apa yang harus Aya lakukan jika ada beberapa hal yang tidak ia mengerti, bertanya tentang beberapa orang yang Aya lupa namanya, membicarkan hal random.Seperti di London beberapa saat yang lalu itu.Kini, ada canggung yang membuat Aya sulit bicara.“Kamu oke?” tanya Chandra kemudian.Kepala Aya mengangguk kecil.“Kenapa gak tidur di hotel?”Aya mencari jawabannya, “Tadi, aku cari dulu cincin. Maaf aku gak denger kata Papa untuk nyari besok pagi, Kak,” katanya sambil menunduk.Chandra menghela napas kemudian mengangguk kecil. “Ketemu?” tanyanya kemudian.Tangan kiri Aya memindahkan mug ke tangan kanan, mengangkat tangan kirinya, memperlih