Saat ayah menerima telepon itu, dia sedang rapat di kantor. Tanpa peduli rapat itu, dia langsung menyetir pulang.Sesampainya di rumah, Ayah memeluk Wisha yang keluar dari gudang dengan wajah agak pucat, lalu membentak, "Wisha, kamu itu putri ayah. Tidak ada seorang pun yang bisa mengusirmu.""Dengarkan Ayah, mulai sekarang jangan pernah bilang mau pergi lagi"Waktu itu aku pikir ada masalah besar di rumah. Begitu keluar dari kamar, aku melihat adegan itu dan rasanya begitu ironis sekaligus konyol.Sungguh tak masuk akal, Wisha bukanlah boneka porselen, juga tidak takut gelap. Dia hanya berada di gudang sebentar, tapi berlagak seperti hampir mati.Sampai akhirnya adikku berteriak dari bawah tangga, "Itu semua gara-gara Kakak! Kakak mengurung Kak Wisha di gudang. Kalau aku nggak pulang, entah berapa lama lagi dia akan dikurung."Tak lama kemudian, Ayah berlari naik ke atas, menarik rambutku, menyeretku ke gudang, lalu mengikatku dengan tali.Saat itulah aku benar-benar paham, mereka ber
Read more