Share

Bab 4

Author: Fighter
Saat ayah menerima telepon itu, dia sedang rapat di kantor. Tanpa peduli rapat itu, dia langsung menyetir pulang.

Sesampainya di rumah, Ayah memeluk Wisha yang keluar dari gudang dengan wajah agak pucat, lalu membentak, "Wisha, kamu itu putri ayah. Tidak ada seorang pun yang bisa mengusirmu."

"Dengarkan Ayah, mulai sekarang jangan pernah bilang mau pergi lagi"

Waktu itu aku pikir ada masalah besar di rumah. Begitu keluar dari kamar, aku melihat adegan itu dan rasanya begitu ironis sekaligus konyol.

Sungguh tak masuk akal, Wisha bukanlah boneka porselen, juga tidak takut gelap. Dia hanya berada di gudang sebentar, tapi berlagak seperti hampir mati.

Sampai akhirnya adikku berteriak dari bawah tangga, "Itu semua gara-gara Kakak! Kakak mengurung Kak Wisha di gudang. Kalau aku nggak pulang, entah berapa lama lagi dia akan dikurung."

Tak lama kemudian, Ayah berlari naik ke atas, menarik rambutku, menyeretku ke gudang, lalu mengikatku dengan tali.

Saat itulah aku benar-benar paham, mereka bertiga adalah keluarga yang sesungguhnya.

"Kakak, kenapa kamu jahat sekali? Kakak berani mengurung Kak Wisha. Dia ‘kan perempuan, pasti takut gelap. Kamu bukan kakakku, aku nggak punya kakak sejahat ini!"

"Yovan benar."

Ayah menatapku dengan marah dan sambil membentak, "Sasha, umurmu masih kecil tapi hatimu sudah sekejam ini! Ayah rasa, kamu sudah tidak bisa diselamatkan!"

"Asal kamu tahu, di rumah ini yang berkuasa adalah Ayah. Kamu nggak punya hak untuk seenaknya memerintah siapa pun."

"Karena hari ini kamu mengurung Wisha di gudang, sekarang giliranmu merasakan bagaimana rasanya dikurung."

"Kalau kamu masih tidak mau mengakui kesalahanmu, selamanya kamu akan tetap di sini."

Sampai sekarang, di mata Ayah semua ini adalah salahku.

Dia mengira aku akan merendahkan diri, menangis, dan memohon ampun kepadanya.

Sayangnya, dia tidak akan pernah mendengar kata maaf dariku.

"Tuan … Tuan … sepertinya Nona Besar… sudah meninggal!"

Mendengar ucapan Kepala Pelayan, Ayah sempat terhenti sebentar sambil masih mengelus rambut Wisha.

Aku memperhatikan setiap perubahan kecil di wajah Ayah, berharap melihat rasa bersalah, takut, atau penyesalan.

Namun... tidak ada.

Ayah hanya tersenyum tipis, lalu berkata dengan nada jengkel, "Benar-benar omong kosong!"

"Dia? Mana mungkin dia mati?"

"Dia itu putriku, aku sangat paham. Selama ada sedikit kesempatan, dia akan berusaha hidup untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya."

"Katakan padanya, kalau terus memainkan trik seperti ini, lama-lama membosankan. Kalau dia masih nggak keluar, hubungi saja krematorium."

"Kalau mau mati, mati sekalian saja."

Kepala pelayan tertegun mendengar itu, ragu harus berbuat apa.

"Apa lagi yang kamu tunggu?" Ayah berkata dengan dingin, "Kalau setengah jam lagi dia belum mandi bersih dan datang meminta maaf pada Wisha, kamu juga boleh ikut pergi dari sini."

"Tuan …"

Kepala pelayan ingin bicara lagi, tapi Ayah membentak, "Cepat pergi!"

Kue yang tadinya ingin disuapkan ke Wisha langsung dilemparkan ke tubuh kepala pelayan.

Kepala pelayan tak punya pilihan selain berbalik dan keluar.

"Kuenya sudah nggak ada, makan yang lain saja."

Ayah kembali tersenyum pada Wisha, dengan lembut menyeka mulutnya.

"Wisha, nanti kalau anak sialan itu datang minta maaf, kamu jangan terlalu baik hati."

"Kalau dia nggak berlutut dengan sopan, dan memohon ampun, kamu jangan maafkan dia."

"Jangan terlalu baik pada orang lain, ingat kata-kata Ayah ini."

Wisha tersenyum tipis penuh ejekan, tapi saat mendongak, wajahnya berubah menjadi lembut dan seolah merasa tidak tega.

"Ayah, Kakak pasti sudah tahu kesalahannya. Kalau begini, dia akan sedih."

"Kak Wisha, kamu benar-benar terlalu baik."

Adikku memeluk pinggang Wisha sambil tersenyum puas.

Aku hanya berdiri di sana, melihat tingkah mereka, lalu tertawa terbahak-bahak sampai air mata hampir keluar.

Benar-benar keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang.

Itulah ayah dan adikku, keluarga sedarah yang katanya harus kucintai.

Aku tersenyum sinis, hendak berbalik pergi, tapi baru sadar aku tidak bisa pergi dari sini.

Aku hanya bisa memaksa diri menyaksikan mereka bertiga seperti itu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 11

    Setibanya di kantor polisi, aku berniat mengikutinya ke ruang interogasi. Aku sangat ingin melihatnya mengaku dengan mata kepalaku sendiri.Tapi begitu tiba di pintu, aku terpental keluar dan merasakan sedikit rasa sakit setelah sekian lama.Aku mencoba masuk beberapa kali, tapi tetap gagal. Rasa nyeri yang seperti membakar jiwa itu begitu menusuk, membuatku akhirnya menyerah dan kecewa.Beberapa hari berikutnya, aku hanya mondar-mandir di pintu masuk kantor polisi dan menyusun beberapa informasi dari percakapan orang-orang.Tidak banyak kabar yang aku dapatkan, tetapi aku juga mendengar kabar yang membuatku senang.Bukti pembunuhan berencana Ayah sudah jelas. Dia mengaku bersalah dan akan segera dijatuhi hukuman, kemungkinan besar hukuman mati.Perusahaannya telah ditutup karena dugaan penggelapan pajak dan masalah lainnya dalam tiga tahun terakhir. Awalnya aku mengira Wisha akan dibebaskan, tetapi selama penyelidikan, aku dengar polisi menemukan bahwa putra paman Wisha tidak meningg

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 10

    Suara itu membuat dua orang yang duduk di sofa itu kaget setengah mati.Ayah adalah orang yang pertama duduk dengan tegak, pura-pura merapikan bajunya, lalu baru bernapas lega setelah memastikan tidak ada orang di sekitar.Aku juga terkejut. Aku benar-benar tidak menyangka bisa mengambil sesuatu, jadi secara naluriah aku terbang mendekat untuk mengamatinya dengan saksama."Ah!""Ada hantu!"Wisha kebetulan melihat bayangan, yang membuatnya takut dan menjerit.Apa yang terjadi? Apa dia bisa melihatku?Aku tiba-tiba terpaku di tempat, tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dan tidak berani bergerak sejenak.Setelah terdiam beberapa detik dan menyadari tidak ada apa-apa di sekitar, Wisha mengulurkan tangan dan memeluk pinggang Ayah dengan manja."Aku takut, peluk aku!"Dia tiba-tiba duduk di pangkuan Ayah dengan pakaian bagian atasnya setengah terbuka.Mereka berdua kembali bercumbu, hanya menyisakan suara desahan sesekali. Aku benar-benar berharap aku buta saat menyaksikan adegan ini,

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 9

    "Kenapa kau tidak takut saat mengurung Wisha? Sudah terlambat untuk memohon belas kasihan!""Kau telah dimanja oleh orang tuamu selama bertahun-tahun, kurasa kau sudah cukup menikmatinya. Sementara Wisha sangat menyedihkan tidak punya Ayah dan Ibu, tapi kamu bahkan berani menindasnya.""Aku beri tahu, kalau kamu berani menyentuh sehelai rambutnya, hukumanku akan membuatmu ingat selamanya.""Kak, kamu gadis yang sangat kejam. Hukuman Ayah untukmu itu terlalu ringan.""Nantinya, kamu bukan lagi kakakku dan aku nggak punya saudara yang jahat sepertimu.""Lebih baik kamu mati saja, memalukan punya Kakak sepertimu."Aku terus berjuang sambil mendengarkan kata-kata ini dalam kegelapan, sampai aku benar-benar putus asa.Apa yang kupikirkan ketika aku berjuang mati-matian dalam kegelapan?Waktu itu, aku terlalu banyak berpikir macam-macam. Sekarang aku bahkan tidak bisa mengingat apa pun dengan jelas.Mungkin aku akan menyesal.Aku menyesal begitu naif dan sampai tidak punya sedikit pun rasa w

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 8

    Malam itu, ketika kembali ke ruang kerjanya, Ayah masih yakin aku kabur.Untuk membuktikan dugaannya dan menemukanku, dia bahkan memeriksa rekaman CCTV rumah sendiri.Di dalam vila keluarga kami memang tidak ada kamera CCTV, tapi setiap sudut di luar kamar terpasang kamera pengawas tanpa celah. Siapa pun yang masuk atau keluar akan terlihat jelas.Dan di rekaman itu, terlihat dengan sangat jelas bahwa aku tidak pernah keluar sejak dikurung di gudang pada hari itu."Nggak mungkin!"Ayah tetap tidak percaya. Dia marah dan membanting laptopnya ke dinding, pecahannya berhamburan ke seluruh ruang kerja."Pasti Sasha memanipulasi video rekaman ini. Dia ‘kan sangat pintar, melakukan hal ini pasti sangat mudah.""Bagaimana bisa aku punya anak berengsek yang kejam sepertinya!"Setelah memaki, rupanya kemarahan Ayah belum reda. Dia mengangkat tangan dan melempar asbak di atas meja.Saat itu, Wisha kebetulan masuk sambil membawa segelas susu.Asbak yang melayang membuatnya kaget setengah mati. Ge

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 7

    "Tuan …"Suara Kepala Pelayan di sampingnya baru membuat Ayah tersadar.Ayah langsung bereaksi, menendang Kepala Pelayan dengan keras."Cepat singkirkan semua tikus di ruangan ini!""Jangan-jangan kamu bersekongkol dengan anak sialan itu dan sengaja membawa tikus serta mayat entah dari mana untuk membuat kami takut?"Wajah Kepala Pelayan terlihat tak terima. Aku yang mendengarnya juga hanya bisa menggelengkan kepala.Orang yang bisa bekerja lama dengan ayah jelas bukan orang baik. Kepala Pelayan hanya orang yang pintar membaca situasi, bukan seperti Wisha yang arogan. Dia hanya pegawai yang patuh pada perintah dan tidak ikut campur urusan rumah."Tuan, Anda salah paham. Yang ada di sini memang betul-betul Nona Besar. Anda sendiri yang mengunci gudang ini. Saya juga baru saja membukanya."Sayang, penjelasan Kepala Pelayan tidak mampu mengubah pikiran keras kepala Ayah. Dia masih menunjuk gudang di depannya sambil membentak, "Sasha mustahil mati, ini pasti palsu!""Ini pasti karena anak

  • Demi Anak Angkat, Aku Dikorbankan   Bab 6

    Setengah jam berlalu, Ayah melihat aku belum juga muncul, wajahnya langsung muram."Sudah setengah jam belum muncul juga? Apa dia sudah nggak mau mendengar ucapan ayahnya lagi?""Benar-benar keras kepala! Sudah dikurung selama ini masih saja nggak menyadari kesalahannya.""Aku mau melihat apa yang sebenarnya si anak bandel ini lakukan."Ayah berdiri dengan marah, cangkir teh di tangannya langsung dibanting ke lantai.Aku diam-diam berdiri di belakangnya sambil memperhatikan. Melihat raut wajahnya yang marah dan agak panik, bahkan sampai menabrak kursi waktu bangkit, aku hanya bisa tertawa geli."Wisha, kamu tunggu di sini sebentar. Biar aku seret anak sialan itu ke sini untuk minta maaf padamu."Ayah melangkah cepat ke arah gudang tempat aku dikurung. Belum sampai di pintu, tiba-tiba seekor tikus melesat keluar dari dalam, membuatnya terkejut."Apa-apaan ini? Dari mana datangnya tikus di rumah ini?"Kepala Pelayan yang berdiri di sampingnya, wajahnya pucat, berpaling sedikit sambil ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status