Semua Bab CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku: Bab 91 - Bab 100

Apa yang kulakukan di sini?Pertanyaan itu mencuat di benak Gista saat akhirnya berada di apartemen Akash. Namun, bukan jawaban yang diperoleh, melainkan tarikan kuat Akash di pinggangnya.Pria itu tak berbasa-basi. Dia melumat habis bibir Gista, meremas panggulnya, dan menekankan kejantanannya ke diri wanita itu.Gista terperangah. Napasnya tercekik di antara desakan mulut Akash. Sementara pria itu mendorongnya hingga punggungnya membentur dinding. “Brengsek. Aku hampir gila merindukanmu.” Akash terengah di antara ciuman panasnya. Bibirnya masih menempel di sudut mulut Gista. “Setiap malam aku bayangkan rasanya punya kamu di ranjangku lagi. Aku mau hancurkan semua jarak yang kamu buat. Sekarang juga.”Tubuh Gista merespons lebih cepat daripada pikirannya. Jarinya mencengkeram leher Akash, separuh menolak, separuh menyerah. Ketegangan seksual di antara mereka begitu pekat hingga nyaris terasa seperti percikan api yang bisa membakar dinding.“Katakan kamu rindu aku juga … atau aku aka

“Dapurmu rusak parah, Gista. Perlu direnovasi total. Sekalian memperbaiki instalasi listrik, jaga-jaga kalau ada kabel bermasalah lagi. Gimana, masih mau tinggal di hotel?”Gista memeluk selimut erat-erat. Pikirannya masih linglung. Di hadapannya Akash berlutut dan memberikan segelas besar cokelat hangat. “Minum dulu.”Gista menggeleng. Akash menghela napas panjang. Dia meneguk seteguk besar cokelat cair dan meraih tengkuk Gista. Lantas tanpa permisi dia mencium wanita itu, memindahkan cokelat hangat ke mulut Gista.“Akash.” Gista membelalak.“Kamu harus minum.” Ibu jari Akash membersihkan sudut bibir Gista yang ternoda cairan cokelat. Dia mengambil tempat duduk di samping wanita itu.“Mau dipangku?” tanya Akash ramah.Gista menggeleng. Pandangannya sayu setengah melamun. “Kamu berantakan, Gis. Mandi dulu, oke? Aku belikan baju ganti.”Gista sekali lagi menggeleng. Pandangannya masih terpaku ke meja kaca di kamar hotel kelas premium yang ditempatinya malam ini.“Kamu baik-baik saja?”

“Aku sudah menepati janji. Investasi penuh ke Megalitera untukmu,” suara Akash rendah dengan bisikan tepat di telinga Gista. Akash meniup udara panas ke telinga wanita itu. “Sekarang giliranmu menepati bagianmu.”Gista menelan ludah, mencoba tetap tenang, meski jantungnya berdentum kencang. Ini hanya untuk buku. Dia mengingatkan dirinya sendiri. Wajahnya tetap datar seakan tidak terpengaruh.“Aku–”Akash tidak memberi ruang untuk berpikir. Dia mendorong tubuh Gista ke hingga menabrak dinding apartemen Akash. Belum sempat Gista berontak, Akash sudah melumat bibirnya. Brutal. Menuntut. Napas Gista terputus. Dadanya sesak. Wajahnya ditahan tangan Akash agar tidak berpaling.“A–” protesnya tercekik di antara lumatan ganas pria itu.Akash terkekeh. Nadanya sinis, tetapi hangat di kulit Gista. “Kamu boleh pura-pura dingin sama aku. Tapi tubuhmu?” Bibir Akash bergerak turun ke rahang Gista, menciumnya kasar, dan meninggalkan jejak panas.“Tubuhmu selalu lebih jujur.” Akash bergumam.Gista

[CEO Six Pack: Bagaimana rasanya memandangi tubuh pria lain saat sedang bersama orang ketiga?]Pesan baru muncul di bawah foto Akash yang sangat menggiurkan. Gista hampir menjatuhkan pulpen. Wajahnya memanas. Buru-buru dia menutup layar, tetapi tatapan tajam Arvin menangkap perubahan ekspresi itu.“Kamu kenapa, Gis? Ada teror?”“Nggak,” jawab Gista cepat. Terlalu cepat.Arvin menirukan Gista bersandar ke punggung kursi. “Kalau ada yang gangguin kamu, kamu bisa cerita ke aku. Aku siap dengarkan kamu.”Terlalu banyak ‘kamu’. Seharusnya di situasi ini Gista tersanjung. Namun, anehnya dia malah merasa janggal.“Makasih, Kak.” Gista memberikan senyum sangat tipis. “Tapi nggak ada yang ganggu aku.”“Itu chat dari siapa, Gis?”Gista menyipitkan mata. “Privasi, Kak. Tolong, jangan dilanggar.”Arvin mengangkat tangan tanda menyerah. Senyumnya lebar. “Oke. Oke. Sekarang masih privasi. Next, aku bakal jadi privasimu.”Gista mengabaikan godaan Akash. Ponselnya kembali berdenting halus. Kepala Gis

“Akash, please ….”“Apa sekarang namaku Akash, Sharna?”Gista mengerang. Tubuhnya sudah lemas. Tenaganya terkuras habis, tetapi dua jari Akash masih terus bergerak liar di lipatannya yang sangat basah.“Gio … Gio …, please.” Napas Gista terengah. “Masuki aku, please.”Seringai Akash licik. Dia masih berpakaian lengkap. Jauh berbeda dengan Gista yang sudah telanjang bulat di pangkuannya.“Nggak.” Akash menolak. “Pelajaran kita kali ini adalah menerima sentuhan. Ingat itu, Sharna.”Gista mengerang makin keras. Klimaksnya hampir datang … lagi. Napasnya tersengal-sengal. Keringat membanjir deras di tubuh. Tangannya mencengkeram bahu pria itu, seolah Akash adalah penolongnya saat badai kenikmatan itu datang.Dan … badai itu memang datang. Gista tergulung kenikmatan. Tubuhnya tersentak hebat. Bahkan Akash tak memasukinya, tetapi klimaks beruntun bisa diperolehnya dari pria itu.“Gio, capek.” Gista ambruk di bahu pria itu.“Siapa yang menyuruhmu berhenti?” Akash berbisik parau.Gista membela