LOGIN“Bapak mau nggak tidur sama saya?” Gista tahu permintaannya gila. Tapi sebagai penulis dewasa yang belum pernah pacaran dan terus-menerus dikritik tulisannya terlalu ‘kering’, ia kepepet. Ancaman lay-off membuatnya nekat mencari pengalaman—secara langsung. Akash Salim, CEO dingin sekaligus pemenang penghargaan, awalnya menolak tawaran gila itu. Sampai satu insiden membuatnya menolong Gista dari riset gila. “Kamu tahu, untuk bisa bercinta, seorang pria harus tegang?”
View More“Gis. Lo waras gak sih?”
Ruang rapat itu seketika hening. AC yang sudah dingin mendadak jadi makin dingin setelah suara cempreng Lola naik satu oktaf. Dua orang di meja langsung saling lirik dan spontan menundukkan kepala setelah lagi-lagi penulis senior mereka dimaki di depan umum. Gista berdiri di depan layar proyektor. Ekspresinya datar, meski baru saja dibilang waras tidaknya. Suaranya seperti tak bernada menjawab pertanyaan retoris yang tertuju padanya. “Rent Boyfriend sedang laris, Mbak. Ini–” Gista langsung berhenti bicara setelah satu tangan Lola terangkat tinggi. Telunjuk berkuku panjang hasil manikur salon mahal itu teracung lurus ke layar di belakang Gista. “Gis,” suara Lola lelah, “gue hargai riset lo. Presentasi lo bagus. Tujuan meeting kita hari ini emang nyari naskah dewasa yang cocok sama Megalitera. Tapi Gis, naskah lo masih kering banget. Feel dewasanya gak ada yang masuk semua. Kurang bold, flat banget, gak ada nuansa erotica romance-nya sama sekali. Lo ngerti maksud gue, kan?” Gista mengangguk. Ekspresinya datar membuat Lola sedikit tak sabar. Telunjuk editor itu kembali mengarah kepada slide presentasi di belakang Gista. “Tema lo udah outdated banget. Vibes-nya kayak anak SMA yang putus asa nyari temen kondangan biar gak keliatan jomblo. Gak ada hook-nya sama sekali. Sumpah deh, Gis. Empat tahun bareng gue, lo tuh dapet apa aja?” Lola berdiri tiba-tiba. “Meeting kelar. Gista, deadline lo 24 jam. Mau lo riset orang ciuman kek! Mau lo sewa gigolo sekalipun! Kalo lo gak bisa kasih naskah yang spicy, sori, I’m cutting you off for good.” Gista terdiam. Pandangannya mengikuti Lola dan dua orang lain yang keluar ruang rapat. Baru setelah tak ada seorang pun di ruang meeting itu, Gista duduk menggelosor di kursi. Ponselnya berdenting menampilkan pesan dari Lola, editornya, yang masih mengkritisi rapat pitching draf novel terbarunya. Gista membereskan laptop. Creative pitching hari ini gagal lagi. “Satu lagi. Nanti malem jangan lupa lo hadir di award penghargaan. I’m watching you there.” kata Lola menyelinapkan setengah dirinya di pintu rapat. Di koridor kantor, dia bertemu rekan kerjanya yang lain. Mereka melihatnya penuh arti. Berita tentang Gista yang lagi-lagi dimaki editor pasti sudah tersebar ke seantero penerbitan yang cuma satu lantai ini. Dan Gista tak peduli. Dia berjalan dengan dagu terangkat tinggi tanpa menoleh sama sekali. Baginya gosip tak penting. Yang utama sekarang adalah bagaimana premis muncul di kepalanya dalam 24 jam. ~~~ Malamnya, Gista terjebak di sudut ballroom hotel bintang lima. Segelas lemonade di tangan, gaun pinjaman, dan heels tinggi membuatnya tersiksa. Namun, wanita itu apik menyembunyikan perasaannya. Dia tampak santai, meski kepalanya dipenuhi ancaman lay off dari Lola yang tak urung membuatnya pusing. Gista menyesap minuman. Malam penghargaan industri buku yang didatanginya kali ini membuat nyali ciut. Dia merasa salah tempat. Seperti Upik Abu yang nyasar ke sarang keluarga kerajaan. Sayang, dia tak bisa menolak perintah Lola yang memaksanya datang ke pesta bergengsi ini sebagai perwakilan Megalitera. “Eh, lo udah denger? Malam ini Akash Salim datang. Dia CEO Salim Publishing yang baru menang penghargaan publisher terbaik tahun ini.” “Seriusan? Yang gosipnya suka one night stand itu, kan?” “Yoi. Malam ini bakal tidur bareng siapa dia? Yang bening banyak banget di sini.” “Yang jelas bukan sama kita. Dengar-dengar dia pilih-pilih. Sukanya cuma sama yang high quality doang. Remahan kayak kita gak bakal dilirik sama dia.” Gista mengangkat alis. Gosip sekelompok wanita yang duduk tak jauh darinya membangkitkan rasa penasaran. Dia tahu Salim Publishing adalah salah satu penerbit besar di Indonesia. Namun, Gista baru tahu jika CEO-nya ternyata doyan one night stand. Dia sedang memikirkan tentang riset untuk novel erotiknya, saat suara kasak-kusuk keras kembali mengusik perhatiannya. Gista menoleh dan melihat banyak pandangan tertuju ke satu orang yang tengah berjalan menuju bar. Sosok pria berjas hitam, berambut licin sempurna, dan sangat jangkung itu memang menarik perhatian kaum hawa. Profil wajahnya dari samping juga hampir sempurna, dengan rahang tegas, bibir yang bagus, dan hidung mancung. Gista menggaruk pelipis. Kakinya melangkah begitu saja ke bar. Sepertinya yang berani mendekati pria itu hanya dirinya. Bar praktis kosong saat dia menghampiri Akash. Dan tanpa canggung, Gista mengamati lekat-lekat CEO yang sedang jadi artis malam itu. Lalu Akash menoleh. Pandangan mereka bertemu. Kepala Gista sedikit miring, bingung bagaimana mendeskripsikan sosok di depannya. Sementara Akash mengangkat sebelah alis dan menatapnya dingin. Gista bisa merasakan tatapan tajam menusuk punggungnya. Pasti dari wanita-wanita yang mengidolakan Akash. Dia tak ambil pusing. “Pak Akash.” Akash meliriknya. Gista menatap Akash lamat. Mata berona hazel coklat membuat Gista terpaku. Rahang dan hidung bagai pahatan dewa. Ia mengerjap—menelan salivanya kembali. “Saya Gista. Dari Megalitera,” katanya. Akash mengangkat alis. “Dan?” Ada hening sebentar sebelum dia menunggu jawaban. “Saya cuma mau bicara sebentar, soal—” “Soal kunjungan ke Megalitera? Saya gak minat,” potong Akash “Bukan, Pak.” “Megalitera penerbit ranking berapa? Sori, kapan-kapan aja,” lanjutnya seraya menenggak minuman. Gista mengerjap. “Bukan pak.” Ada hening merayap keduanya. “Bapak mau gak tidur sama saya?”“Akash tak datang lagi?” Asisten pribadi sekaligus tangan kanan Adam Salim mengangguk. Dia menyerahkan map tebal ke hadapan bosnya.“Tuan Akash terakhir kali terlihat di apartemennya bersama seorang gadis.”Adam, pria yang hampir menginjak angka enam puluh tahun, memicingkan mata. Dia mengamati satu demi satu dari delapan belas foto berukuran A5 yang tersusun rapi di dalam map.“Siapa dia?” Kening Adam berkerut. “Penampilannya biasa saja. Tak ada bagus-bagusnya.”Si aspri langsung menyebutkan profil Gista Maheswari dengan cukup rinci. Seolah dia seperti Wikipedia hidup yang mengetahui sosok Gista hampir dari A sampai Z.“Gista Maheswari, alias Swari, adalah penulis di Megalitera. Itu penerbit kecil yang sempat mendapat suntikan dana dari Salim Publishing, tetapi kemudian dibatalkan karena muncul skandal dengan Tuan Akash.”Adam mendengarkan perkataan asisten pribadinya. Ekspresinya dingin, hampir terlihat acuh tak acuh. Namun, otaknya merekam setiap kata yang didengarnya.“Jadi, Akas
“Baru kali ini royaltiku segede ini. Bisa sewa apartemen mewah nggak, ya?”Gista terkesiap saat buku tabungannya diambil paksa oleh Akash. Dia melotot galak ke arah pria yang sudah berdiri di atasnya.“Akash, balikin!” Gista berjinjit. Tinggi Akash yang kelewat jangkung membuatnya kerepotan mengambil buku tabungan.“Kenapa harus sewa?” Akash menatap Gista. Dia sudah membaca saldo tertera di buku rekening. Nominalnya lumayan, tapi jelas masih kalah banyak dibanding isi saldonya.“Kenapa nggak tinggal permanen di tempatku saja?” tanya Akash lagi.Gista mencebik. Dia tak mau lagi merebut buku tabungannya. Sebagai gantinya, Gista melempar diri ke tempat tidur dan mengamati Akash yang berdiri di depan meja kabinet.Sudah empat hari berlalu sejak mereka kembali dari Surabaya. Rangkaian tur buku Gista sudah selesai. Kini waktunya dia menikmati kesuksesan dengan tenang sambil merancang draf buku baru.“Kamu emang segemesin gini ya, Kash?” Gista menggoda. Dia membuka satu demi satu kancing kem
“Gagal?” Akash mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Dia mematikan mode pengeras suara. “Ya, gagal.” Akash mengulang perkataan sahabatnya. “Yang bener? Miss Gista gak ada di Surabaya?” “Bukan nggak ada. Dia nggak mau ketemu sama aku.” Akash mengamati kopernya yang sudah berdiri tegak di samping tempat tidur. Setengah jam lagi sopir yang akan mengantarnya ke bandara datang. Akash tak mau berlama-lama di kota ini. Sudah gagal bertemu Gista, dia harus secepatnya kembali ke Jakarta. Dia tak boleh menimbulkan kecurigaan banyak orang di sana. “Wah, Bro. Serius, nih? Hubungan kalian beneran di ujung tanduk?” Akash bisa membayangkan sahabatnya mondar-mandir di Jakarta sana. Pasti Leo tidak terima karena rencananya yang sempurna ternyata tak berhasil membawa Gista kembali pada Akash. “Nggak tahu.” Akash mulai merasa lelah. “Dua minggu ini dia full menghindar.” “Itu kesalahan lo, Kash. Mentang-mentang Miss Gista udah lo dapetin, terus lo kasih dia treatment kayak di dunia bis
“Wah, keren juga si Swari.” Akash mendongakkan pandangan ke arah Leo. “Dengar ini, Bro.” Leo tertawa seraya menaikkan volume salah satu podcast di kanal YouTube. “Benarkah tokoh pria dalam novelmu terinspirasi dari seseorang yang nyata?” Gista tersenyum samar di layar. “Mungkin. Tapi pria itu sekarang cuma bagian dari masa lalu.” Leo bersiul keras. “Wah. Wah. Gue udah tebak. Miss Gista adalah lawan berat buat lo.” Akash kembali menundukkan pandangan menghadapi setumpuk dokumen di atas meja. Raut mukanya tenang, tetapi hatinya mendidih. “Kalau mau marah, ya marah aja, Kash. Gak usah sok-sokan ditahan.” Leo terkekeh. “Lo keluar atau HRD bakal pecat lo?” Akash bertanya dingin. Tawa Leo makin keras. “Cemen banget lo. Tiap ada masalah, ancamannya cuma itu mulu. Basi.” Pria itu berjalan mendekat. “Arvin udah kelar. Sekarang masalah lo malah sama Miss Gista. Kalian ini emang pasangan yang unik.” “Dia memergoki Amara datang ke apartemen,” ujar Akash datar. Mulut Leo terbuka lebar
“Kamu tahu nggak rasanya disembunyikan kayak sesuatu yang kotor?”“Aku nggak sembunyikan kamu karena malu, Sayang. Aku cuma belum siap kalau Papa tahu aku beneran sayang.”Gista termangu teringat obrolannya dengan Akash semalam. “Kupikir kamu sembunyiin aku dari papamu. Tapi kayaknya nggak, Akash,” gumam Gista lirih.Dia masih melihat Amara yang menghilang ke dalam lift. Tanpa menebak pun, Gista tahu persis wanita itu pasti tengah menuju ke apartemen Akash.“Menolak perjodohan, hah? Kamu emang nggak bisa diercaya.”Gista menghela napas panjang. Dia memutuskan mengabaikan kehadiran Amara di gedung apartemen mereka. Taksinya sudah datang. Jadi, Gista memilih untuk berangkat kerja alih-alih kembali ke apartemen dan mengawasi pertemuan Amara dan Akash.Di kantor Gista langsung dihadang Direktur. “Rapat penting, Gista.”“Rapat apa, Pak Direktur?”“Karena novelmu laris manis dan masuk rak best seller di banyak tempat, banyak yang minta kamu sebagai narasumber bedah buku.”Gista mengerjapka
“Akash, buka! Papa mau bicara!”Gista langsung menjauh dari Akash. Matanya membelalak lebar. Dia menutupi tubuhnya dengan dua tangan karena gaun tidur yang dikenakannya memang hanya bertali tipis.“Papamu?” Gista bertanya tanpa suara.Akash menggeram kesal. Kesenangannya terganggu oleh si orang tua itu.“Tunggu di dalam.” Akash tiba-tiba menarik Gista memasuki kamar. “Jangan keluar sebelum aku beri aba-aba buat keluar.”Mulut Gista terbuka lebar-lebar. Sepasang matanya membulat besar. Benaknya yang sudah berprasangka, kini makin negative thinking.“Kamu sembunyiin aku lagi?” tanya Gista tidak percaya.Di latar belakang terdengar gedoran keras lagi. Suara papa Akash terdengar nyaring di luar. Akash menghela napas berat.“Kamu mau menemui papaku dengan pakaian seperti ini?”“Aku bisa ganti baju.” Gista menantang.Akash mengernyitkan dahi. “Gista, ada apa sama kamu? Kenapa kamu ingin sekali ketemu sama papaku?”Gista menelan ludah. “Nggak ada alasan khusus, kok.”“Akash! Papa tahu kamu s






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments