All Chapters of Jodoh Kesasar: Chapter 41 - Chapter 50

Aku menatap Abyan yang sedang menjelaskan materi di depan. Kalau sedang mengajar begini, dia begitu berwibawa dengan pakaian formal dan gaya khas-nya yang tegas. Tapi siapa sangka dibalik sosok tegas dan dingin yang balut pakaian formal, ternyata tubuhnya kekar berotot dan ... Hot. Aihss, mikir apa aku ini.“Nabila?”“Ah iya, Pak.” Aku gelagapan saat dia menegurku, sepertinya dia menyadari kalau aku sedang melamun. Atau memang dia selalu memperhatikan apakah aku mengikuti materi atau tidak.“Sudah paham?” tanyanya.“Iya, Pak. Paham.” Aku msngangguk kikuk, padahal aku nggak tahu dia sedang bahas apa...“Lo kenapa si dari tadi nggak fokus gitu di kelas?” tanya Pinkan. Setelah kelas selesai, aku dan duo racun itu bersiap ke perpustakaan untuk mencari bahan-bahan membuat makalah.“Kepikiran semalem pasti, acieee ... Gimana rasanya unboxing? Masih segel kan?” Devi menggodaku, membuat pipiku jadi panas.“Apa sih?” Aku menampar lengannya.“Wihhh seriusan, Lo udah nganu sama Pak Abyan? Ceri

“Mas ...." Aku memdekatinya yang sedang duduk fokus di depan komputer. "Capek nggak?" tanyaku setelah meletakkan secangkir kopi di meja sebelahnya. Aku lalu meraih pundaknya, kemudian menijitnya perlahan. "Mau minta apa?" tanyanya tetap fokus pada layar di hadapannya.To the point banget si jadi orang. Tahu aja kalau istrinya mau merayu. Kelewat peka atau apa ya."Nggak apa-apa, cuma mau nemenin Mas aja, masa nggak boleh," kilahku."Yakin?" tanyanya sambil memutar kursi menghadapku, membuatku terduduk di pangkuannya dan tangan melingkar di lehernya. "Mas Abi, iih ... Kalo aku jantungan gimana?" Aku mengerucutkan bibir."Kalo dedeknya kenapa-kenapa gimana coba gara-gara kaget!""Nggak akan kenapa-kenapa, cuma jatuh di pangkuan Ayahnya." Dia mengelus perutku yang rata."Mas ...," panggilku manja sambil mengelus jambangnya yang tipis habis di cukur."Mau apa?" Haihs, ini orang memang tidak bisa diajak basa-basi. "Boleh ya?" Aku memainkan kancing kemejanya. Memutar-mutarnya bersiap me

“Mas ...! Mas Abi ....!" Aku berteriak histeris dari dalam kamar mandi. "Kenapa, Nabila ada apa?" Mas Abi menggedor pintu kamar mandi dengan tergesa. "Buka pintunya, Nabila!" Dia kembali menggedor pintu dengan keras karena aku tak kunjung membukanya. "Kenapa? Kamu kepeleset? Ada kecoa di dalem?" tanyanya memberondong saat aku membuka pintu. Dia menatapku penuh kekhawatiran. "Nabila!" sentaknya karena aku diam saja malah sesenggukan. Aku memeluknya karena ketakutan. "Kenapa?" Dia mencengkeram bahuku. "Cincinnya ilang ...," ucapku sambil menangis kencang. "Ilang?" Dia menatapku tidak percaya, pasti mau marah. "Iya, tadi lepas dan kecemplung ke kloset udah nggak bisa diambil lagi ...." Tangisku semakin kencang. "Nabila ...!" Dia menggeram. "Cuma cincin yang jatuh saja kamu berteriak seperti itu? Saya pikir kamu yang kenapa, saya sampai menabrak meja karena berlari, ternyata cuma cincin ilang!" Dia meraup wajahnya. "Mas Abi nggak marah, aku ilangin cincinnya?" "Sek

"Mas Abi ... Jadi semalem ...." Aku jadi merasa bersalah atas kekonyolan semalam. "Sudah saya bilang, saya bukan Abi, saya hantu!" ucapnya sambil tetap memejamkan mata. Dia meringkuk dengan jaket menutupin dadanya sebagai selimut. Kasihan sekali dia, mungkin semalam dia kedinginan."Mas ...." Aku mengusap keningnya lembut, tapi dia bangkit dan pindah ke kamar."Mas Abi ... Marah sama aku?" Aku mengikutinya ke dalam kamar. Kenapa juga aku bertanya begitu, sudah pasti dia marah. Dasar aku!"Saya lelah, mau istirahat, tolong jangan ganggu dulu!" Aku yang hendak ikut naik ke atas kasur dan bersiap memeluknya, akhirnya berbalik arah. Keluar kamar dan berjalan menuju dapur.Aku memaksakan diri untuk memasak makanan kesukaannya: sayur lodeh, peyek ikan teri dan sambal tomat. Kata dia makanan sederhana itu bisa membuatnya berselera.Beruntung sudah tidak mabuk, jadi aku bisa memasak menu itu meski sesekali menahan mual dan terpaksa menutup hidung karena aroma osengan bawang ternyata masih b

“Mas!" sentakku karena dia tidak kunjung menjawab pertanyaan membuatku ketakutan. "Bayi kita ... Alhamdulillah kuat, tapi ....""Tapi apa?" tanyaku tak sabar."Saya harus puasa, sampai kurang lebih satu bulan, begitu kata dokter," jawabnya lirih.Huh! Kirain apa, itu sih masalah dia. Salah sendiri buat aku stres. Eh tapi satu bulan puasa, aku kuat nggak ya."Alhamdulillah, adek nggak apa-apa, baik-baik di sana ya, Dek." Aku mengelus perutku. "Makan lagi ya, masih ada ayam goreng dan sambal tomat, mau?" Aku mengangguk antusias, masa mau nolak."Saya minta maaf ya." Setelah makan selesai, lagi-lagi dia meminta maaf."Nggak!" jawabku. "Nabila ....""Lagian mas jahat banget si, diemin aku kaya gitu sampe aku stres gara-gara mikirin Mas, kalo marah tu mending marah sekalian, diomelin kek, dikata-katain kek dari pada diem aja nggak tau maunya.""Memangnya kalau saya marah-marah tidak akan jadi pikiran buat kamu?""Ya ... Tetep aja sih.""Lagipula saya tidak marah sama kamu, saya hanya ..