Matahari belum sepenuhnya muncul saat sinar jingga samar mulai menembus tirai tipis ruang televisi. Lampu masih menyala temaram. Suara lalu lintas Jakarta yang mulai hidup terdengar samar dari balik dinding kaca. Di atas sofa yang masih berantakan dengan selimut kecil dan sisa pakaian, Keinarra perlahan membuka mata. Kepalanya bertumpu di lengan Reyhan yang kini terentang, dadanya naik-turun tenang dalam tidur. Wajahnya setengah tertutup bayangan topeng, tapi untuk pertama kalinya, Keinarra merasa itu bukan halangan. Ia bisa melihat Reyhan bukan wajahnya, tapi sisi lain yang lebih dalam—yang tidak pernah ia izinkan untuk dikenali siapa pun. Tubuh mereka masih bersatu dalam kehangatan sisa malam, hanya terbungkus tipis kain yang nyaris tak berguna. Perlahan, Keinarra mengangkat tubuhnya, berusaha tidak membangunkan pria itu. Tapi belum sempat ia duduk tegak sepenuhnya, sebuah lengan kuat melingkari pinggangnya. “Udah mau kabur?” suara Reyhan serak, berat, dan basah oleh kantuk.
Last Updated : 2025-09-13 Read more