All Chapters of Sistem Keberuntungan Tanpa Batas: Chapter 81 - Chapter 90

Violet keluar melewati gerbang dengan penampilan yang sama sekali tidak seperti biasanya. Gerbang besi hitam yang berdecit pelan ketika terbuka itu seolah ikut menyaksikan perubahan besar pada gadis yang selalu dikenal anggun. Jika biasanya ia tampil rapi dengan gaun serasi, kali ini ia masih mengenakan piyama panjang berwarna pastel, dengan pola sederhana yang memberi kesan santai. Rambutnya dikuncir satu seadanya, beberapa helaian terlepas dan jatuh menutupi pipinya. Selain itu, wajah Violet polos tanpa riasan, hanya menyisakan sedikit sembab di mata yang jelas terlihat karena ia tidak berusaha menutupinya.Eric menunggu di luar, berdiri dengan tegap. Saat Violet berjalan mendekat, langkahnya ragu-ragu, seperti ingin bersembunyi tapi tidak bisa. Eric justru menatapnya lekat-lekat, senyum lembut tersungging di wajahnya. Tatapan itu dalam, tidak bergeser sedikit pun, membuat Violet semakin salah tingkah.“Maaf ya,” ujar Violet lirih, jemari tangannya sibuk memainkan ujung karet gel

Eric merasa seperti disambar petir. Ia jelas tidak ingin mati konyol. Ia baru saja memiliki seorang kekasih dan tidak mau jika harus tersetrum hingga tiada. Maka, meski Eric masih merasakan sakit di tubuhnya, ia kembali menggenggam erat palang pull up.Dengan sekuat tenaga ia menarik tubuhnya ke atas. Lantas mengulanginya lagi sambil meringis. Namun, jika sebelumnya ia berhasil melakukannya hingga 8 kali tanpa jeda, kali ini otot-ototnya sudah tidak tahan lagi di hitungan ke-6. Ia melepas genggamannya lagi, terduduk dengan napas tersengal.Eric merasa tersiksa. Ia merebahkan tubuhnya yang begitu letih masih dengan napas memburu. Ia menelan ludahnya berkali-kali."Ini benar-benar... sulit," keluh Eric dengan suara tidak jelas.Eric paham benar bahwa saat ini tubuhnya sudah sangat letih, dan mulai menagih untuk diistirahatkan. Selain itu, sejujurnya di tengah tekanan yang dihadapi, ia merasa mengantuk.Eric yang biasanya tidur tujuh sampai delapan jam sehari, baru tidur beberapa jam sa

Suasana mendadak hening. Violet menunduk cepat, seakan berusaha menyembunyikan ekspresinya, sementara Eric sibuk mengeringkan tubuhnya dengan wajah canggung.Udara di sekitar terasa kaku. Violet mengangkat wajahnya, menatapnya cepat lalu menoleh lagi ke arah lain. Ada senyum tipis yang berusaha ia sembunyikan. “Maaf sudah membuatmu kaget.""Tidak, tidak. Itu bagus. Maksudku, aku senang kamu sudah di sini. Tapi keadaanku sedikit memalukan.""Sama sekali tidak. Kamu hanya terlihat berbeda. Maksudku, sehat, kuat. Ya, begitu..." Violet tersenyum kikuk.Suasana canggung itu terjeda ketika sebuah panggilan membuat ponsel Eric berdering. Rupanya itu dari Chelsea, salah satu anak buahnya yang bertugas menyiapkan hidangan. Chelsea memberitahu bahwa apa yang diminta oleh sang tuan telah siap. Ia juga mengatakan bahwa untuk makan malam nanti, seorang chef profesional yang berpengalaman bekerja di restoran bintang lima akan menjadi juru masaknya.Tentu saja laporan itu membuat hati Eric bungah.

Setibanya di kamar Eric, Violet terkesima oleh interiornya yang menawan. Ia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Kamar itu sangat luas dan nyaman.“Um, Violet, mungkin aku akan menghitung sendiri saja.”Violet yang duduk di sofa segera bertanya, “Kenapa?”“Sebenarnya, aku sudah melakukan latihan fisik ini kemarin. Jadi, tidak masalah jika mesti menghitungnya sendiri.” Ia tidak ingin merepotkan kekasihnya.“Lalu, apa yang harus aku lakukan saat kamu pull up?”Eric duduk di samping Violet. “Kamu bisa bersantai, membaca novel atau buku lainnya di sudut baca itu, atau mungkin mau menonton film, memutar musik. Atau, kalau kamu lelah, jangan sungkan untuk berbaring di ranjang. Anggap saja itu sebagai ranjangmu sendiri.”Pipi Violet seketika memerah. Pasalnya ucapan Eric itu multitafsir.“Ah, maksudku, ka-kamu tidur saja jika ingin. Jangan sungkan. Mau membaca sambil berbaring di sana juga tidak apa-apa. Sungguh, aku… tidak memiliki maksud lain.” Eric meringis lagi setelah menjelaskan.Er

Violet menggigit bibirnya, jelas masih bimbang, apakah mesti menemani Eric atau melanjutkan latihannya. Apa ia perlu menyarankan Eric untuk berhenti dan tidak memaksakan diri, atau malah mendukungnya hingga selesai. Tapi Grace menepuk pundaknya pelan, menyadarkannya kembali. “Jangan khawatir. Tuan Eric terlihat kuat, ia tahu batasnya. Dan lagi, waktu kita juga terbatas, Nona. Jika nanti Tuan Eric selesai, dan tahu bahwa anda sudah bisa bermain golf dengan baik, tentu itu akan menjadi kabar baik untuknya."Violet mengangguk, "Kamu benar. Aku harus lebih fokus juga pada latihan golf ini."Violet melanjutkan latihannya bersama Grace. Ia berusaha lebih sungguh-sungguh agar tidak mengecewakan Eric yang telah mengusahakan dirinya agar bisa bermain golf.Ketika Violet mengayunkan stik golfnya lagi, kali ini ia hampir membuat bolanya masuk ke lubang tujuan. Dengan gemas ia bergumam, "Ah, sedikit lagi!" "Tidak apa-apa, Nona. Itu sangat bagus. Saya yakin, jika anda terus mencoba dan lebih fok