All Chapters of Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik: Chapter 11 - Chapter 20

Briony tercengang. Ia tidak mungkin mengungkapkan kepada Andrew bahwa Alex adalah mantan sekaligus musuh terbesar yang ingin ia hindari. "B-bagaimana kalau aku mencarikan nanny baru untukmu? Itu tidak harus aku yang mengurusmu. Akan kupastikan kalau dia—""Tanggung jawab itu tidak boleh dititipkan. Kalau kamu menolak, itu artinya kamu memang jahat. Kamu harus dipenjara," tutur Andrew dengan nada mengancam. Briony terdiam sejenak. Ia masih tidak menyangka bahwa ayah dan anak ternyata sama saja. Sama-sama keras kepala dan banyak maunya. "Alex, tolong jelaskan kepada putramu kalau aku tidak bisa menjadi nanny-nya. Untuk yang satu ini, kau setuju, kan? Aku tidak cocok untuk mengurus Andrew," tutur Briony, tidak lagi mempermasalahkan posisi mereka. Ada hal lain yang lebih genting dibandingkan kedekatan mereka sekarang. Dalam keheningan, Alex memperhatikan wajah Briony. Matanya memicing, membuat Briony bertanya-tanya apa maknanya. "Alex?" panggil Briony, memastikan bahwa sang mantan mas

"Oh, lihatlah. Betapa keras usahanya untuk mencuri hati anak Alexander. Aku mulai muak menyaksikannya. Kenapa Alexander membiarkan hal itu? Mungkinkah dia juga sudah mulai terpengaruh?" "Omong kosong! Selera Alexander tidak mungkin serendah itu. Lagi pula, dia sudah punya istri yang sangat cantik dan hebat. Tidak mungkin dia membuang Caroline demi perempuan murahan seperti itu."Mendengar kalimat terakhir, hati Briony semakin panas. Ia akhirnya berdiri dan menghadap para karyawan. "Bisakah kalian tidak berasumsi sembarangan? Aku adalah nanny anak ini. Salahkah jika aku baik dan perhatian kepadanya? Kalian bilang aku berniat merebut Alex dari istrinya. Apakah kalian melihatku menggodanya? Tidak, kan? Jadi tolong jangan membuat isu yang bukan-bukan. Asal kalian tahu, tidak semua gadis tertarik dengan CEO kaya dan populer. Beberapa orang justru menghindar karena menginginkan kehidupan yang damai," ujar Briony tegas. Para karyawan terdiam dibuatnya. Meski demikian, tatapan mereka tetap

Bibir Andrew tiba-tiba menguncup. Alex belum pernah melihat putranya malu-malu begitu. Saat Andrew mengangguk, mata Alex terbelalak. "Kenapa?" selidiknya, spontan. "Karena dia lucu dan asyik. Dia juga baik, sangat berbeda dengan nanny-nanny yang lain. Dia mau mendengarkan aku dan selalu menuruti kemauanku. Dia tidak pernah marah. Dan yang paling kusuka adalah caranya menasihatiku. Sangat sabar."Alex tertegun mendengar penjelasan tersebut. Separuh logikanya tak terima. "Tapi kamu baru mengenalnya. Bukankah terlalu cepat untuk kamu menilainya sebaik itu? Sekarang mungkin dia masih sabar. Tapi nanti, dia bisa saja berubah menjadi serigala jahat.""Tapi aku yakin Briony adalah orang baik, Papa. Mau bertahun-tahun lagi pun, dia pasti akan tetap sama. Aku bisa merasakan hal itu," Andrew memegangi dadanya. Mata Alex melebar. Putranya tidak pernah menggunakan gestur semacam itu. "Hal apa?""Kebaikan hatinya. Kalau dia bukan orang yang sabar, dia tidak mungkin mau bertanggung jawab dan meng

Tiba-tiba, Alex menendang kaki Briony. Tidak keras—ringan saja. Namun, hal itu memantik kemarahan yang lebih besar dalam diri Briony. Sebelum Alex sempat bersuara, ia berdiri dan mendorong pundak sang pria. Sayangnya, Alex bergeming di tempat. Justru Briony-lah yang terhuyung-huyung ke belakang. "Kau! Bisakah berhenti semena-mena kepadaku? Meskipun aku tidak sehebat Caroline atau gadis-gadis lain, aku ini juga manusia. Kau tidak berhak memperlakukan aku seolah aku tidak berharga!" tegas Briony dengan mata merah yang basah. Ia sudah hampir menangis, tetapi ia tahan. Ia sadar, air matanya tidak pantas disia-siakan untuk mantan seberengsek Alex. Bukannya merasa terintimidasi, Alex malah tersenyum miring. Ia menyempal kedua tangannya ke dalam saku. "Kau pikir aku peduli? Sekarang berhentilah mengamuk dan kerjakan tugasmu. Berapa menit sudah terbuang karena emosimu." Kemudian, ia duduk di kursi dan mengetuk-ngetuk jam tangan. "Cepatlah. Anakku sudah hampir bangun." Briony meringis. Ia

Selesai makan siang, Andrew mengajak Briony menonton kartun. Alex akhirnya punya waktu untuk mengurus pekerjaan. Namun, karena obrolannya dengan Andrew terasa mengganjal, ia lebih memilih untuk menghubungi Caroline. Istrinya itu harus segera merebut hati putra mereka dari Briony.Malangnya, nomor Caroline masih tidak aktif. Satu-satunya opsi bagi Alex untuk menghubunginya sekarang hanyalah pesan suara. Ia pun mulai merekam."Caro, tolong pulanglah. Andrew membutuhkanmu. Dia mengalami mengalami kecelakaan tadi. Lengan kirinya patah. Dia terus bertanya kapan kau pulang. Kau tidak mungkin mengabaikan putra kita, kan?"Briony yang tidak sengaja mendengar itu langsung berhenti di pintu dapur. Ia cepat-cepat mundur. Bola matanya bergerak-gerak. Alisnya terangkat heran. "Kenapa Alex bicara seolah-olah Caroline tidak mau pulang? Apakah mereka sedang ada masalah?" pikirnya.Tiba-tiba, Alex melangkah keluar. Melihat Briony sedang merapat dengan dinding, ia terperanjat. "Kau menguping pembicara