All Chapters of Menjauhlah, Mantan! Aku Pantas Mendapatkan yang Lebih Baik: Chapter 31 - Chapter 40

Briony berkedip-kedip bingung. Ia laksanakan tugasnya dengan penuh tanya. Untuk apa sedotan tersebut? Sekembalinya ia di kamar, Brandon mulai memaparkan rencananya. Ternyata, sedotan itu digunakan untuk membuat tanda cupang. Briony bertugas menyedot, sedangkan Brandon mengarahkan ujung sedotan di leher sang gadis. Selama proses pembuatan, Briony kesulitan menahan tawa. "Bagaimana? Apakah sudah jadi?" tanya Briony seraya mendongak. Ia tidak pernah merasa sekonyol itu. Brandon pun memotret hasil karya mereka dan memperlihatkannya kepada Briony. Melihat foto tanda kemerahan di lehernya, gadis itu terkikik geli. "Idemu memang brilian, Brandon. Hasilnya seperti nyata. Mari kita lihat bagaimana reaksi Alex besok saat melihatnya," tutur Briony dengan mata berbinar-binar. Brandon suka melihat keceriaan Briony. Setelah gadis itu selesai mengamati cupang palsunya, ia menyerahkan sedotan ke tangannya. "Sekarang giliranku. Buatlah satu di sini," Brandon menunjuk lehernya sendiri. Mendengar

Alex mendengus. Dengan kepalan tangan ditempatkan di dinding, ia menatap Briony lekat-lekat. "Itukah tujuanmu? Kau sengaja memintanya berpura-pura menjadi pacarmu agar aku kesal?"Sambil mencibir, Alex menggeleng tegas, "Sayangnya, rencanamu gagal. Aku tidak peduli kau dekat-dekat atau bahkan tidur dengannya. Yang kupermasalahkan adalah akal bulusmu itu. Kau pikir aku akan menyesal sudah membuangmu karena melihat kau dengannya? Jangan harap! Aku justru bersyukur tidak jadi menikahi gadis murahan sepertimu. Jadi hentikan semua permainan menjijikkanmu itu! Sampai kiamat pun, aku tidak akan terpengaruh." Mata Briony mulai memerah. Pundaknya naik turun, terdesak amarah. "Jaga mulutmu! Aku bukan gadis murahan! Dan aku sama sekali tidak bermaksud untuk membuat siapa pun kesal.""Begitukah?" Alex menaikkan alis dan menurunkan volume suaranya. "Brandon itu bukan siapa-siapa bagimu, tapi kau membiarkan tubuhmu disentuh olehnya. Kalau bukan murahan, lalu apa? Gratisan? Atau jangan-jangan, kau

Andrew menghampiri Briony. Ia bertanya, "Apakah kau baik-baik saja?"Briony tersenyum kecil. Ia mengangguk, "Ya. Terima kasih sudah membelaku." "Kau adalah pacar masa depanku, Briony. Tentu saja aku harus membelamu," angguk bocah itu mantap. Briony terbelalak. Kekesalannya mendadak pudar. "Pacar masa depan?" Matanya spontan melirik Alex. Ia mengira pria itu juga akan terkejut. Namun ternyata, Alex hanya memasang tampang kecut. "Kenapa kau menyebutku pacar masa depanmu, Andrew?" selidik Briony kemudian. Andrew tersenyum malu-malu. "Karena aku menyukaimu. Aku akan sangat senang kalau kamu menjadi pacarku. Sayangnya, aku masih kecil. Kita belum bisa pacaran. Kita harus menunggu sampai aku besar. Karena itulah, kamu adalah pacarku di masa depan." Briony ternganga lebar. Matanya berkedip-kedip selagi otaknya menyusun penjelasan. "Tapi itu masih sangat lama, Andrew. Saat kamu dewasa nanti, aku sudah tua. Kamu pasti tidak akan menyukaiku lagi.""Tidak," sanggah Andrew tegas. "Sampai kap

"Brandon? Kenapa kamu ada di sini?" desah Briony, kaget. Andrew terbelalak mendengar nama tersebut. Ia buru-buru mendongak, memperhatikan sosok pria yang menjulang tinggi di hadapannya. "Jadi ini pacar Briony?" pikirnya dengan mulut yang agak membuka. Sementara itu, Brandon menurunkan ponsel dari telinga. "Hei, kenapa teleponku tidak kamu angkat?" "Kamu meneleponku? Maaf. Ponselku masih dalam mode senyap. Aku lupa menyalakan bunyinya," ringis Briony. Brandon tersenyum manis. "Tidak masalah. Yang penting kamu baik-baik saja.""Jadi kenapa kamu datang ke sini? Dan kenapa bajumu santai? Memangnya kamu tidak bekerja?" Briony menunjuk sweatshirt dan chino di tubuh Brandon. Ia ingat betul bahwa pria itu berencana mengenakan turtleneck di kantor. Mungkinkah Brandon ingin memamerkan cupang palsu di lehernya kepada Alex sebelum berangkat kerja?"Aku tidak bekerja hari ini," Brandon tersenyum penuh makna. "Aku mengambil cuti." Briony menggeleng tak mengerti. "Kenapa?" "Karena aku mau mene

Tak ingin lepas kendali, Alex akhirnya menerobos keluar. Pundaknya bersenggolan dengan Brandon. Mata mereka beradu sengit. "Pastikan kalian pulang sebelum aku pulang. Kalau tidak," Alex melirik sang putra, "kau tahu konsekuensinya, Andrew." Bocah itu mengernyit tak suka. Padahal, ia berencana mengajak Briony bermain seharian di luar. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Alex sudah lebih dulu pergi. "Briony, jangan dengarkan Papa. Dia cuma iri saja. Ayo kita ke dokter gigi sekarang!" ajak Andrew. Briony mengangguk. Kemudian, bersama Tuan Carl, mereka pergi ke dokter gigi. Sepanjang jalan, Briony sibuk meladeni Andrew. Bocah itu terus mengajaknya berbincang dan bermain. Saking asyiknya, ia sampai lupa dengan Brandon. Padahal, pria itu terus memperhatikannya dari kursi depan. "Kau dan Andrew kelihatannya akrab sekali," bisik Brandon saat mereka turun dari mobil. Andrew mendengar pertanyaan itu. Ia langsung melirik. Diam-diam, ia menyimak jawaban Briony. "Ya, dia asyik dan imajinas