Semua Bab Cinta di Rumah Bordil: Bab 41 - Bab 50

"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kepalamu bisa terluka?" Emma sedang mengobati Adrian."Aku terpeleset." Adrian menyuguhkan jawaban yang ambigu."Kau ini seperti anak kecil saja!" Emma membersihkan luka menganga dengan @lkohol lalu memberikan salep."Aw! Sakit! Pelan pelan saja Ma!" erang Adrian. "Drrtt!" Ponsel Emma berbunyi. Emma meletakkan bungkus salep di atas meja. Ia melihat layar ponselnya. Di layar, nama Steven terpampang."Untuk apa Steven meneleponku di tengah malam begini?" Emma bicara dalam hati."Siapa yang menelepon? Kenapa Mama tidak mengangkatnya?" tanya Adrian."Halo!" Emma menjawab panggilan telepon. "Ma ini aku. Maaf jika aku menelepon malam malam. Aku hanya ingin memberitahu kalau Elisa sedang dirawat di rumah sakit."Melihat Emma sedang serius bicara di telepon, Adrian diam diam berjalan kembali ke kamarnya."Apa? Elisa sakit? Kenapa tiba tiba sekali?" Steven me

Viola meletakkan sendok dan garpu ya sejajar, menandakan ia telah selesai makan meski perutnya baru terisi sedikit makanan.Viola berjalan kembali ke ruang tengah dengan canggung. Semua orang langsung menatap ke arahnya."Bagaimana makanannya? Enak?" Emma bertanya dengan tersenyum, namun nadanya saat bicara menunjukkan penghinaan.Viola hanya menunduk dan tak menjawab. "Kita beli makanan di luar saja," sahut Steven. "Steven, jangan lupa besok siang ya!" Yasmin menggerakkan tangan dengan ikon telepon."Ya kau tenang saja. Aku akan bawakan semuanya!" Steven tersenyum. Tampaknya selama beberapa jam mereka mengobrol, mereka kembali dekat.Steven dan Viola pun pamit pulang. Emma memeluk Steven. Namun terhadap Viola, ia hanya berjabat tangan. Menunjukkan banyaknya jarak yang terjadi di antara mereka.Sepanjang perjalanan pulang, Steven bernostalgia. Ia malah menceritakan kisah masa kecilnya. Hingga Viola mengetahui

"DuaR!" Tepat di depan matanya, ia melihat seorang lelaki ditemb4k m4ti oleh orang bertopeng. Cairan merah terpercik kemana mana, semua orang lari berhamburan karena takut."Viola! Masuk ke mobil!" teriak Frans.Mau tak mau, Viola naik ke dalam mobil Frans. Frans segera mengemudikan mobilnya menjauh dari kerumunan orang. Mereka berada di jalanan luas bebas hambatan. Frans hanya perlu mengeluarkan kartu hijau dan membayar uang dalam jumlah tertentu. Maka mereka akan tiba di rumah Viola, lebih cepat."Apa yang baru saja terjadi di sana?" ucap Viola ingin tahu."Entahlah. Aku juga tidak paham. Mungkin kasus pembun*han. Karena sakit hati, dendam dan juga politik." Frans menjawab sekenanya."Politik?" ucap Viola yang langsung teringat akan pekerjaan suaminya yang berprofesi sebagai analis kebijakan. "Ya! Seperti suamimu!" sahut Frans yang ternyata juga mengetahui pekerjaan Steven berhubungan dengan pemerintah.

Setelah Viola sampai di rumah, ia segera meminta izin pada Steven. Ia mengatakan jika ia ingin berlibur dengan sahabat dekatnya."Memangnya kalian akan pergi kemana?" tanya Steven."Ke pantai." Viola berbohong. Ia tak ingin Steven tahu, jika ia akan pergi ke Hutan Camar yang pernah ditulis di buku harian mendiang Swastika."Baiklah! Aku akan minta supir kantorku untuk mengantar kalian.""Tidak! Maksudku itu tidak perlu. Ayu tidak suka naik mobil. Dia akan munt4h setiap kali dia naik kendaraan roda 4.""Lalu kalian akan pergi ke pantai naik apa?" tanya Steven."Kereta api." "Baiklah! Terserah kau saja. Aku akan memberikan uang saku yang banyak, agar istriku bisa bertamasya dengan senang." Viola tersenyum. Perdebatan yang terjadi semalam di antara mereka segera menghilang. Keduanya berpelukan.*****Keesokan harinya, Steven bangun lebih awal. Ia tak mengatakan ia hendak pergi kemana. Hanya tert

Ayu diam mematung untuk beberapa saat. Sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti Viola. Namun bayangan Viola telah menghilang dari pandangannya. Yang tersisa hanya jejak langkah kaki Viola di tanah. Ayu mengikutinya jejak langkah kaki tersebut dengan hati hati. Dalam beberapa menit ke depan, jejak kaki menghilang begitu saja. Ayu pun menjadi panik."Viola, kau ini nekad sekali!" Ayu bicara dalam hati.Saat ini, Viola sudah tiba di dekat gedung tua. Dinding gedung tampak terawat, meski berdiri di tengah tengah hutan, tak ada jamur ataupun lumut yang menempel pada dinding."Aaaaa!" Jeritan seorang wanita terdengar. Viola yang penasaran, menyelinap masuk ke dalam gedung tua. Karena saat ini, para penjaga sedang beristirahat di gedung lain yang lokasinya tak jauh dari tempat itu.Viola masuk ke dalam gedung tersebut. Ia melihat ada beberapa meja berjajar rapi. Ada juga perangkat komputer di sana yang monitornya masih menyala.V