All Chapters of Ngakunya Pengangguran, Ternyata Penguasa Dunia : Chapter 251 - Chapter 260

Setelah Lily selesai makan dan merasa puas—perutnya yang tadinya lapar kini kenyang, wajahnya yang tadinya pucat kini berseri—Kael menatapnya dengan senyum hangat."Lily," katanya dengan nada yang tenang namun serius. "Aku tidak akan membawamu keluar dari kota ini."HENING.Lily melebarkan matanya dengan terkejut.Ia menatap Kael dengan tatapan yang penuh dengan ketakutan dan kebingungan."Paman... Kota ini sangat berbahaya. Ada banyak orang-orang jahat..."Namun sebelum Lily menyelesaikan kalimatnya—Kael mengangkat tangannya, menghentikan Lily dengan lembut."Jangan khawatir tentang mereka," katanya dengan nada yang sangat tenang, namun di balik ketenangan itu, ada tekad yang sangat kuat. "Aku akan membersihkan mereka sampai ke titik terkecil. Tujuanku bukan hanya menyelamatkanmu, tapi menyelamatkan semua anak yang bernasib sama sepertimu. Aku tidak akan membiarkan mereka memanfaatkan kalian lebih jauh lagi."Lily menatap Kael dengan mata yang melebar—mata yang penuh dengan kekagum

VOLKOV TOWER - LANTAI 50.Marcus "The Reaper" Volkov duduk di kursi besar di belakang meja kerjanya yang sangat luas—meja kayu mahoni yang mengkilap, dengan berbagai dokumen dan senjata api tergeletak di atasnya.Ia duduk dengan gelisah, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme yang cepat, matanya menatap pintu dengan tatapan yang penuh dengan ketidaksabaran.Ia menunggu.Menunggu Unit Terbaik-nya kembali.Menunggu untuk melihat wajah bajingan yang berani mengusik bisnisnya.Sudah lebih dari setengah jam sejak ia mengirim mereka.Dan belum ada kabar apa pun."Di mana mereka? Kenapa lama sekali?"Marcus mengepalkan tangannya dengan erat, wajahnya menunjukkan ekspresi yang sangat tidak sabar.Ia sangat ingin mengetahui siapa yang begitu bodoh menantangnya di Kota Silverton.Siapa yang berani mengusik Marcus "The Reaper" Volkov?Siapa yang berani menantang raja dunia bawah?"Aku akan membuat dia dan seluruh keluarganya menyesal sudah dilahirkan ke dunia ini!"Namun saat Marcus seda

Kael menatap Marcus yang berteriak kesakitan dengan wajah dingin—wajah tanpa belas kasihan sama sekali.Lalu, tanpa memberikan waktu bagi Marcus untuk bereaksi—Kael menarik tangan Marcus, menariknya lebih dekat.WHOOOOSSHHH!!!Dan dengan gerakan yang sangat cepat—BAM!!!Kael meninju wajah Marcus dengan tangan kirinya.Pukulan itu tidak terlalu keras, hanya pukulan sedang bagi Kael.Namun bagi Marcus...Itu adalah neraka.KRAAAAAKKKKK!!!Suara tulang yang patah dan gigi yang copot terdengar sangat jelas—suara yang mengerikan, suara yang membuat siapa pun yang mendengarnya merasa ngeri.Seluruh gigi Marcus copot seketika—semua giginya, dari yang depan hingga yang belakang, copot dari gusi dengan paksa, berserakan di udara dengan percikan darah yang menyemprot ke mana-mana.Tulang hidungnya hancur total, tenggelam ke dalam wajahnya, darah mengalir deras dari lubang hidungnya.Dan yang paling mengerikan...Mata kiri Marcus pecah.Bola matanya pecah karena tekanan dari pukulan—cairan dar

Van hitam berhenti tepat di depan sebuah penginapan sederhana—Maple Inn, sebuah bangunan dua lantai dengan cat putih yang sudah mulai pudar.Kael dan Lily keluar dari van dengan tenang.Kael membuka pintu masuk penginapan, lalu berjalan menuju meja resepsionis dengan Lily mengikuti di belakangnya.Resepsionis—seorang wanita paruh baya dengan wajah ramah, tersenyum saat melihat mereka."Selamat datang di Maple Inn. Ada yang bisa saya bantu?"Kael menatapnya dengan tenang."Satu kamar untuk gadis ini. Satu malam."Wanita itu mengangguk, lalu mengetik di komputer."Kamar nomor 12, lantai dua. Harganya 50 dollar per malam."Kael mengeluarkan kartu hitamnya, lalu meletakkannya di meja."Bayar untuk dua malam. Gunakan sisanya untuk mengirimkan makan malam ke kamarnya."Wanita itu mengangguk, lalu menggesek kartu dengan mesin pembayaran.Setelah transaksi selesai, ia mengembalikan kartu kepada Kael."Baik, Tuan. Saya akan mengirimkan makan malam sekitar setengah jam lagi."Kael mengambil kun

GUDANG TUA TAK TERPAKAI - KAWASAN INDUSTRI.Di dalam gudang tua yang gelap dan pengap, dengan dinding beton yang retak dan atap yang bocor, seorang pria setengah baya duduk dengan santai di atas sofa lusuh.Namanya Vincent Crane. Pria berusia empat puluh tahun dengan tubuh yang tidak terlalu besar—berat sekitar 80 kilogram, tinggi 175 cm—namun wajahnya keras dan kejam, seolah dia telah membunuh banyak orang dalam hidupnya.Ia adalah pemimpin kelompok mafia kecil di kawasan industri. Kelompok yang mengkhususkan diri dalam pemerasan, perampokan, dan penculikan.Di sebelahnya duduk tiga sahabatnya—ketiga pria itu juga merupakan pemimpin kelompok mafia lain di Kota Silverton.Mereka duduk dengan santai, minum minuman keras, tertawa dan bercanda."HAHAHA!!! Vincent, ingat waktu kita merampok toko perhiasan itu? Pemiliknya sampai kencing di celana!" kata salah satu dari mereka—pria bertubuh besar dengan jenggot tebal."Hahaha! Tentu saja! Dia pikir kita akan membunuhnya!" balas Vincent deng