All Chapters of Tenang, Bos, Aku Cuma Mau Hartamu: Chapter 41 - Chapter 50

Yunita berdiri di bawah atap pintu keluar karyawan sambil memegang payung. Air hujan menciprati ujung celananya."Cuaca buruk macam apa ini! Kenapa hujannya nggak turun lebih cepat atau lambat, malah turun tepat saat aku pulang kerja! Nyebelin banget!"Yunita mengumpat sambil mengeluarkan ponselnya dengan marah dan menelepon pacarnya, Mikkel.Telepon berdering sangat lama. Tepat sebelum sambungan telepon itu terputus secara otomatis, orang di ujung telepon akhirnya mengangkat telepon. Dia terlebih dahulu mendengar suara kepingan mahyong beradu, lalu baru mendengar suara tidak jelas seorang pria beberapa detik setelahnya. "Halo?" Mikkel memiringkan kepala untuk menjepit ponselnya karena sepasang tangannya sedang mengutak-atik kepingan mahyong. Sebatang rokok menggantung di bibirnya.Tanpa perlu berpikir panjang, Yunita tahu bahwa pacarnya sedang bermain mahyong. Amarahnya pun memuncak."Sekarang lagi hujan deras dan aku nggak dapat taksi. Cepat datang jemput aku!""Sekarang?" Orang di

Pada pukul delapan malam, di ruang yoga."Tarik napas, regangkan tubuhnya ...."Finella duduk di atas matras yoga dengan mata terpejam. Dia menarik tulang belakangnya ke atas dan meregangkannya semaksimal mungkin.Untuk mempertahankan bentuk tubuhnya yang sempurna, dia bukan hanya perlu menjaga pola makannya dengan ketat, tetapi juga berolahraga, seperti yoga, pilates, dan yang lainnya. Di luar kegiatan eksternal ini, dia juga memanfaatkan waktu luangnya untuk mengikuti berbagai kursus. Ijazah akademisnya palsu, tetapi wawasannya nyata.Saat Finella mengangkat kaki kanannya ke belakang, ponselnya tiba-tiba bergetar. Itu adalah panggilan dari Leny. Dia perlahan-lahan menurunkan kakinya, lalu mengambil ponselnya dan menjawab panggilan itu"Ibu, ada apa Ibu mencariku?""Besok, datanglah ke tempatku di jam tujuh pagi. Kita pergi ke Kuil Yunari untuk lunasi janji."Nada suara Leny tetap setegas biasanya.Kening Finella sedikit berkerut, tetapi nadanya terdengar sangat patuh. "Baik, Ibu."F

Tepat pukul lima pagi, terasa getaran lembut datang dari pergelangan tangannya. Finella yang mudah terbangun langsung bangun setelah jam tangan pintarnya bergetar kurang dari tiga detik. Dia sengaja memakai jam tangan pintar saat tidur karena takut suara alarm akan membangunkan Christian.Finella mematikan alarm itu dan menggeser tubuhnya dengan hati-hati supaya bisa melepaskan diri dari pelukan Christian. Namun, lengan berotot pria itu menekan pinggangnya dengan kuat. Napasnya terdengar lambat dan teratur.Finella melirik pria itu, lalu bergerak menjauh sedikit demi sedikit. Tepat saat dia hampir berhasil melepaskan diri, terdengar suara rendah dan serak Christian yang masih mengandung rasa kantuk dari atasnya. "Ada apa?" Melihat pria itu membuka mata, Finella langsung mendorong lengannya tanpa ragu, tetapi berkata dengan suara lembut, "Aku membuatmu terbangun?"Christian melirik jam alarm digital di meja samping tempat tidur. Jam itu baru menunjukkan pukul 5.03. Dia pun mengerutkan

Yanti tiba-tiba mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto putrinya. "Leny, lihat! Ini foto-foto Vivi yang diambil minggu lalu."Leny mengambil ponsel itu dan mengangguk. "Vivi makin cantik saja. Haih, andai saja semuanya berjalan lancar, Chris dan Vivi ...." Leny sengaja berhenti di bagian yang mudah membuat orang lain salah paham.Kemudian, kedua orang itu bertukar pandang dan berbalik secara bersamaan. Mereka berjalan menyusuri koridor dan meninggalkan Finella sendirian."Oh iya." Yanti merendahkan suaranya hingga hanya cukup untuk didengar orang di belakangnya, "Kamu punya rencana apa soal pernikahan Chris?"Leny mendesah dan menggeleng. "Ceritanya panjang."Dia melirik ke belakang dan melanjutkan. "Awalnya, kupikir Chris nggak mungkin bisa kembali lagi. Intinya, aku melakukan semuanya demi garis keturunan Keluarga Pradipta. Makanya ...."Leny berkata sepenggal-sepenggal. Dia terkesan takut dimengerti, tetapi juga takut tidak dimengerti orang. "Aku mengerti," ucap Yanti sambil m

Finella berdiri di pinggir jalan dan menyaksikan mobil Keluarga Pradipta melaju pergi. Angin bertiup dan mengacak-acak rambutnya. Dia merapikan rambutnya yang acak-acakan ke belakang telinga dan melihat ke sekeliling. Dia mendapati dirinya sedang berada di kawasan komersial yang ramai."Bagus juga," gumamnya. "Setidaknya aku nggak ditinggal di tempat yang sepi."Hari ini, Finella mengenakan gaun tradisional yang sederhana. Ditambah dengan kecantikannya, dia terlihat sangat menonjol di antara kerumunan dan tidak berhenti menarik perhatian orang yang lewat.Namun, dia tak peduli. Dia merogoh ponselnya dari tas, lalu membuka kontak dan memandangi kata "Suamiku" untuk sesaat. Setelah ragu beberapa detik, dia akhirnya mengunci kembali layar ponselnya. Sudahlah. Dia tidak perlu merusak rencana awalnya hanya demi melampiaskan amarah sesaat. Dinilai dari hubungan mereka saat ini, meskipun dia berhasil mengadu, Christian paling-paling hanya akan merasa kasihan padanya dan menebusnya dengan car