All Chapters of Nafkah Sejuta Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20

"Oh jadi kamu menyesal pindah kerumah ibuku dan keberatan untuk mengurus ibuku?"Aku menahan amarahku karena kesal melihat Andini belum juga menerima keputusanku. Apa salahnya tinggal disini. Ibuku juga memperlakukannya dengan baik. "Aku tak pernah keberatan untuk berbakti kepada ibumu. Tapi kau tak pernah meminta persetujuanku saat mengambil semua keputusan. Aku ini istrimu mas bukan orang lain.""Justru karena kamu istriku kamu harus menurut semua keputusanku. Selamanya kamu tak kuijinkan bekerja. Aku masih mampu menafkahimu."Andini tiba - tiba tertawa terbahak - bahak saat aku mengucapkan hal itu."Nafkahmu hanya untuk ibumu mas. Bukan untuk istrimu. Jadi biarkan aku bekerja dan aku tak akan merepotkanmu lagi. Janji yang baru saja kamu ucapkan saja, sudah kamu ingkari hari ini. Aku hanya berjaga - jaga jika suatu saat kamu kembali memberikan nafkah sejutamu lagi padaku.""Kalau aku tak mengijinkanmu, kau mau apa?" Aku begitu marah mendengar ucapan Andini. "Baik, aku akan pergi d

"Hmnn tapi di... gue pindah ke rumah nyokap gue." Aku menggaruk2 rambutku yang tidak gatal. Seketika Adi membelalakkan matanya saat mendengar ucapanku."Lho kok kamu pindah kerumah ibumu. Bukannya kau sudah ada rumah baru.""Udah aku jual di. Maaf ya aku gak bilang sama kamu." Aku pun merasa tak enak pada Adi karena selama ini dialah yang membantuku."Apa!!! Kamu jual? Kenapa? Trus Andini gimana?" Adi begitu kaget saat mengetahui jika aku sudah menjual kembali rumah itu."Buat renovasi rumah ibuku Di. Gue kasihan rumahnya bocor. Lagipula rumah itu nantinya juga buat aku. Kalau Andini.... dia pergi dari rumah karena marah sama aku. Dan aku gak tau dia ada dimana sekarang.""Apa! Kamu memang gila. Jelas saja dia marah dan memutuskan pergi darimu. Arghh terserah kamu sajalah. Aku pusing melihat sikapmu ini. Tapi satu hal yang harus kamu ingat. Kamu sampai jadi sukses begini, karena doa istrimu di setiap malamnya. Semoga kamu tidak terlambat untuk menyadarinya."Adi meninggalkanku dengan

"Aduh Rima, gak usah repot - repot. Ini banyak sekali. Ibu tak bisa menerimanya."Ibu berpura - pura tak ingin menerima uang itu. Padahal aku tahu jika ibu hanya berbasa - basi saja."Aku mohon diterima ya bu. Aku sudah mengganggap ibu seperti ibu kandungku sendiri. Jadi aku akan bersedih jika ibu tidak menerimanya."Sungguh aku begitu muak melihat mereka berdua. Rima yang ingin mencari simpati ibu, dan ibu mertuaku yang tampak berpura - pura keberatan menerima uang itu."Terimakasih kasih ya nak. Ibu terima. Semoga rejekimu semakin banyak. Gak kayak menantu ibu satu ini gak pernah ngasih ibu duit."Ibu melirikku dengan tatapan tajamnya. Aku hanya menghela nafasku panjang berusaha untuk sabar.Ibu langsung mengantarkan Rima ke depan. Aku kembali ke kamar untuk beristirahat. Kulihat Mas Iqbal tertidur lelap. Kubaringkan tubuhku disampingnya dan kutatap wajah tampannya itu.Dia sebenarnya lelaki yang baik dan penuh kasih sayang. Namun karena baktinya kepada ibunya, dia sampai mengabaika

"Maafkan aku mas. Tak seharusnya aku menggodamu tadi." Rima menangis tersedu - sedu setelah melakukan permainan panas kami."Tak sepenuhnya ini salahmu. Seharusnya aku menolaknya tadi." Ada perasaan bersalah di hati ini. Apalagi aku teringat Andini istriku. Bagaimana sikapnya jika tahu aku sudah tidur dengan wanita lain."Mas bagaimana kalau nanti aku hamil."Sejenak aku terdiam dan menatap Rima yang sudah menutupi tubuhnya dengan selimut miliknya."Itu tidak mungkin. Kita hanya melakukannya sekali. Rima, lebih baik kita lupakan peristiwa malam ini.""Tapi mas kamu sudah menodaiku.""Tapi kamu yang menggodaku Rima. Bukan salahku kalau akhirnya aku melakukannya denganmu."Aku tak ingin disalahkan. Apalagi jika nantinya Rima meminta pertanggungjawaban kepadaku. Semoga saja hubungan ini tak meninggalkan benih di rahimnya.Tak ingin terlalu lama disana, aku bergegas menggenakan kembali pakaianku. Aku meninggalkan Rima sendirian di kamar itu. Rima berteriak memanggilku seakan tak terima de

"Salah siapa kalian mengontrak. Bukannya sudah enak tinggal gratis disini.""Bu, saya sudah cukup bersabar, saat mendapati Mas Iqbal menjual kembali rumah yang sudah dibelinya. Bahkan uang penjualan itu tak sepeserpun aku memintanya. Bahkan selama ini ibu mendapatkan uang gaji Mas Iqbal lebih banyak dari pada aku. Dan dengan terpaksa setahun ini aku harus mengatur uang satu juta itu. Apa ibu pikir, uang sejuta itu cukup untuk kebutuhan sehari-hari kami.""Itu pandai - pandai kamu saja untuk mengaturnya. Karena memang kamu layak hanya menerima satu juta. Kamu hanya numpang hidup kepada Iqbal anakku. Kalau tak ada anakku, kau akan jadi gelandangan. Lebih baik, ibu saja yang mengatur uang gajimu, daripada istrimu. Yang ada nantinya semua uangmu habis.""Hahahaha ...Sayangnya anak ibu lebih menurut padaku. Karena uang nafkah seharusnya diatur oleh istrinya. Jadi ibu terima saja uang itu. Kalau ibu tak mau, lebih baik aku ambil kembali.""Enak saja diambil, sudah diberikan malah diminta la