Lahat ng Kabanata ng Insinyur Termalas Dari Dunia Lain: Kabanata 61 - Kabanata 70

Roda-roda kereta kuda berputar dengan irama yang hampir hipnotis. Di dalam kabin yang mewah dan tertutup rapat, udara terasa pekat oleh kelelahan dan ketegangan yang tak terucapkan. Felicity duduk tegak di sudutnya, tangan berkepal erat di atas pangkuan, berusaha mati-matian menahan kantuk yang nyaris tak tertahankan. Mata hazelnya yang biasanya begitu cerah dan penuh dengan percikan kecerdasan kini dikelilingi lingkaran hitam pekat, merah, dan sedikit bengkak. Kelopak matanya terasa begitu berat, bagai diganjal batu-batu kecil yang menusuk. Theron, yang duduk berseberangan, tak bisa mengalihkan pandangannya dari keletihan yang begitu jelas terpancar dari Felicity. Setiap garis di wajahnya yang masih muda itu seakan bercerita tentang malam tanpa tidur, tentang air mata yang ditumpahkan dalam kesendirian, tentang beban yang seharusnya tidak perlu dipikul seorang gadis berusia enam belas tahun. Dadanya sesak dan hangat oleh perasaan pelik—campuran antara kekhawati

Pintu berat setinggi tiga meter itu terbuka perlahan dengan suara gemuruh yang bergema di Ruang Singgasana. Cahaya dari deretan jendela kaca patri menyapu lantai marmer halus, memantulkan kilau emas dan permata yang menghiasi setiap sudut ruangan megah ini. Di ujung ruangan, di atas singgasana yang ditinggikan dari kayu eboni berukir rumit, duduk Raja Edmund dengan wajah tegang bagai patung. Yang mengejutkan, di samping kanannya berdiri Lysander dengan seragam kebesaran kerajaan lengkap, pedang upacara tergantung di pinggang, wajahnya tak terbaca seperti topeng batu.Ruang itu dipenuhi oleh para penasihat kerajaan yang berwajah serius dan berjubah kebesaran, sekretaris yang siap dengan pena bulu dan tumpukan perkamen di meja kecil, serta para penjaga bersenjata lengkap yang berdiri kaku di sepanjang dinding bagai barisan patung besi. Suasana begitu hening hingga derai napas dan gemerisik kain pun terdengar jelas.Dengan langkah mantap yang dilatih selama bertahun-t

Di koridor istana yang sepi dan megah, dihiasi lukisan-lukisan para pendahulu kerajaan dan lampion kristal yang mulai dinyalakan menyambut senja, bayangan panjang mereka terbentang di lantai marmer yang mengilap bagai cermin. Saat mereka berjalan dengan langkah tegas menuju pintu keluar utama, tiba-tiba seorang pria dengan pakaian sederhana namun dengan mata yang waspada dan tajam mendekat dengan langkah cepat dan diam-diam. Pria itu membungkuk ringan di hadapan Theron, hampir seperti bayangan yang menyapa tuannya, dan membisikkan sesuatu dengan suara rendah yang hampir tak terdengar namun penuh arti."Umpan telah dimakan, Tuan."Theron tidak mengubah ekspresinya yang biasa dingin, hanya mengangguk hampir tak terlihat sebagai tanda persetujuan. Felicity, yang berdiri di sampingnya dengan masih membawa sisa-sisa ketegangan dari ruang singgasana, menangkap pertukaran singkat ini dan langsung memahami maksud di balik kode tersebut. Rencana mereka berjalan sempurna—The

Ketika sosok misterius itu mulai menurunkan kerudungnya, mengungkapkan secuil garis rahang yang tajam dan sehelai rambut perak yang terjalin sempurna, tiba-tiba terdengar suara derap kaki cepat dari segala arah—seperti puluhan hantu yang bergerak dalam keselarasan mematikan. Sebelum Theron atau anak buahnya yang tersembunyi di atap dan semak-semak sempat bereaksi, sekelompok tentara bayaran berpakaian hitam pekat dengan armor ringan menyergap dari kegelapan seperti kawanan serigala yang keluar dari bayang-bayang."Disergap! Formasi pertahanan!" teriak salah satu anak buah Theron tepat sebelum sebuah panah berduri beracun menancap di lehernya, membuatnya tersungkur dengan suara berat dan mata yang masih terbelalak ketakutan.Kekacauan langsung pecah bagai badai yang melanda dengan tiba-tiba. Theron yang sebentar lagi bisa melihat wajah dalang di balik semua konspirasi ini, kini terpaksa berbalik menghadapi ancaman baru yang jauh lebih terorganisir daripada yang dipe

Kereta Theron baru saja berhenti di halaman depan Kediaman Ashworth ketika pintu utama terbuka dengan keras. Felicity muncul dengan tergesa-gesa, rambutnya yang biasanya tertata rapi kini terurai berantakan mengenakan gaun tidur sutra putih yang hanya dibalut jubah tipis. Wajahnya pucat, matanya membesar penuh kepanikan."Theron!" teriaknya, berlari menuruni tangga marmer tanpa mempedulikan kedinginan pagi buta. "Kau terluka!"Theron yang baru saja turun dari kereta terpana melihat penampilan Felicity. "Flick, apa kau gila? Keluar dengan pakaian seperti itu—""Diam!" potong Felicity dengan suara bergetar, tangannya sudah meraih lengan Theron yang terbungkus perban darurat. Perban yang sudah basah oleh darah segar yang terus merembes. "Higgins bilang dia melihat darah di bajumu... Tapi ini... ini parah!"Dengan tangan gemetar, Felicity mulai membuka perban darurat yang dibalutkan Theron dengan asal. Saat perban terlepas, dia menarik napas tajam mel