“Sekarang kamu ikut saya.”Kalimat itu jatuh begitu saja dari bibir Nicholas. Dingin. Datar. Tanpa drama. Tapi buat Jeanicka—itu seperti sirene bahaya, alarm kebakaran, bahkan trompet kiamat.“I-ikut, Pak?” Jeanicka terlonjak dari kursi rotan, tubuhnya nyaris terpeleset kalau saja tangannya tidak cepat-cepat meraih sandaran. “Tunggu, tunggu. Ikut ke mana, Pak?”Nicholas menatapnya lurus. Diam. Tidak berkedip.Jeanicka langsung panik. “Oke, saya tahu saya bilang bakal lakuin apa aja buat Bapak. Apa pun. Iya, iya. Tapi itu bukan berarti saya mau melakukan segala tindakan kriminal, Pak! Saya tegasin, bukan Tindakan kriminal!”Mata Nicholas masih menusuk, dingin seperti es Arktik.“Kriminal tuh bahaya, Pak. Serius. Saya nggak mau jadi kaki tangan drug dealer. Jangan-jangan Bapak tuh sebenernya bukan CEO, tapi gembong narkoba? Hah? Orama Group cuman kedok doang? Astaga… saya nggak siap masuk BNN list.”Nicholas tidak menjawab. Tatapannya lurus, menusuk, seakan menembus sampai ke dasar piki
Last Updated : 2025-09-29 Read more