Semua Bab Dibuang Keluarga, Diperistri CEO Berkuasa: Bab 41 - Bab 50

Kevin tercengang di tempatnya. Dia tidak percaya bahwa Evelyn yang mengatakan hal seperti itu di hadapannya. Padahal dia ingat dengan jelas mata yang tidak mau mengakui bahwa dia diusir dari rumah. Namun, Evelyn sekarang dengan lantang tidak lagi peduli pada keluarganya. Bahkan terhadap dirinya sendiri. Perasaan Kevin rasanya campur aduk. Seolah ada sesuatu yang hilang, tapi dia tidak tahu itu apa. Saat bertatap muka dengan Evelyn, mata yang biasanya tampak malu saat memandangnya itu kini terlihat dingin dan tanpa perasaan. “Evelyn, jangan seperti itu,” kata Kevin setelah bergulat dengan hatinya sendiri. Nadanya tanpa sadar sedikit melembut, “Kita telah lama saling mengenal. Kamu tidak seperti ini sebelumnya. Kamu selalu patuh dan tidak pernah melawan.” Evelyn terdiam mendengar Kevin mengatakan hal itu. Ternyata di matanya, dia orang yang patuh. Apakah laki-laki ini tidak melihat bagaimana dia berjuang hanya untuk bersuara di rumahnya sendiri? “Ternyata aku seperti itu di matam

Satu Minggu pun berlalu. Acara pembukaan untuk resort pun telah sampai pada harinya. Evelyn bersiap-siap di dalam kamar. Berdandan tipis dan berpakaian nyaman agar bisa bergerak di dapur nantinya. Evelyn sudah mendapatkan kompensasi berupa uang dari Kevin. Meski ada beberapa pesan masuk dari nomor baru yang dia yakini adalah Kevin, Evelyn tidak mau berpikir jauh. Dia hanya memblokir nomor itu dan mengabaikan kata-kata ancaman dan lain sebagainya. Sebab itulah Evelyn bisa berdandan rapi dan bersiap untuk pergi ke acara pembukaan dan peresmian resor dengan persiapan yang memadai.Setelah selesai, Evelyn kemudian langsung menuju ke teras depan rumah. Berniat menunggu Ernest untuk berangkat bersama-sama.Pikiran Ernest pun sama, dia berpikir Evelyn akan berdandan sedikit lama, jadi dia berniat menunggu di ruang tamu. Ternyata mereka berdua saling bertemu di waktu yang bersamaan.“Tuan Ernest,” sapa Evelyn lebih dulu saat melihat Ernest yang baru saja datang dari arah kamarnya.Ernest ha

“Evelyn, kau kah itu?”Evelyn menoleh setelah mengelap tangannya menggunakan tisu. Wajah seorang pria terlihat familiar dan tersenyum lembut serta ramah ke arahnya membuat Evelyn tersenyum lebar.“Gerald?” tanya Evelyn memastikan.Gerald tertawa setelah Evelyn menanggapinya, “Ya, ini aku. Ternyata itu benar kamu Evelyn. Aku takut salah orang saat menyapa tadi.”“Ini aku,” kata Evelyn dengan ceria. Selain Mia, Gerald termasuk teman yang selalu percaya padanya. “Apakah kamu bekerja di sini? Sudah lama kita tidak bertemu. Kamu juga jarang muncul di grup alumni.”“Aku direkrut sementara di sini karena jalan teman. Aku mungkin akan kembali ke bisnisku sendiri setelah acara ini selesai,” kata Gerald memberi penjelasan.“Sungguh beruntung aku bertemu kenalan di sini,” ujar Evelyn tidak menutupi rasa senangnya. “Apalagi kamu sedang menjalani bisnis sendiri, itu menakjubkan! Pantas saja kamu jarang muncul di grup alumni.”Gerald hanya menanggapinya dengan senyuman malu dan tangan yang tanpa sa

Ruangan itu akhirnya jatuh ke dalam keheningan yang mencekam total. Tidak ada satu pun yang berani bersuara. Bahkan bernapas pun rasanya menjadi sangat sulit. Apalagi tatapan dari Ernest yang seolah bisa menguliti mereka dengan mudah.Raya dan dan Hana sebagai orang yang ada id balik peristiwa ini menundukkan kepala dengan rendah. Tidak berani untuk melirik sedikit pun. Hanya saja saat Raya melirik sedikit ke atas, matanya tidak sengaja melihat ke arah Evelyn yang berdiri dengan gaun cantik tak jauh dari tempat Ernest duduk.Kecemburuan di matanya tidak bisa dia kendalikan. Baru ketika Hana diam-diam mencubitnya, aya dengan enggan menundukkan pandangannya.Sayang sekali, pergerakan kecil di tengah amarah Ernest dan juga keheningan ruangan itu tidak luput dari pengawasan mereka yang sangat menginginkan kebenaran.“Kalian benar-benar tidak mau mengaku?” tanya Ernest sekali lagi penuh isyarat ancaman.Sang manager kembali bersuara dengan suara kecilnya, “Tuan Ernest, maaf jika saya lanca

Setelah mengatakan semua yang terjadi, Evelyn akhirnya bernapas lega. Melihat tangisan Raya sebelumnya, Evelyn tidak kuasa menahan diri. Seperti melihat masa lalunya yang menyedihkan.Evelyn mendengar bisikan Ernest yang nyaris tidak terdengar kalau merespon dengan cepat, “Mungkin kita bisa bertanya secara pribadi dengan yang tadi menangis?”Ziya mengerutkan kening atas respon Evelyn. Beranikah dia menyuruh Ernest melakukan apa yang dia inginkan?Yang mengejutkan, Ernest justru diam sambil meneliti ekspresi dan sikap Evelyn dengan menyeluruh, sebelum kemudian tersenyum tipis.“Kalau begitu kamu bisa melakukannya,” kata Ernest sambil menatap mata Evelyn.Evelyn yang ditatap sedemikian rupa tersipu. Padahal Ernest hanya mengatakan hal yang terdengar normal, tapi entah kenapa dia merasa Ernest sedang menggodanya.Di sisi lain, Ziya bolak-balik melihat antara Ernest dan juga Evelyn beberapa kali. Keningnya pun berkerut semakin lama dia mencoba untuk memahami situasi dua orang tersebut.Un