Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu의 모든 챕터: 챕터 101 - 챕터 110

Ruang Kerja Permaisuri – Satu Bulan Pasca PenobatanSurplus anggaran itu seharusnya membuatku senang. Seharusnya.Di atas meja bajaku, terhampar laporan keuangan dari "Distrik Zero" (eks-Ashvellan). Angkanya fantastis. Kami telah menyita ribuan ton emas dan mithril. Secara teori, Arethian kini adalah negara terkaya dalam sejarah benua.Tapi ada satu angka yang membuat darahku dingin."Lady Vance," kataku, suaraku rendah. "Jelaskan laporan inventaris tambang Sektor 4 ini."Lady Vance, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, tampak gelisah. Dia memilin ujung kipas sutranya."Itu... anomali, Yang Mulia," jawabnya. "Para penambang melaporkan bahwa 'Obsidian' di kedalaman Sektor 4 memiliki sifat yang tidak biasa. Saat digali, beratnya normal. Tapi saat dibawa ke permukaan... beratnya bertambah dua kali lipat setiap jam.""Dan bukan hanya beratnya," sela Finn, yang muncul dari bayangan di sudut ruangan. Wajahnya serius, ti

Bursa Efek Valeria – Kota BankirKepanikan memiliki suara yang khas. Bukan teriakan perang, tapi dengungan rendah ribuan suara ketakutan yang perlahan berubah menjadi histeria.Di lantai bursa Valeria yang megah—sebuah aula marmer putih yang biasanya tenang dan steril—suasana hari ini kacau balau.Papan pengumuman kristal di dinding berkedip merah.ARETHIAN MENARIK DANA CADANGAN.HARGA MITHRIL JATUH 40%.LIKUIDITAS BANK SENTRAL KRITIS.Para pedagang berlarian, kertas-kertas beterbangan."Jual! Jual semuanya!" teriak seorang bangsawan gemuk, keringat membasahi kerah sutranya. "Mata uang kita didukung oleh Mithril Arethian! Jika mereka memutus pasokan, uang kertas ini hanyalah sampah!"Di tengah kekacauan itu, berdiri agen-agen Lady Vance. Mereka tenang, mengenakan setelan hitam rapi. Mereka tidak berteriak. Mereka hanya berjalan ke loket pencairan dengan tumpukan surat berharga."Perintah Permai

Anjungan Leviathan One – Kondisi KritisLaut tidak lagi cair.Di sekeliling armada kami, air laut mendesis dan menggelegak. Bukan karena panas, tapi karena struktur molekul air sedang dipaksa berubah secara paksa.Dari kedalaman yang hitam, pilar-pilar raksasa mencuat keluar.KRAAAAK!Pilar-pilar itu bukan tentakel daging seperti Kraken milik Malakor. Mereka berbentuk geometris, tajam, dan terbuat dari obsidian hitam yang berdenyut dengan urat ungu—persis seperti sampel di lab.Mereka tumbuh dengan kecepatan yang menakutkan, menusuk langit seperti jarum-jarum raksasa."Hindari pilar itu!" teriak Laksamana Gherman, memutar kemudi dengan liar.Leviathan One miring tajam ke kiri, nyaris menghindari tusukan pilar obsidian setebal menara kastil yang baru saja muncul dari permukaan.Tapi kapal di sebelah kanan kami, Vance's Pride, tidak seberuntung itu."Awas! Di bawah lambung!" teriak pengamat.

Kubah Udara Kota Kaca – Kedalaman 3000 MeterLeviathan One didorong masuk melalui selaput lendir raksasa yang berfungsi sebagai airlock magis. Saat kapal menembus selaput itu, air di sekitar kami surut, digantikan oleh udara yang lembap, asin, dan sangat dingin.Kami berada di dalam kubah oksigen di tengah kota dasar laut."Tekanan stabil," lapor Finn, memeriksa pengukur di pergelangan tangannya. "Tapi udaranya tipis. Jangan banyak bergerak, atau kalian akan pingsan."Pintu palka kapal terbuka. Aku, Darrius, Finn, dan Magus Valerius melangkah keluar ke dermaga yang terbuat dari koral hitam yang dipoles.Kami segera dikepung. Bukan oleh tombak, tapi oleh tatapan.Ribuan Merfolk—warga sipil, bukan hanya tentara—menonton dari balkon menara kaca mereka. Mereka berbisik-bisik dalam bahasa klik dan siulan. Tatapan mereka penuh permusuhan. Bagi mereka, kami adalah alien yang membawa racun panas.Pangeran Tethys menunggu di ujun

Kabin Medis Leviathan One – Perjalanan PulangRasanya seperti ada pecahan kaca yang mengalir di pembuluh darahku.Aku terbangun dengan sentakan, napasku memburu. Udara di kabin medis terasa hangat, tapi aku menggigil hebat. Tumpukan selimut bulu menindihku, tapi rasanya tidak ada gunanya."Shh... tenang," suara Darrius terdengar di sampingku. Tangannya yang hangat dan kasar menggenggam tanganku yang sedingin es.Aku menoleh. Wajah Darrius tampak lelah, matanya merah. Dia sepertinya tidak tidur sejak kami meninggalkan Valeria."Berapa lama?" tanyaku, gigiku bergemeletuk."Enam jam," jawabnya. "Magus Valerius harus menyedot hawa dingin dari tubuhmu secara manual. Jantungmu sempat berhenti berdetak selama satu menit penuh, Rania."Ketakutan melintas di matanya saat dia mengatakan itu. Kaisar yang tidak takut pada pasukan mayat hidup, gemetar saat mengingat jantung istrinya berhenti.Aku mencoba duduk, tapi dadaku t