Lahat ng Kabanata ng Madu Pemberian Ipar : Kabanata 61 - Kabanata 70

Keduanya serentak menoleh ke arah sumber suara. Di sana mereka melihat Yanto yang baru pulang dari kantor sedang berdiri terpaku dengan mata melotot melihat ke arah mereka."Ada apa ini?" tanya Yanto sambil berjalan mendekati istri dan adiknya itu.Runi yang merasa cengkraman pada tangannya mulai longgar, segera menyentakkan tangannya hingga terlepas kemudian berlari menghambur ke arah Yanto."Hiks...hiks...hiks...sakit, Bang." Runi berakting dengan air mata palsunya untuk menarik simpati Yanto. Dia menjatuhkan diri dalam pelukan Yanto sambil menangis terisak-isak. Sementara itu, Viana membuang pandangan ke arah lain, muak melihat sikap Runi yang penuh dengan kepalsuan."Sakit apanya?" tanya Yanto."Ini, tanganku dan pipiku. Mbak Viana menamparku dua kali trus mencengkram tanganku kuat-kuat sampai merah begini," adu Runi.Yanto memperhatikan bagian-bagian tubuh yang dimaksud Runi dan memang benar, di bagian tersebut terdapat bekas kemerahan

Keesokan harinya, perang dingin antara Yanto dan Viana masih berlangsung. Entah mengapa pasangan suami istri yang biasanya selalu rukun dan adem itu, kini tampak seperti musuh. Mereka keukeuh berpegang pada ego masing-masing. Yanto bertahan dengan pemikirannya bahwa Viana yang bersalah karena telah menampar Runi dan tidak mau mendengarkan perkataannya dan Viana yang masih kesal dengan sikap plin plan suaminya itu, kemarin dulu berjanji akan bersikap tegas pada Runi, tetapi hanya dengan modal air mata buaya Runi serta membawa-bawa nama almarhum kedua orang tua mereka, membuat Yanto langsung berubah sikap.Runi yang memperhatikan hal tersebut dari kejauhan tersenyum senang. Dalam hati dia berharap semoga perang dingin ini berlangsung lama sehingga lama kelamaan Yanto menjadi jenuh dan mulai berpikir untuk meninggalkan Viana.Dibuai dengan pemikiran demikian, Runi berjalan dengan langkah lebar dan wajah ceria menuju meja makan untuk ikut bergabung sarapan dengan Yanto yan

Saat hendak tiba di perempatan jalan yang tidak jauh dari rumahnya, Yanto dan Runi bertemu dengan serombongan ibu-ibu yang sedang mengelilingi sebuah gerobak tukang sayur.Sebagai sedikit basa basi, Yanto memencet klakson motornya dan menganggukkan kepalanya ke arah ibu-ibu tersebut sambil terus melajukan motornya. Beragam respon diterimanya, ada yang balas mengangguk , ada yang tersenyum, ada yang diam saja, bahkan ada yang fokus memandang Runi yang sedang boncengan di belakang Yanto dan memasang wajah angkuhnya. Runi merasa tidak level kalau harus menyapa ibu-ibu tersebut. Dia seolah lupa akan video viralnya yang memalukan itu dan tanpa dia ketahui, sebentar lagi dia akan menjadi bahan ghibahan para ibu itu."Eh Tuti, itu yang namanya Yanto, ya? Penghuni baru yang ngontrak rumah Bu Wilis?" tanya seorang ibu pada perempuan paruh baya yang berdiri di sampingnya."Iya," jawab Bu Tuti yang rumahnya memang berada persis di samping rumah Yanto."Apa perempuan

Yanto menghembuskan nafas kasar. Dalam hatinya, dia merasa sedikit kecewa karena Runi masih belum mau berusaha mendekatkan diri dengan Viana. Padahal Yanto sangat berharap sekali kalau Viana dan Runi bisa akur sehingga keduanya tidak perlu saling bersitegang setiap saat."Ya sudah kalau begitu. Tapi jangan kelamaan pulangnya," tutur Yanto akhirnya."Oke, Abangku sayang. Udah sana... buruan berangkat gih, nanti telat, lho." Runi mengusir Yanto dengan halus.Yanto pun segera melajukan motornya meninggalkan tempat itu, diikuti oleh pandangan Runi hingga Yanto dan motornya menghilang di ujung jalan.'Aku disuruh cepat pulang? Idih, sorry banget ya, bang. Ngapain aku di rumah berdua dengan perempuan mandul itu, ngeliat wajahnya aja aku udah eneg apalagi harus lama-lama berduaan dengannya. Bisa-bisa nanti aku ikut ketularan mandul'.Sambil mengibaskan rambut sepunggungnya, Runi mengayunkan langkah memasuki kafe. Namun tiba-tiba, langkahnya terhenti sejen

"Apa maksud Lo bertanya demikian? Lo ingin mengejek gue, nyindir gue?" tukas Runi dengan emosi kendati suaranya bernada rendah."Sabar...sabar Run. Gue nggak ada maksud demikian. Sini, gue bisikin alasannya."Seusai berkata demikian, Santi kian mendekatkan wajahnya kemudian berkata dengan suara lirih."Gue lagi ada gebetan baru. Suami orang juga. Dia selalu ngajakin gue ML, tapi gue belum mau meladeninya karena selama ini menurut gue hanya suami gue saja yang mampu memuaskan gue. Makanya, gue mau tanya pendapat Lo, enak nggak rasanya main dengan suami orang. Kalau enak, gue jabanin deh keinginannya. Lumayan, gue bisa dapat banyak uang sekaligus kepuasan," tutur Santi to the pointBukannya terkejut mendengar penuturan Santi tersebut, Runi malah tampak memasang wajah datar. Kelihatannya kedua perempuan ini sebelas duabelas perangainya. Sama-sama tukang selingkuh."Duit Lo kan udah banyak. Ngapain masih ngejar duit laki orang?" tanggap Runi dengan mal