Semua Bab Madu Pemberian Ipar : Bab 51 - Bab 60

Setelah mengembalikan motor beserta kuncinya kepada Hadi, Yanto dan Viana langsung menemui Dokter Susan yang kebetulan sekali pada pagi itu baru selesai melakukan operasi sesar pada salah seorang pasiennya."Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" tanya Yanto ketika mereka sudah berada dalam ruangan Dokter Susan. Perasaan cemas membayang di wajahnya."Pak Yanto tidak perlu khawatir. Saat ini kondisi Bu Runi sudah stabil. Pendarahannya juga sudah berhenti. Sekarang Bu Runi sedang dalam proses pemulihan. Jika kondisinya masih terus seperti ini selama dua hari ke depan, maka esok harinya Bu Runi sudah bisa pulang," jelas Dokter Susan sambil tersenyum.Yanto dan Viana menarik nafas lega mendengar penjelasan Dokter Susan."Terima kasih, Dok. Kalau begitu, apa sekarang kami boleh menjenguk Runi?" tanya Yanto"Tentu saja boleh. Silakan saja, Pak," jawab Dokter Susan.Yanto dan Viana segera meninggalkan ruangan Dokter Susan menuju ke ruangan Runi. Di ten

"Jadi Abang juga berfikir kalau aku perempuan murahan? Jahat kamu, Bang. Aku bukan perempuan murahan, aku dan Mas Aldo saling mencintai. Andaikan Abang dan Silvia mau berbesar hati menerima hubungan kami, semua ini tidak akan terjadi dan anakku akan selamat. Kalian benar-benar tidak punya hati nurani!" seru Runi yang masih keukeuh tidak merasa bersalah.Hal tersebut membuat Yanto menjadi gusar."Pakai otakmu sedikit, Run! Mana ada aku melarang kalian menikah, terlebih lagi setelah kamu hamil begitu. Jujur, awalnya aku menentang hubungan kalian karena dalam hal ini kamu adalah seorang pelakor., tapi setelah mengetahui kamu hamil, bukankah aku menyuruh Aldo untuk bertanggung jawab? Bahkan demi menjaga nama baikmu, aku rela menahan malu meminta izin kepada Silvia agar melepaskan suaminya untukmu. Apa itu masih kurang bagimu? Apa kau ingin aku mengemis-ngemis, bersujud dan memohon-mohon di depan lelaki bajingan itu, hah?! Itu yang kau mau?!" bentak Yanto dengan emosi.

"Mas, aku nggak suka sama si Feyla itu. Caranya memandangmu dan memujimu menunjukkan kalau dia ada rasa sama kamu." Viana melontarkan prasangkanya."Feyla? Siapa Feyla?" tanya Yanto bingung karena dia memang belum tahu nama perempuan yang berbicara dengan istrinya itu."Itu, perempuan tadi. Masa kamu nggak bisa ngerasa, Mas?" ungkap Viana dengan wajah ditekuk."Ah, nggak mungkinlah. Wong dia baru pertama kali bertemu dengan mas. Mana bisa secepat itu suka sama orang yang baru dikenal," tampik Yanto"Tapi aku bisa merasakannya, Mas. Sepertinya dia ada perasaan sama kamu," keukeuh Viana."Tidak ada lah itu, Dek. Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Mas nggak ngerasa kayak gitu kok. Namun, biarpun demikian, kamu tidak perlu khawatir. Mas hanya mencintai kamu dan akan selalu setia padamu.""Bener, ya? Awas kalau Mas bohong. Sempat Mas berani ngeduain aku, aku akan langsung meninggalkan Mas karena aku nggak mau dimadu," ancam Viana."Eh, jan

Yanto membuka pintu pagar lalu berjalan masuk ke dalam dengan diikuti oleh Runi. Setibanya di depan pintu rumah, dia mengangkat satu tangannya, bersiap untuk mengetuk pintu.Akan tetapi, belum sempat tangannya menyentuh pintu, tiba-tiba saja pintu dibuka dari dalam rumah dan dari balik pintu itu muncullah sosok Viana."Sudah sampai, Mas? Aku baru saja mau keluar karena aku mendengar suara mobil di depan rumah.""Iya, Dek. Baru saja kami sampai."Tatapan Viana kini beralih pada Runi."Bagaimana kondisimu sekarang, Run?" tanya Viana sedikit berbasa basi."Ya jelas sudah baikan lah, Mbak. Kalau keadaanku nggak baik-baik saja, dokter pasti masih menahan aku untuk tetap berada di rumah sakit," balas Runi dengan ketus."Runi, tolong bersikap sopan sedikit pada mbakmu. Dia menanyakan keadaanmu, apa salahnya kau menjawabnya dengan baik-baik juga," tegur Yanto yang menyadari ketersinggungan Viana."Lha, ini kan sopan aku menjawabnya, la

"Runi! Runi! Bangun! Sudah jam berapa ini!" teriaknya di depan pintu.Hening, tak ada sahutan dari dalam kamar. Yanto kembali mengetuk pintu kamar Runi bahkan terkesan menggedor pintu tersebut.Beberapa menit kemudian, barulah terdengar Runi bersuara dari dalam kamar."Iya, iya...tunggu sebentar. Masih pagi gini udah main gedor kamar orang," sungut Runi."Emang masih pagi, tapi ini udah waktunya bangun. Bukankah kamu abang suruh untuk cari kerja hari ini?" ujar Yanto.Tak lama kemudian, pintu kamar Runi terbuka dan keluarlah Runi dari dalam sana dengan penampilan yang acak-acakan, bahkan masih nampak sisa ileran di sudut bibirnya. Hal tersebut membuat Yanto sedikit ilfeel melihatnya."Ish, jorok banget kamu. Sana, pergi mandi dulu lalu kita sarapan."Setelah berkata demikian, Yanto langsung meninggalkan Runi yang masih sibuk menguap berkali-kali. Dengan langkah yang sedikit terhuyung-huyung, dia berjalan menuju ke kamar mandi.