Semua Bab Pernikahan Lelucon: Cinta Tulus Lenyap Bersama Abu: Bab 71 - Bab 80

Setelah berkata demikian, Clara berjalan ke sisi kanan ranjang, membuka selimut lalu berbaring. Dengan punggung menghadap ke sisi tempat Rendra tidur, Clara tidak berkata apa-apa lagi. Saat itu barulah Rendra menoleh memandang Clara.Ucapannya tadi memang sangat menusuk, sampai Rendra tak menyangka sama sekali.Setelah menatap Clara cukup lama, barulah Rendra memalingkan pandangan, lalu dia mengambil pakaian dan pergi ke kamar mandi tanpa sepatah kata pun.Tak lama kemudian, setelah selesai mandi dan keluar, Clara masih dalam posisi membelakanginya dan berbaring menyamping. Rendra mengeringkan rambutnya, lalu mematikan lampu dan berbaring di sisi Clara.Kamar hanya menyisakan lampu tidur kecil. Rendra menoleh sekilas pada Clara. Melihat Clara masih diam dan tetap memunggunginya, Rendra ikut berbaring menyamping dan langsung menarik Clara ke dalam pelukannya.Saat itu, Clara belum tidur. Tangan kanannya segera menahan lengan Rendra. Namun, Rendra justru memeluknya lebih erat.Clara memp

Mendengar pertanyaan Rendra, Clara menoleh sekilas pada Sutan, lalu berkata, "Malam ini aku di rumah menemani Kakek. Nggak pulang ke Awana Bay."Kalau ini terjadi beberapa waktu lalu saat Delisha masih tinggal di Awana Bay, Clara masih harus menghargainya dan tetap pulang. Namun, belakangan ini Delisha tidak tinggal di sana, jadi Clara sudah tidak punya banyak beban pikiran.Di sisi lain, Rendra mendengar perkataan Clara, tapi tidak bersuara.Melihatnya terdiam, Clara berkata padanya, "Kalau nggak ada apa-apa, aku tutup dulu ya. Kamu istirahatlah."Belum menunggu jawaban dari Rendra, Clara langsung menutup panggilan, lalu kembali melanjutkan permainan catur bersama Sutan.Di Awana Bay, Rendra mendengar bunyi nada terputus dari telepon, lalu langsung melemparkan ponselnya ke meja di samping. Dengan kedua tangan masuk ke saku celana, Rendra menatap pemandangan malam di halaman, wajahnya gelap dan muram.Dulu, Clara selalu bergadang menunggunya pulang. Sekarang, giliran dia yang tidak bis

Mendengar ucapan itu, Renata menatapnya dan berkata, "Sudah pasti bukan karena ayah dan ibuku. Kak Rendra nggak sepatuh itu. Kalau dia sepatuh itu, kalian berdua nggak akan sampai ke tahap ini. Ayah dan ibuku pun mungkin sudah gendong cucu.""Lagi pula soal proyek, beberapa proyek besar yang dipegang Kak Rendra itu sudah lama ditandatangani. Dia nggak kerja bertahun-tahun pun nggak masalah. Dan kerja sama dengan pemerintah itu, kemungkinan dua hari ini bakal ada konferensi pers."Mendengar kata-kata Renata, Clara yang sedang memegang peralatan makan pun mengangkat kepala, lalu menatapnya.Jadi, selama ini dia menyuruh orang mengawasi Rendra begitu lama ternyata sia-sia. Proyeknya sudah lama ditandatangani. Padahal beberapa hari lalu dia bilang belum selesai dan masih perlu setengah bulan lebih.Memandang tatapan terkejut Clara, Renata berkata lagi, "Clara, kamu dibohongi lagi sama Kak Rendra."Melihat Renata, Clara bahkan sudah tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya bisa memasang eksp

Sampai di ruang tamu, benar saja Jonas juga datang. Keduanya jelas minum alkohol.Melihat Clara turun dari lantai dua, Jonas menyelipkan kedua tangan ke dalam saku celana. Dia mendongak menatap Clara, lalu tersenyum sambil berkata, "Clara, orangnya sudah aku antar pulang buat kamu."Clara berjalan mendekat sambil tersenyum. "Maaf merepotkan."Rendra menoleh ke arah Jonas dengan agak culas dan berkata, "Jonas, kamu pulang saja. Aku bisa sendiri kok.""Baiklah." Jonas tersenyum membalas, lalu melihat Clara dan menepuk lengannya pelan, "Clara, aku pulang dulu ya. Aku serahkan Rendra padamu."Kata-kata dan gerak-gerik Jonas, selain sekadar berpamitan, jelas juga mengandung penghiburan dan simpati. Simpati karena Clara diabaikan, simpati karena sebagai istri, dia justru menjadi orang luar dalam kehidupan Rendra.Clara mengangguk ringan. "Baik."Di samping, Rendra berkata dengan suara datar, "Jonas, dia bukan anak tiga tahun, nggak perlu dihibur."Jonas cepat-cepat menoleh menatap Rendra. Se

Melihat mobil melaju naik ke jalan layang, melihat gedung-gedung melintas cepat di depan matanya, mata Clara memerah.Clara memegang gagang pintu mobil erat-erat. Dia tidak ingin terus ditarik-ulur oleh Rendra.Namun, mengingat Zafran masih menunggunya, mengingat dia sudah berjanji pada Zafran untuk pulang menemaninya bermain catur, Clara pun diam-diam menarik kembali tangannya dari gagang pintu.Dia tidak lagi tawar-menawar dengan Rendra, tidak membesar-besarkan suara, hanya menoleh kembali. Tatapannya kabur saat memandang pria itu. Dengan pelan, dia bertanya, "Rendra, kamu merasa kehidupanku selama tiga tahun ini sangat baik ya?"Mendengar itu, Rendra melepas tangan kanannya dari setir. Dia mencubit belakang leher Clara dengan ringan, lalu menyahut dengan dingin, "Belakangan ini aku 'kan sudah sering pulang. Jangan dramatis begitu."Kebahagiaan dan kesedihan manusia tidak pernah bisa saling dipahami.Sentuhan Rendra membuat Clara mual, tetapi dia tidak meledak. Dia hanya menatap Rend