All Chapters of Simpanan Tuan Torres: Chapter 11 - Chapter 20

Setelah kelelahan melanda, Julia terlelap dengan napas teratur dan wajah yang tampak damai. Diego tersenyum tipis dan mengecup bahu telanjang Julia. Pandangannya lantas terfokus pada sebuah sayatan kecil yang samar di sisi kanan leher Julia. Julia sendiri enggan mengungkapkan kebenaran tentang luka itu, namun kecurigaan Diego langsung tertuju pada Miguel, kekasih Julia yang juga seorang akuntan dan rekan kerjanya di lantai tiga. ​"Jika benar ini ulah Miguel, aku akan memastikan dia menghadapi kesulitan," batin Diego geram. Ego Diego sebagai majikan dan 'pelindung' Julia terasa tercubit, apalagi mengingat bahwa baik Miguel maupun Julia berada di bawah kekuasaannya sebagai karyawan. ​Diego meraih pakaian yang berserakan, mengambil ponsel, membersihkan diri, dan kemudian beranjak keluar kamar untuk menelepon Pablo, asisten pribadinya. "Tolong segera cari seseorang untuk mengawasi Julia dari kejauhan. Saya harap sore ini sudah ada orang yang bisa diandalkan, Pablo.

Diego merangkak sedikit mendekat, lalu menarik selimut tebal itu dengan hati-hati hingga menutupi tubuh telanjang Julia. Meskipun tindakannya ini adalah gestur kepedulian fisik, hal itu tidak menghapus dominasi dan kekejaman emosional yang baru saja terjadi."Istirahatlah," bisik Diego pelan, suaranya kini kembali tenang, seolah adegan penuh paksaan tadi hanyalah urusan rutin. Ia menepuk bahu Julia dengan sentuhan singkat, sebuah perpisahan sebelum ia sendiri berbaring di samping Julia, menghadap ke langit-langit, membiarkan keheningan menguasai ruangan.Tiba-tiba, suara dengkuran halus Julia yang tenang memecah keheningan malam, menunjukkan ia telah benar-benar terlelap dalam kelelahan. Beberapa saat kemudian, ponsel Diego yang diletakkan di nakas berdering, memaksanya terbangun. Panggilan itu dari Lucia, yang sedari tadi tidak bisa dihubungi.Diego meraih ponselnya dan menjawab dengan suara serak yang tenang."Ya, Lucia?""Diego, aku su

Julia membawa tumpukan berkas yang diminta dan mengetuk pintu ruang kerja Diego."Masuk,"Julia melangkah masuk, memancarkan profesionalisme yang sempurna. "Ini berkas laporan keuangan kuartal ini, Tuan Torres. Saya sudah menandai bagian yang perlu Anda tinjau segera," jelasnya, meletakkan berkas itu di meja marmer besar di sebelah Diego.Saat Julia berdiri tegak di samping kursinya, aroma parfum samar yang khas menguar dari tubuh gadis itu. Diego menahan diri untuk tidak memandang terlalu lama ke arahnya, parfum yang biasa dipakai Julia, dulu ketika hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan.. Diego cukup tertarik pada pembawaan Julia yang tenang, cekatan dan cerdas.Diego berusaha mempertahankan wajah datar seorang atasan. Namun, dalam benaknya, ia mengingat dengan sangat jelas bagaimana tubuh indah itu merespons dominasinya semalam, bagaimana Julia terengah dan mencapai pelepasan hingga empat kali di bawah cengkeramannya.Meskipun Julia m

Di Kamar Rumah SakitJulia masuk ke kamar rawat inap karena tadi siang setelah di ruang ICU 1x24 jam dengan langkah tergesa, aroma antiseptik langsung menyambutnya. Ia berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih memerah karena insiden dengan Armand dan perintah Diego.Carmen Rivas, ibu Julia, tampak lemah tetapi tersenyum cerah melihat kedatangan putrinya. Ia sedang duduk bersandar di tempat tidur, menonton televisi."Julia, sayang. Kenapa kamu baru datang? Kamu baik-baik saja?" Carmen, memperhatikan ekspresi tegang di wajah putrinya.Julia memaksa sebuah senyum. "Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit... pekerjaan mendadak menjelang deadline," ia berbohong lagi, mendekat, dan mencium kening ibunya yang terasa hangat. "Lihat, Ibu sudah jauh lebih baik. Besok Ibu sudah bisa pulang.""Berkat Tuhan dan doamu, serta bantuanmu yang tak terhingga," kata Carmen tulus, menggenggam tangan Julia. "Kamu pasti sudah banyak berkorban untuk Ibu, ya. Jangan t

Geram, Diego harus mengeraskan rahangnya, memaksa dirinya tetap tenang di hadapan para orang tua. Sikap Lucia yang serba perhitungan barusan telah mengoyak tipisnya lapisan kepura-puraan yang menutupi tunangannya. Ia menyadari: perempuan itu bukan sekadar cemburu. Ini adalah upaya untuk menjerat Diego saat Torres International goyah sebuah manuver dingin demi menempatkan Diego sepenuhnya di bawah kendalinya.Mata Diego menajam. Dalam situasi genting ini, Lucia justru menyingkap tabir dirinya sendiri, dan melihat sifat aslinya yang murni oportunis adalah kelegaan yang ironis sekaligus mengerikan. Jika Lucia memilih mundur karena terbebani oleh tuntutan counter-offer-nya, Diego tidak akan merasa kehilangan. Sebaliknya, itu adalah tiket kebebasan yang diam-diam ia sambut dengan rasa syukur.Diego bebas. Tekanan pernikahan yang mencekiknya hilang seketika, dan ironisnya, Lucia-lah yang menyediakannya. Malam yang tadinya direncanakan untuk menghukum Julia kini berakhir