Jena bersandar di kursinya, memejamkan mata sebentar, membiarkan pikirannya melayang pada bayangan sosok Abas yang sedang bekerja keras demi mereka. “Mas pasti pulang cepat hari ini… nanti pulang aku buatin makanan kesukaannya, deh,” batinnya lembut. Senyum itu belum sempat pudar ketika ponselnya bergetar pelan—bukan karena balasan pesan, melainkan panggilan masuk. Nama Pak Samudra tertera di layar. “Hah? Papa?” gumam Jena heran. Biasanya, ayah mertua jarang menelponnya langsung. Ia mengangkat panggilan itu, masih dengan nada ceria. “Halo, Pa? Ada apa, Pa?” Namun dari seberang, suara yang terdengar bukan seperti biasanya—bergetar, tergesa, dan terdengar sangat panik. “Jena… Abas… Abas pingsan, Nak. Sekarang Papa lagi di rumah sakit. Cepat ke sini, ya…” Cangkir di tangan Jena terlepas, menimbulkan bunyi keras saat membentur meja. Darah di wajahnya seolah menga
Terakhir Diperbarui : 2025-11-14 Baca selengkapnya