Abas kini sudah dipindahkan ke ruang rawat, tubuhnya tampak lebih tenang dengan infus yang masih terpasang di tangan. Ruangan itu terasa jauh lebih hening dibanding ruang UGD tadi—hanya ada suara pendingin ruangan yang berdengung lembut dan detak jam di dinding. Jena duduk di kursi sebelah ranjang, tidak beranjak sedikit pun sejak Abas dibawa ke sana. Setiap beberapa menit, ia akan mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap suaminya dengan cemas. “Mas, haus nggak?” “Mas, mau aku ambilin bantal tambahan?” “Mas, udah enakan belum?” “Mas, kalau kedinginan bilang ya, aku matiin AC-nya.” Abas hanya bisa terkekeh pelan di sela napasnya yang mulai stabil. “Jena, kalau kamu terus nanya gitu, Mas bisa sembuh bukan karena obat, tapi karena kamu bawelin Mas terus,” ujarnya dengan suara serak tapi bercampur tawa. Jena memanyunkan bibirnya, lalu menatap Abas dengan wajah setengah kesal. “Aku khawatir, Mas. Salah kalau aku perhatian?” Abas tersenyum tipis, menatap istrinya dengan hangat. “Ngga
최신 업데이트 : 2025-11-15 더 보기