Pekerjaan dimulai lebih cepat dari perkiraannya. Belum lama sejak kepergian Jaya, ketukan pelan terdengar di pintu paviliun. Bukan ketukan mantap milik kepala desa, melainkan ketukan ragu-ragu yang nyaris tak terdengar. Broto melirik Wulan, alisnya terangkat sedikit. Wulan mengerti. Ia bangkit dari tepi dipan, merapikan kebayanya yang sedikit kusut, lalu berjalan membuka pintu. Di ambang pintu, berdiri seorang lelaki paruh baya. Tubuhnya kurus, nyaris kerempeng, terbungkus kemeja longgar yang sudah pudar warnanya. Wajahnya tirus, dipenuhi kerutan lelah, dan sepasang matanya menatap lantai, seolah tidak berani menatap langsung. Ia membungkuk dalam, menyodorkan nampan kayu berisi piring-piring makanan yang masih mengepulkan uap hangat. "Makan malam, Nona, Mbah." Suaranya lirih, penuh rasa sungkan. Namun, saat Wulan mengulurkan tangan untuk menga
Last Updated : 2025-10-18 Read more