Pemandangan itu hanya sekejap, sebuah lukisan pualam yang segera dihapus oleh kegelapan yang lebih pekat. Broto mengangkat kain hitam legam itu tinggi-tinggi, tetesan darah dan rempah jatuh kembali ke dalam baskom perak.Dengan satu gerakan cepat, ia menyelimuti tubuh Wulan yang terbaring pasrah.Kain itu dingin, basah, dan berat. Seketika, bau anyir darah yang menyengat menyerbu hidung Wulan, bercampur dengan aroma wangi melati yang kini terasa memuakkan.Gelombang mual menghantam perutnya. Ia mengernyit, menahan keinginan untuk muntah. Napasnya ia atur, pendek dan cepat melalui mulut, mencoba menyaring udara busuk itu.Kain basah itu menempel erat di setiap jengkal kulitnya, dari lekuk lehernya hingga ke lutut, seperti kulit kedua yang dingin dan lengket.Alih-alih menyembunyikan, kain itu justru mencetak bentuk tubuhnya dengan lebih jelas. Di bawah sinar bulan yang pucat, siluet tubuh Wulan yang terbungkus kain hitam itu tampak seperti patung gelap yang basah, setiap lekuknya terpa
Last Updated : 2025-10-15 Read more