Semua Bab Pernikahan Luka : Bab 41 - Bab 50

Sepagi ini, Dewi harus bangun karena bocah kecil itu menangis tak henti."Ups sayang.....kenapa kamu menangis terus. Mama kan ada disini." Dewi berusaha menggendong Alea penuh kasih sayang.Bersamaan dengan itu, dilihatnya sudah pukul 07.00 wib. Waktunya menunggu baby sister yang tugasnya memandikan Alea.Dewi sendiri belum terlalu berani memandikannya karena masih terlalu kecil. Baru tiga hari lahir.Bel rumah Dewi berbunyi. Dia pun berusaha menuju ke ruang tamu untuk membukakan pintu.Dikiranya, baby sister Alea. Dewi pun dengan senang hati menuju ke pintu ruang tamu.Tapi, seketika Dewi berubah jadi salah tingkah. Apalagi dia hanya mengenakan baju tidur tali satu, saat dibukanya pintu ruang tamu itu. Tamu pagi itu bukan baby sister Alea. Melainkan Aji."Maaf aku baru bangun, dan lagi menunggu baby sister Alea. Jadi aku pakai baju tidur kayak begini." ucap Dewi yang merasa salah tingkah karena Aji tak berkedip melihat tubuh sexy Dewi."Kamu tetap cantik kok dengan baju tidur ini," k

Dewi nggak tahu lagi, harus berbuat apa ketika Alea terus rewel saban hari. Apapun cara yang dilakukan Dewi, tak kunjung membuat Alea tenang."Ya Allah inikah jalan yang Engkau tentukan untukku? Aku harus menemui Aji, untuk mengantarkan Alea ketemu papa nya?" Dewi menarik nafas dalam-dalam. Dadanya serasa sesak. Seperti ada yang mengganjal di benaknya. Ada beban berat yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Seperti batu kali yang menindih dada Dewi, hingga ia tak bisa bernafas bebas.Sudah jam 01.00 wib. Hari-hari Alea menangis. Dewi mencoba tenang, tapi tak bisa. Pikirannya hanya tertuju pada Aji. Dialah orang yang akan membuat Alea tenang.Diputuskan Dewi, besok pagi-pagi sekali, Dewi akan ke rumah Aji."Ya Allah....ini berat. Kemarin aku menolak terang-terangan, ketika Aji mengajak aku balikan. Sekarang aku harus menemui Aji, demi Alea apapun akan aku tempuh," batin Dewi bergejolak."Terus bagaimana dengan Andika?" Dewi gamang. Perasaannya dipenuhi dengan rasa was-was. Khawatir

Sesuai kesepakatan, Dewi menemui Aji di salah satu villa rahasia miliknya, yang ada di Jakarta."Aku jemput kamu dimana?" tanya Aji dari ujung ponsel genggamnya."Kabari aja dimana alamatnya atau share lokasi," sebut Dewi yang gugup saat bicara dengan Aji, meski dari balik telepon genggamnya."Nggak apa. Aku jemput kamu. Kan kamu sama Alea, bukan?" tanya Aji yang bersikeras ingin menjemput Dewi dan putri kesayangannya itu, Alea."Iya sih. Ya sudah. Jemput aku di Terminal Singasari." sebut Dewi yang terpaksa mengalah, dan memenuhi permintaan Aji."Oke. Tunggu disana sekitar setengah jam." sebut Aji langsung mematikan ponselnya.Dengan perasaan yang deg-degan, Dewi menuju ke terminal yang dia sebutkan tadi."Dew. Jangan-jangan kamu jatuh cinta lagi sama Aji." suara Siska, sahabat Dewi."Hahahahah. Nggak mungkin lah!" jawab Dewi di ujung ponselnya."Jadi, ini kamu nungguin jemputan Aji ya?" tanya Siska penasaran sekaligus kepo."Ih.....mau tahu aja atau mau tahu banget?!" seloroh Dewi.

Sore itu, mentari kembali ke peraduan. Mendung menggelayut di langit biru.Dewi termenung di ruang tamu. Alea, masih tertidur di ranjang bayinya.Tak terasa, sudah tiga bulan Aji meninggalkan Indonesia, Dewi dan juga Alea.Dewi bersyukur, Alea tak lagi rewel saat ini. Sepertinya, kemarin itu Alea rewel karena berpisah dengan Aji. Sekarang, dia sudah tenang, dengan hadiah lukisan gambar Alea dalam gendongan Aji.Kalau pun rewel itu hanya karena minta minum susu. Sesekali juga aku tunjukin lukisan dari papanya itu kalau dia tak kunjung diam."Ya Allah Nak, kamu besar tanpa sosok seorang ayah. Tapi mama yakin, kelak kamu bakal tumbuh jadi gadis tangguh yang tak gampang menyerah, dengan segala situasi." Dewi memandangi foto Alea dalam gendongan Aji. Foto itu dia ambil, sehari sebelum berpisah dengan Aji yang pamit hendak pindah ke Amsterdam."Apa kabar kamu Mas disana. Semoga kamu baik-baik saja. Ingat Alea ya Mas. Dia akan terus merindukan kamu balik lagi ke Indonesia," ucap Dewi dalam

Dewi memandangi wajah Alea yang sedang tertidur."Wajah Aji junior." batin Dewi.Dia membelai lembut rambut bocah itu."Besok ulang tahun Alea Mas, yang ketiga tahun." kata Dewi di depan Andika.Andika diam saja tak meresponnya."Kita buat acara apa ya, besok?!" tanya Dewi lagi.Dilihatnya Andika masih sibuk otak-atik ponselnya. Dia masih tak merespon Dewi."Kita rayain dengan undang anak tetangga yang dekat sekitar rumah saja ya Mas." kata Dewi lagi. Lagi-lagi Dewi masih dicuekin."Bolehkan Mas ya. Paling habis dua jutaan biayanya." sebut Dewi."Nggak usah macem-macem. Kita masih butuh biaya hidup yang lainnya. Jangan buang-buang uang. Sekarang susah nyari uang," cerocos Andika panjang lebar."Jangan boros-boros. Aku saja belum ada kerjaan tetap. Rencananya, aku akan ambil tawaran kerja lagi, guide di Bali. Jadi, sebisa mungkin kita harus berhemat dalam segala hal." kata Andika lagi, tanpa menatap Dewi. Karena dia masih sibuk dengan ponselnya."Uh pelit!" gerutu Dewi.Ada rasa kes