Semua Bab Pernikahan Luka : Bab 31 - Bab 40

Dewi mencari cara bagaimana membalas perbuatan Puteri. Dia punya ide, menyewa pembantu baru, yang lebih muda dan menggoda.Tentu saja, tujuan utamanya adalah menggoda Aji."Kamu bersedia ya, dengan segala resiko yang akan kamu dapat untuk tugas berbahaya ini?" tanya Dewi pada Sari, pembantu muda yang cukup menggoda itu."Iya Kak." jawab Sari santai."Aku mau, kamu harus goda Aji, sampai dia masuk ke perangkap kamu!" sebut Dewi."Hah?" respon gadis itu."Tapi gimana dengan Kak Dewi?" tanya gadis itu penuh pertimbangan."Gampang. Pokoknya aku mau kamu jebak Aji, dan Puteri harus tahu kalau kamu dekat sama Aji!" sebut Dewi lagi, menjelaskan tugas berat Sari, menggoda Aji."Kalau nggak berhasil bagaimana?" tanya Sari ragu."Bayaran kamu nggak akan aku berikan," ancam Dewi dengan nada meyakinkan."Aku nggak akan berikan DP nya sebelum tugas kamu berhasil," tegas Dewi kembali menekan Sari.Sari yang takut-takut tapi berani itu, akhirnya hanya bisa menganggukkan kepala, tanda setuju dengan t

Keputusan Dewi bulat. Dia mantap meninggalkan Aji, dan semua yang berkaitan dengan Aji."Mas. Lebih baik kita pisah baik-baik. Karena kupikir, nggak baik juga buat kesehatan janin yang ada di kandungan aku.""Kamu waras nggak. Aku nggak mau pisah!" ucap Aji penuh emosi."Aku nggak mungkin Mas hidup diantara kalian. Mau sampai kapan, aku harus jadi penghalang buat hubungan kamu dengan Puteri!" kata Dewi serius."Lepaskan aku, dan kita bercerai baik-baik. Aku ikhlas," kata Dewi yang mulai berurai air mata."Kamu jangan membohongi diri sendiri. Sebenarnya kamu nggak rela, bukan, berpisah dari aku?" tanya Aji dengan percaya diri."Jangan terlalu percaya diri kamu Mas. Sebelumnya kuakui, aku memang masih tak rela. Tapi, kali ini aku benar-benar ingin kita bercerai. Aku ingin hidup wajar seperti perempuan-perempuan lain yang statusnya janda. Tapi mereka jalani dengan bahagia." ungkap Dewi lagi yang pelan-pelan, mulai menghentikan tangisnya."Nggak waras kamu. Mana ada perempuan yang ingin

Malam semakin larut. Aji duduk diam di ruang kerjanya. Suara detak jam dinding malam itu, menemani kesendiriannya.Andai dia bisa memutar waktu. Aji tak akan pernah melepaskan Dewi.Ya.....sejak perpisahannya dengan Dewi, Aji dirundung rindu yang mendalam.Berharap Dewi akan kembali mengejarnya seperti dulu. Seperti pertama dia mengenal Dewi. Jangankan jatuh hati, untuk melihatnya saja Aji tak mau.Kata teman-teman Aji, Dewi itu jelek. Tapi, entah kenapa, Aji bisa takluk ketika Dewi terus mengejarnya.Pernah jadi bahan olok-olok teman-temannya. Aji dibilang punya selera rendah. Padahal, banyak perempuan lain yang juga mati-matian mengejar Aji. Tapi Aji tak selera.Aji mentertawakan kenangan manis itu.Aji juga masih ingat, pernah terang-terangan menolak Dewi karena Dewi bukan tipe perempuan idamannya.Tapi, lagi-lagi Dewi tak pernah menyerah. Ada seribu cara yang dilakukan Dewi untuk mendapatkan hati Aji. Hingga suatu hari, Aji sakit keras. Dewi mengorbankan segalanya untuk merawat A

Suasana langit mendung menggantung di atas atap rumah Dewi.Tapi, berbeda dengan suasana hati Dewi, yang lebih bersemangat, menyambut pagi.Aroma hujan menguar ke udara. Sepertinya hujan tak akan lama lagi akan turun ke bumi.Membasahi jiwa-jiwa yang meronta, membutuhkan kasih sayang.Sekali lagi, Dewi berharap hujan segera datang. Sama seperti dia selalu berharap bertemu Andika.Laki-laki yang selalu dia rindukan, di setiap hembusan nafasnya. Dia adalah masa depan Dewi.Dewi ingin menghabiskan sisa hidupnya, bersama laki-laki yang benar-benar menginginkan kehadirannya."Pagi....nyonya Andika.'' sapa Andika chat."Ih apaan ini?" balas Dewi."Pasti belum mandi," kata Andika lagi."Hahaha. Tahu aja Mbah Dukun ini!" balas Dewi lagi, dan akhirnya Andika menelepon Dewi."Mandi bareng yuk. Sama calon anak kita. Aku ke rumah kamu ya?!" seloroh Andika."Mau mandi, rasanya malas. Mungkin bawaan orok bayi kali ya. Tapi kalau ada temannya mandi, mungkin nggak malas kali ya?" jawab Dewi manja.

Rumah mewah itu tak lagi bersinar. Tak lagi ada canda tawa Dewi, perempuan yang disia-siakan Aji, demi mengejar cinta perempuan lain.Tak juga suara manja Puteri, istri kedua yang diam-diam dicintai Aji, di belakang Dewi.Semua sirna. Semua tinggal kenangan. Sekarang, dia hanya ditemani bayangannya. Kesepian dan tak tentu arah."Bella, apa kabar Nak. Apa kamu nggak rindu sama Papa. Biasa kalau hari libur, kita ke pantai, renang seharian sampai mau jelang Maghrib." batin Aji penuh gejolak.Ya, bocah kecil tiga tahunan yang setiap saat memanggilnya papa itu, juga tak terdengar lagi suara rewelnya minta dibuatin susu. Sekarang, Aji benar-benar kesepian. Suara bising mereka, tak lagi bergema di rumah mewahnya itu."Dew, rumah ini tak bersinar lagi, tanpa kamu. Ini salahku Dew. Aku memang suami yang bodoh Dew. Nggak pandai menjaga cintamu. Aku sudah menyia-nyiakan semua kebaikan kamu Dew. Cinta tulus mu. Semua aku yang hancurkan. Betapa bodohnya aku ya Dew!" Aji memaki dirinya sendiri.Di