Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku 의 모든 챕터: 챕터 41 - 챕터 50

Ansel dan Riri dalam perjalanan pulang. Mereka sudah menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu. Sisa waktu yang dihabiskan oleh mereka begitu menyenangkan menurut Riri. Riri sangat senang dengan perjalanan kali ini. Ansel juga tidak lagi menyebutkan nama Lili terus menerus. Dia seperti mengulang memorinya dengan Ansel seperti mereka saat kecil."Ansel!" teriak Lili dengan heboh yang sedang menunggu kedatangan Mereka di depan rumah."Kenapa kamu tunggu di luar?" tanya Ansel yang keluar dari dalam mobil."Aku kangen sama kamu. Apa kamu tidak kangen sama aku?" ujar Lili memonyongkan bibir biar terlihat imut."Aku juga kangen sama kamu," sahut Ansel mengelus rambut Lili.Riri ikut keluar dari dalam mobil. Langkah kakinya berjalan ke arah orang tua. Langsung mencium kedua tangan orangnya."Ansel, kamu pergi nya lamaaa sekali," ucap Lili dengan manja. "Lili, kamu jangan seperti itu. Biar Nak Ansel dan Riri masuk dulu. Mereka baru tiba," tegur David."Ih, Papa. Papa kayak nggak pernah

"Pa, ada apa dengan Riri? Padahal tadi dia baik-baik saja?" tanya Riri khawatir."Lili beberapa hari ini tidak terlalu semangat. Dia sering murung dan mengunci diri du kamar. Mungkin dia kesepian ditinggal lama sama Ansel. Kamu kan tahu, Lili sering ikut Ansel kemana-mana. Sekarang ditambah dia banyak pikiran, kesehatan Lili drop lagi. Kamu tolong mengalah ya, Ri. Papa ingin membela kamu. Tapi melihat kondisi Lili, Papa tidak bisa mendukung kamu," pinta David agar Riri setuju dengan permintaan Lili.David sudah berusaha menahan Lili agar tidak membawa semua barang Riri. Tapi Lili dibantu oleh Azumi, Azumi yang membuatnya bungkam. Dia selalu kalah debat dengan Azumi. Azumi membawa-bawa kesehatan Lili. "Pa, kenapa harus Riri yang selalu mengalah? Apa Riri ini bukan anak Papa dan Mama?" tanya Riri menatap papanya kecewa.Riri ingin sekali-kali dibela oleh orang tuanya. Bukan hanya Lili yang anak mereka saja. Tidak ada keadilan untuknya sama sekali."Karena Papa tahu, kamu adalah anak ya

Riri melepaskan sepatu. Meletakkan seperti di tempatnya. Lalu diganti dengan alas kaki yang diberikan oleh Ansel. Kemudian mengikuti langkah Ansel yang sudah berjalan ke dalam. Benar saja, yang di samping kiri dan kanan tadi adalah dua buah kamar. Kemudian dapur dan ruang keluarga tidak disekat. Di mana sebelah kiri ada dapur, tempat makan dan kamar mandi. Di sebelah kanan ada ruang keluarga atau ruang santai. Kurang lebih apartemen itu berukuran dua belas kali sebelas meter. Tidak dihitung dengan balkon yang langsung menghadap ke arah jalan. Apartemen ini sungguh idaman Riri. Tidak terlalu besar dan cukup untuk keluarga kecil. Selera Ansel memang sesuai dengannya. Riri kembali memperhatikan ke sekeliling ruangan. Di ruangan sudah terdapat semua perabotan dengan lengkap. Dia yakin jika apartemen itu dirawat dengan sangat baik. Tidak ada debu satupun di setiap sudut. Mata Riri beralih ke tempat lain, ke arah foto-foto yang terpajang di atas lemari yang tidak jauh darinya. Dengan l

Lili menghentikan makannya. Baginya, mertuanya tidak menghargai dia sedikitpun. Secara terbuka menunjukkan sikap tidak suka. Bahkan di depan suaminya."Mungkin Lili bosan di rumah, makanya dia keluar sekali-sekali," bela Ansel."Kenapa kamu terus yang menjawabnya. Lili punya mulut sendiri. Kami sedang tanya sama dia," tambah Miranda."Maaf Ma, Lili selama ini selalu salah di depan Mama. Lili janji, kedepannya Lili akan menjadi lebih baik," ucap Lili dengan raut wajah menyesal. Dia tidak mau terlihat kurang ajar di depan Ansel. 'Kalau bukan mertua aku, aku tidak mau capek-capek berpura-pura seperti ini,' batin Lili tidak suka."Kamu jangan hanya janji terus, tepati sekali-kali," sahut Miranda sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Dia bahkan tidak repot-repot memandang ke arah Lili."Iya Ma, Lili akan berusaha lebih baik lagi. Apalagi Lili dan Ansel sedang melakukan program agar kami bisa hamil" kata Lili memancing reaksi Miranda.Miranda menjatuhkan sendok yang digunakan untuk makan.

"Oh, ini. Aku mau menyerahkan dokumen kamu yang tertinggal. Aku tidak sengaja melihatnya saat kamu ke kamar mandi. Jadi ini ketinggalan, aku hanya mau mengantar dokumen ini. Aku pikir dokumen ini penting," terang Lili sambil menyerahkan dokumen ke Ansel."Syukurlah dokumennya sudah ketemu. Aku mencari ini dari tadi," sahut Ansel lega.Ansel menerima dokumen yang diserahkan oleh Lili. Membuka dokumen untuk melihat isinya ada yang hilang atau tidak."Tadi kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu mau pergi?" tanya Lili menatap Ansel dengan lekat.Ansel kembali teringat dengan Riri. Dengan sembarang melempar dokumen itu ke atas meja. Hampir lupa dengan keadaan Riri. "Ayo kita pergi," ajak Ansel menarik tangan Lili."Kita mau kemana. Kenapa kamu terlihat panik?" tanya Lili kesusahan mengikuti langkah kaki Ansel yang besar. Ditambah kedua kaki menggunakan high heel."Tadi ada yang ngabari aku, Riri tiba-tiba pingsan di kantor," ajak Ansel.'Riri pingsan? Kok bisa? Apa jangan-jangan Riri sudah ha