Setelah pertimbangan yang cukup panjang, Lira akhirnya memberanikan diri menelepon Erik. Tangannya sempat gemetar saat menekan tombol panggil, napasnya tersengal, seolah paru-parunya menolak udara karena rasa gugup yang menumpuk. Baru dering pertama, panggilannya sudah diangkat.“Lira? Astaga, syukurlah kau menelepon balik,” kata Erik dari seberang panggilan. Suaranya terdengar lega bercampur cemas, seperti seseorang yang sudah lama menahan kekhawatiran.“Erik, aku… aku tidak tahu… semuanya kacau,” kata Lira seraya mengusap wajah frustasi. Helaan napasnya terdengar jelas, gemetar, diiringi detak jantung yang makin keras di telinganya.“Tenang, Lira, bernapaslah pelan-pelan. Boleh ceritakan padaku apa yang terjadi? Apa berita itu benar?”Lira terdiam sejenak. Matanya menatap lantai tanpa fokus, seolah kata-kata Erik menggantung di udara dan menambah berat di dadanya. Dia awalnya ragu untuk menjawab, tetapi untuk meyakinkan Erik, dia akhirnya berkata lirih, “Bila aku menjawab yang sesun
최신 업데이트 : 2025-11-09 더 보기