LELUHUR TERKUAT のすべてのチャプター: チャプター 71 - チャプター 80

Tubuh Pembawa Malapetaka adalah sesuatu yang amat langka, bahkan di zaman kuno hanya pernah muncul dua kali. Yang pertama, tubuh seperti itu menimbulkan bencana besar, menyebabkan puluhan sekte hancur dan ratusan ahli tewas tanpa sebab yang jelas. Pada akhirnya, hanya dengan bersatu-padu seluruh pahlawan dunia barulah tubuh pembawa malapetaka itu berhasil dimusnahkan. Yang kedua terjadi di wilayah Beichuan. Kali ini bahkan lebih mengerikan — darah mengalir seperti sungai, keluarga-keluarga besar punah, dan seluruh negeri hampir tenggelam dalam keputusasaan. Dan kini, setelah sepuluh ribu tahun berlalu, tubuh yang membuat seluruh dunia ketakutan itu muncul kembali — dan parahnya, ia muncul di dalam Biara Shaolin sendiri. Bagaimana Hui Kong tidak ketakutan? Ia kini sudah sangat yakin: penyakit mendadak Xu Zhu, serangkaian kejadian aneh di biara, bahkan burung-bu

Sapu itu menyapu bersih energi kutukan, lalu langsung melayang turun dan hinggap di tubuh Hui Kong yang pingsan di tanah. Tampak sapu itu menyapu sekali di wajah Hui Kong. Seketika, seluruh aura hitam di wajah Hui Kong lenyap. Ia membuka matanya dengan bingung, dan yang pertama ia lihat adalah sebuah sapu yang sedang melayang di depannya. Hui Kong tertegun. “Kenapa seorang biksu seperti aku bisa melihat sapu terbang?” gumamnya dengan wajah linglung. Sapu itu, setelah menetralkan energi kutukan di tubuh Hui Kong, langsung melesat kembali ke dalam rumah. Ia kembali ke pojokan tempat biasanya bersandar, diam dan tenang — seolah-olah tak pernah bergerak sama sekali. Namun, semua orang yang menyaksikan kejadian itu kini tertegun, sepenuhnya terkejut oleh apa yang baru mereka lihat. Bahkan Da Mao dan Si Kelinci pun tidak menyangka akan melihat hal semacam ini.

“Ramalan?” Guo Xiaoyun tertegun, lalu menatap ke arah Ye Qingyun. Ye Qingyun melirik sinis ke arah kakek buta itu. “Kami tidak percaya hal semacam itu.” Selesai berkata begitu, ia hendak menarik Guo Xiaoyun pergi. “Jangan pergi dulu! Kalau tidak akurat, tidak usah bayar!” Kakek buta itu buru-buru berteriak. Namun Ye Qingyun tak menggubrisnya. Ia sama sekali tidak percaya pada peramal. Menurutnya, orang-orang seperti itu hanyalah penipu, mengucapkan kata-kata samar, lalu menyesuaikannya berdasarkan reaksi lawan bicara — tidak ada yang bisa dipercaya. “Tsk tsk... sayang sekali, anak sebaik ini... tapi hidupnya tak akan lama,” ucap kakek buta itu pelan sambil melepaskan pegangan tangannya dan menggeleng dengan nada menyesal. Langka

Si Tunanetra Tua terdiam cukup lama.Sebenarnya, ia ingin segera meninggalkan Kerajaan Tianwu, menjauh sejauh mungkin dari jalinan karma mengerikan yang berhubungan dengan seorang Santo.Namun, ia tak bisa menutup mata terhadap ramalan nasib buruk yang pernah muncul untuk adik seperguruannya.Sekte mereka sejak dulu memang kecil. Dalam setiap generasi, paling banyak hanya boleh ada tiga murid yang mewarisi ajaran.Namun di generasi mereka, hanya tersisa dua orang — dirinya dan sang adik seperguruan.Karena terlalu sering menyingkap rahasia langit, keduanya sudah lama terkena kutukan langit, mengalami apa yang disebut Lima Kekurangan dan Tiga Ketiadaan.Yang dimaksud Lima Kekurangan adalah: tidak memiliki pasangan, kehilangan keluarga, hidup sebatang kara, kesepian, dan cacat.Sedangkan Tiga Ketiadaan berarti kehilangan harta, kehilangan umur panjang, dan kehilangan kedudukan.Baik si Tunanetra maupun adik seperguruannya t

Keesokan harinya.Kakek buta dan Chu Hanyang mengikuti Hui Kong mendaki gunung.Ketika mereka tiba di pertengahan lereng, seekor anjing besar berbulu emas berjalan ke arah mereka.“Hm?”Chu Hanyang langsung menegang, pandangannya tertuju pada anjing besar itu.“Ada apa, adik?” tanya kakek buta heran.“Ti... tidak ada apa-apa,” jawab Chu Hanyang sambil menggeleng.Namun entah mengapa, begitu melihat anjing berbulu emas itu, jantungnya tiba-tiba berdebar keras, seolah ia sedang berhadapan dengan sesuatu yang amat mengerikan.Tetapi ketika diperhatikan lebih saksama—anjing itu tampak seperti anjing biasa saja.“Sepertinya aku terlalu tegang akhir-akhir ini. Sampai seekor anjing pun bisa membuatku gelisah,” ia tersenyum kecut dalam hati.Mereka terus berjalan ke atas.Namun tiba-tiba, kakek buta berhenti melangkah.“Saudaraku, kenapa berhenti?” tanya Chu Hanyang.Kakek bu