All Chapters of Ah! Mantap Mas Ramli: Chapter 61 - Chapter 70

Sementara itu di tempat lain, Sandra sedang menemui suaminya yang sudah menunggu."Kamu kok datang ke sini sih, Mas! Udah aku bilang kan, aku masih pingin tinggal di sini beberapa hari lagi!" kata wanita itu sambil mengerucutkan bibirnya. Suami Sandra, Edi terlihat begitu merindukan istrinya."Udah hampir sebulan loh kamu tinggal di sini, Mas kangen, padahal Mas keluar kota cuma dua mingguan, kamunya yang nggak mau pulang. Ayo pulang dong, Sayang!" rengek Edi memohon."Ihhh tapi aku masih betah di sini, Mas. Di rumah males ketemu sama Mama kamu yang ngomel mulu, di sini aku bisa tidur dengan nyenyak nggak disuruh-suruh mulu, capek! Kuku aku bisa rusak semua kalau disuruh cuci-cuci!" keluh Sandra sambil memperlihatkan kukunya yang diwarnai dengan kutek warna ungu."Ya terus, Mas tidur sama siapa dong?" kata pria itu."Sama guling kan bisa!" sahut Sandra."Kok kamu gituu sih, Sayang! Udah kaku ini, pingin dibebasin!" bujuk Edi kepada istrinya.Sandra dan Edi terlihat sedang berdebat dan

"Aaahhh bagus itu. Buruan mas, ikut Ramli latihan fisik, ya! Biar badan kamu macho lagi kayak Ramli!" Sandra memohon kepada suaminya."Hmmm iya, iya, aku akan latihan sama dia!" Edi pun langsung menuruti permintaan sang istri. Suasana pun menjadi hangat, Sandra sudah tidak marah lagi pada suaminya dan mereka jadi baikan lagi."Eh diminum dulu, Mbak Sandra, Pak Edi!" kata Ramli menawarkan hidangan yang ia suguhkan. Sandra mengerutkan keningnya melihat minuman yang disuguhkan untuknya di atas meja. Pasalnya minuman itu berwarna cenderung kehijauan. Sedangkan minuman untuk Vina berwarna kuning dan minuman untuk suaminya berwarna putih."Ramli, ini minuman apa? Kok warnanya hijau?" tanya wanita itu sambil mengangkat gelas yang ada di hadapannya."Ohhh, itu namanya jamu sirih, bagus untuk Mbak Sandra yang baru ketemu sama suami. Bikin rapet, wangi dan menggigit! Kalau yang putih itu namanya jamu beras kencur, bagus untuk menjaga badan dan melegakan tenggorakan. Biar suara Pak Edi dan Mbak

Edi heran kenapa Ramli justru tersenyum mendengar ucapannya. "Kenapa Anda senyum-senyum? Ini bukan hal yang lucu, Tuan. Jika mbak Vina beneran hamil bisa-bisa perang dunia ke tiga segera dimulai!" imbuh Edi masih tak percaya."Perang dunia sudah dimulai dari sekarang!" jawab Ramli sambil menatap tajam wajah Edi."Maksud Anda?""Vina, hamil bukan dari anak pria lain. Tapi, dia hamil anakku!"Seketika Edi melototkan matanya mendengar pengakuan dari sang bos."Apa? Mbak Vina hamil anak Anda, begitu? Jadi Tuan dan mbak Vina pernah gituan?" sahut Edi dengan wajah pucat. "Sering!" Tanpa dosa, Ramli menjawabnya dengan santai."Heh, sering ya? Kok bisa?" Edi mulai lemas dan tidak menyangka."Karena memang tugasku untuk menghamilinya, tidak ada yang salah dan sesuai isi perjanjian yang sudah aku tanda tangani!" Ramli sengaja membongkar rahasianya di depan Edi, tentu saja karena pria itu adalah orang kepercayaannya, dan Ramli yakin Edi tidak akan berani mengatakannya kepada orang lain, sekalip

"Kerja lembur sampai dini hari? Buset, ternyata kerjaan CEO seberat itu ya, Pak!" kata Ramli pura-pura lugu dan bodoh. Padahal ia tahu sekali dari mana Rangga pergi. "Ya iyalah, kamu tahu sendiri kan aku ini seorang CEO yang super sibuk. Jadi kadang aku pulang sampai malam kadang sampai pagi, itu sudah resiko!" jawab Rangga yang merasa aman karena ia pikir Ramli tidak akan tahu. "Wooo, beneran sih. Eh betewe, kalau dirasa-sasa mending kerja jadi pelayan aja deh, Pak. Ribet kalau jadi CEO, stand by terus bikin kaki pegel. Kalau jadi pelayan cukup sehari doang repotnya, malamnya udah bobo lagi. Nggak pakai lembur, kerja cuma sehari saja nggak sampai malam jagain rumah segede ini. Malam kita udah ngorok, tidur nyenyak sampai ileran!" kata Ramli yang pagi itu sudah bangun lebih awal. Tapi sebenarnya ia tidak bisa tidur. "Ya... Mungkin kamu benar. Ya sudah, aku mau ke kamar dulu, dan jangan bilang ke Vina kalau aku pulang subuh, ngerti? Eh, kenapa mulutnya ditutup?" kata Rangga de

Sadar jika Vina yang melakukannya, pria itu segera melepaskan tangannya dari leher Vina. "Emmm maaf, aku tidak tahu kalau kamu ada di sini!" katanya sambil langsung memeluk wanita itu. Vina segera mendorong dada pria itu karena sudah membuatnya bingung dan bersedih. "Nggak usah peluk-peluk, bukan sekali ini saja kamu giniin aku, sebenarnya kamu tuh kenapa sih? Kasar tahu nggak! Aku nggak biasa dikasari!" kata Vina sambil mundur beberapa langkah dari pria itu. Ramli bingung dan harus bagaimana menjelaskannya, pria itu memang paling tidak suka ada yang mengagetkannya. Trauma masa kecilnya yang pernah dikageti teman-temannya sampai-sampai pria itu terjatuh di dalam kolam renang. "Oke, aku minta maaf. Tadi aku reflek, aku paling nggak suka dikageti. Apalagi tadi aku sedang mengulek sambal. Jangan nangis lagi, oke!" Ramli merayu Vina sambil menatap mesra wajah Vina. Vina mengangguk lemas, lalu Ramli memeluknya lagi. Di saat yang bersamaan terdengar suara langkah kaki seseorang yan