All Chapters of Lembah Awan Berkabut: Chapter 71 - Chapter 80

Tantangan Lin Feng menggantung di udara yang dingin, sarat dengan niat membunuh dan arogansinya. Para murid Lembah Awan Berkabut yang menonton dari kejauhan menahan napas, menunggu reaksi guru mereka. Mereka mengharapkan ledakan Qi yang menentang, atau setidaknya penolakan yang tegas. Namun, Xiao Li hanya menatap lawannya dengan tenang, seolah sedang mengamati sebuah teka-teki yang rumit, bukan seorang musuh. Ia melihat jebakan di balik tantangan itu dengan jelas. Jika ia bertarung dan menang dengan kekerasan, ia akan membuktikan filosofi Lin Feng benar, bahwa hanya kekuatan yang kuat yang bisa menang. Jika ia menolak, ia akan dicap sebagai pengecut, dan keraguan akan meracuni hati para muridnya. Ini bukanlah sebuah duel, ini adalah sebuah pertaruhan ideologis. “Buktikan?” Xiao Li akhirnya mengulang kata itu, suaranya tenang, seolah sedang memetik not yang jernih di tengah badai. “Kekuatan sejati tidak perlu dibuktikan. Ia hanya perlu dirasakan. Pertarungan pedang hanya akan memb

Langit senja memerah di atas Lembah Awan Berkabut, seolah mencerminkan pertarungan yang akan datang. Pertarungan antara dua filosofi, antara kehancuran dan keseimbangan. Di lapangan latihan utama, keheningan yang tegang menyelimuti ratusan murid yang membentuk lingkaran besar di sekitarnya, menyaksikan dengan napas tertahan. Di tengah lingkaran itu, dua sosok berdiri berhadapan, dipisahkan oleh jarak sekitar dua puluh meter, dua kutub magnet yang saling menolak. Lin Feng berdiri dengan postur seorang penakluk, aura Qi-nya yang gelap, tajam, dan penuh tekanan berdenyut-denyut, membuat kerikil di sekitarnya bergetar. Aura ini adalah perwujudan dari trauma yang tidak disembuhkan. Di seberangnya, Xiao Li, Penjaga Lembah yang baru, berdiri dengan tenang. Kedua tangannya disembunyikan di dalam lengan jubahnya yang longgar. Auranya terasa menyatu dengan lembah itu sendiri, damai, dalam, tak tergoyahkan, seperti sungai bawah tanah yang memiliki kekuatan tak terduga. Lin Feng memecah ke

Untuk sesaat yang terasa abadi, Lin Feng hanya bisa berlutut di sana, gemetar, menatap tangan Xiao Li yang terulur. Cahaya keemasan yang hangat masih memancar lembut dari tubuh Penjaga Lembah itu, dan di udara, aroma kedamaian yang aneh menggantikan bau ozon dari Qi yang berbenturan. Suara bisikan kagum dari para murid terdengar seperti dengungan jauh di telinganya. Di hadapannya, bukan wajah seorang pemenang yang sombong, melainkan tatapan penuh empati. “Luka yang membawamu ke sini, Lin Feng, hanya bisa disembuhkan oleh hati yang memaafkan. Izinkan aku membantumu.” Kata-kata itu, yang seharusnya menenangkan, justru terasa seperti garam yang ditaburkan di atas luka harga dirinya yang menganga. Bantuan? Ia adalah Lin Feng, sang jenius yang tak terkalahkan, perwujudan dari kekuatan yang lahir dari penderitaan. Ua tidak butuh bantuan! Ia tidak butuh belas kasihan! Ia tidak lemah! Menerima tangan itu berarti mengakui bahwa seluruh filosofi hidupnya, semua penderitaan yang di banggaka

Dua tahun berlalu sejak Lin Feng melarikan diri dari Lembah Awan Berkabut. Dua tahun yang mengubah wajah dunia kultivasi dari stabilitas menjadi paranoia. Di markasnya yang terpencil, tersembunyi jauh di Pegunungan Belati Hitam, Lin Feng telah merombak total ajarannya. "Sekte Pedang Tanpa Ampun" miliknya tidak lagi hanya mengajarkan kekuatan brutal, mereka kini mempelajari jalan yang lebih mengerikan yaitu jalan "Konsumsi". Menggunakan pemahamannya yang terpelintir dari teknik Qi Harmonization milik Xiao Li yanh dia lihat dan pelajari, Lin Feng mengembangkan metode kultivasi yang berfokus pada penyerapan dan pencurian energi spiritual dari lawan, alam, dan bahkan dari artefak kuno. Ajarannya menyebar seperti api kering. Mengapa membangun kekuatanmu sendiri selama puluhan tahun jika kamu bisa mengambilnya dari orang lain dalam hitungan menit? Dunia kultivasi yang tadinya mulai stabil, kembali dilanda ketakutan. Banyak sekte kecil yang tiba-tiba "layu", sumber daya spiritual mereka

Fajar di hari kepergian Xiao Li terasa berat dan penuh arti. angin dingin meninggalkan aroma tanah basah dan kesucian yang akrab di udara Lembah Awan Berkabut. Di gerbang utama, Ming Hua dan para instruktur senior berdiri dalam barisan yang sunyi dan tegang. Tidak ada upacara perpisahan yang megah, hanya pertukaran tatapan yang khidmat, menggarisbawahi beratnya misi ini. Xiao Li, yang mengenakan jubah sederhana berwarna hijau muda yang diambilnya dari peninggalan A-Chen, melangkah maju. Ia berbalik, menatap mereka satu per satu. “Lembah ini ada di tanganmu sekarang, Ming Hua,” kata Xiao Li, suaranya tenang, tetapi dipenuhi dengan beban tanggung jawab. “Percayalah pada ajaran kita. Jadilah gunung yang kokoh, bukan batu yang mudah digulingkan. Jangan pernah menyerah pada godaan untuk melawan kebencian dengan kebencian.” Ming Hua, yang kini menjadi Penjaga sementara, menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Kami akan menjaganya dengan nyawa kami, Guru Xiao. Dan kami akan melatih diri u