All Chapters of Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu: Chapter 21 - Chapter 30

"Happy anniversary yang ke tujuh untuk The Blues, selamat semuanya!""Lah, di mana Bas?""Kenapa lo sendirian?"Ucapan itu mengiringiku ketika berkumpul di backstage, sedangkan para anggota, asisten, manajer, sibuk berpesta.Kujatuhkan diri di salah satu sofa dengan lesu. "Dia masih di agensi.""Kenapa nggak ke sini? Sebentar lagi acaranya dimulai loh." Rigen langsung menyodorkan segelas minuman, aku mengendusnya sangsi. "Cuma soda."Oke, aman. Maklum sebagai mahasiswa aku memiliki prinsip untuk tidak menerima gelas yang isinya dituang orang lain demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."Kalian pisah jalan?""Bas nyapa fansnya dulu.""Kamu biarin dia pergi sendirian?" Mas Pj mendekat, napasnya terdengar terengah, wajahnya merah padam karena euforia dan cemas. "Inilah kenapa Bas harusnya ditemani pengawal. Coba cek berita sekarang, dia pasti ngomong sesuatu."Sebenarnya ini bukan masalah,

"I-ini mau ngapain?""Tadi kamu mengeluh di luar panas, nggak mungkin kita berjemur terus di sana."Yah, benar sih, tapi kami hanya berdua, tempatnya pun nyaman, ada AC, buah-buahan yang tersedia di meja, bahkan beberapa botol anggur. Lalu yang paling mencolok adalah kasur di pojok.Aku salut bahwa festival sebesar ini masih menyediakan tempat istirahat untuk para selebriti, bukan sekadar ruang ganti, tapi benar-benar ruangan yang nyaman."Aku bisa tiduran di sana?""Silakan kalau mau."Tapi alisnya mencuat naik, Bas melepaskan jam tangannya, membuka jaketnya dan menyisakan kemeja hawai yang semula dia kenakan. Kombinasi yang absrud tapi cocok di tubuhnya.Begitu berputar tangannya yang panjang sudah menarik gelas dan diulurkan padaku kemudian menuang air putih.Oke, bagus. Aman. Padahal di meja ada botol mineral dingin, kenapa tidak mengambil yang itu saja?"Kamu masih kecil." Sadar aku melirik botol y

"Ini kesalahan Genta, dan sebenarnya kesalahan Mama juga, kami kekurangan uang Marsha, temannya di sini memang baik tapi setelah dipikir-pikir lagi, kami nggak mungkin terus-terusan menumpang dan nyusahin mereka. Mereka bukan orang kaya, jadi Mama putuskan untuk cari kontrakan menggunakan kartu kredit Gumi, karena limitnya besar Mama juga gunakan untuk bayar biaya rumah sakit. Mama mana tahu kalau kartu itu yang bayarin tagihannya ternyata Bas."Kemudian tagihan itu masuk ke ponsel Bas dan membuatnya curiga. Begitulah penjelasan Mama yang panjang lebar.Aku menepok jidat lalu memijatnya, mendadak sakit kepala. Selama beberapa hari kemarin beliau sulit sekali dihubungi, chat tidak pernah dibalas, panggilanku bahkan diabaikan. Dan ketika aku mengabari masalah ini, Mama dengan gesit langsung memberi alasan.Lantas bagaimana dengan rumah kami yang tiba-tiba dijual?"Mama sadar sekarang di Jakarta pun kita nggak punya tempat tinggal?"Beliau m

"Ke-kenapa?" Yah, maksudnya masa karena lelah dia ingin menyerah?Aku memang tidak kenal Ghozali, tapi semua pria ketika sedang duduk lemas begitu kelihatan menyedihkan."Gue mau menikah, dan calon mertua kurang suka kalau kerjaan gue ngamen.""Ngamen?""Bagi mereka ini kurang menghasilkan."Ya ampun, aku tidak bisa menghakimi ini, memang beberapa hari terakhir bersama The Blues, kegiatan kami gitu-gitu saja. Tidak ada yang spesial, bahkan terkesan monoton, tampil di kafe, dan festival, lalu tampil di kafe lagi dan begitu seterusnya.Aku sih, sudah bersyukur, maksudku, sejak awal tahu band ini sudah hampir disband, jadwal seperti inilah yang kubayangkan. Tapi aku tidak memikirkan bagaimana orang-orang seperti Ghozali akan bertahan dari honor yang tidak menentu?"Dari segi apa kalau boleh tau mereka berpikir ini nggak menghasilkan?" tanyaku, menaruh perhatian penuh.Ghozali mendesah. "Yah, ekonomi lah, Gum. Ada a

"Mereka sahabatan, orang tua Bas dan orang tua Ruka itu teman masa kecil, wajar kalau anaknya juga jadi akrab." Ya ampun, ternyata dunia ini sempit. Sambil mengunyah makan siang pelan-pelan, aku menyimak informasi yang diberikan Mona dengan serius. "Terus-terus?" "Mereka sama-sama dokter." Oke, kalau yang ini aku sudah tahu. "Terus?" "Bas juga kuliah kedokteran." "Wah, berarti dia pintar dong." Mona mengernyit, menyesap minuman dinginnya kemudian menyandarkan punggung sambil bersedekap. "Udah jelas, dia masuk jajaran anak jenius, SMA-nya akselerasi cuma dua tahun, tapi apa pentingnya itu sekarang?" Mona pasti tidak mengerti kalau pria-pria pintar itu lebih seksi daripada pria-pria yang hanya mengandalkan otot. Sementara Bas memiliki keduanya, manusia itu sangat beruntung. "Terus, terus?" "Yah mau apalagi?"