All Chapters of Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu: Chapter 41 - Chapter 50

Sebenarnya aku tidak paham kenapa Bas harus mengajakku, saat dia justru asik sendiri. Dia nyemplung di pool bersama Rigen, menikmati musik Dj yang semakin menuju senja semakin mengentak-entak.Tangannya terulur memintaku bergabung, tapi aku segera menolak, mengkeret di bar. "Dingin," kataku beralasan."Airnya hangat."Yee bohong banget, dia pikir aku tidak lihat saat Rigen ikut nyemplung dan menggigil merasakan airnya. Lagi-lagi aku hanya menggeleng. "Kotor tau."Alisnya mencuat naik. "Kalau mau bersih, di rumah saja, tidur sendirian."Laki-laki ini memang sinis alami, di dalam kepalanya pasti ada banyak sekali persediaan untuk menghina Gumi."Di rumah bahkan nggak terlalu bersih.""Itu karena kamu pemalas."See?"Kamu juga nggak pernah ngapa-ngapain, nggak suka beres-beres lagi."Dia mendengkus samar, kemudian mendorong tubuhnya mundur, punggungnya mengambang, sebelum berenang meninggalkanku k

"Udah gue bilang berkali-kali, pendidikan itu penting Sa, kalau nggak bisa offline, kampus kita kan, udah ada kelas online. Lo malah menyia-nyiakan waktu di sini.""Nggak ada yang sia-sia, aku di sini kerja dan hasilnya juga maksimal. Lagian Mon, selama ini juga kamu nggak ngomong apa-apa. Aku punya pertimbangan sendiri kenapa memilih absen kuliah.""Ya udah, kalau gitu ngomong langsung sana sama Pak Daniel apa yang terjadi sama hidup lo. Apa dia bakal peduli? Apa dia bakal memaklumi kesibukan lo?" Mona kemudian berputar, memandangku dengan tatapan menghina. "Dia mau menghubungi lo kayak gini aja udah termasuk menyalahi aturan. Itu karena lo mahasiswa beasiswa, biasanya dosen bahkan nggak repot-repot ngurusin mahasiswanya yang mangkir dari kelas mereka. Jadi harusnya lo bersyukur karena beliau nyariin, bukannya tetap di sini, sibuk flirting sama Bas."Mataku mendelik. "Siapa yang menggoda Bas? Udah dibilangin, di sini aku kerja!"Memang kalau bica

"Itu beneran Bas, kan?"Aku mencoba mundur. Jalan terbaik adalah menghindar lalu mencari informasi. Tapi karena padatnya mahasiswa, aku justru kembali terdorong. Tubuhku nyaris terjengkang kalau tidak merasakan seseorang menangkap pergelangan tanganku dengan kuat."Hati-hati, Mba." Dia berkata. Kudapati diriku menatap Jihan, mahasiswa satu jurusan. "Eh, Marsha. Pa kabar lo?"Aku meringis, mengikutinya yang menarikku ke pinggir. Suara napas kami terdengar ngos-ngosan menembus kerumunan. Kalau bukan kualitas terbaik, kurasa wig rambut ini pun bisa ketarik. "Ada acara apaan ya, Han?" tanyaku begitu kami berhasil menepi. Jihan masih sama, kelihatan cute dan ramah. Dengan semangat kemudian dia menjelaskan."Penutupan festival klub padus. Biasanya ngundang band yang lagi hits."Nah, beginilah enaknya kuliah di kampus yang separuh jurusannya adalah seni. Selalu banyak kegiatan yang sifatnya hiburan. Tapi... tidak enaknya aku jadi kesul

Walaupun aku ingin sekali kalau semua penyamaran ini terbongkar dan mengatakan yang sesungguhnya. Tapi bukan berarti ini mudah.Saat ketahuan, tetap saja jantungku berdegup tidak terkendali, tanganku dingin. Kakiku bergerak-gerak gelisah di lantai seperti menjahit, apalagi ketika tatapan Ghozali yang biasanya ramah berubah tajam dan penuh selidik. Sampai akhirnya pria itu membuka suara."Jadi sekarang Gumi di mana?"Kutelan ludah susah payah, menghindari tatapannya. "Rumah sakit.""Ini..." Dia seperti kehabisan kata-kata, mengusap wajahnya kasar lalu mendesah. "Ini udah hampir dua bulan. Dan sampai sekarang dia belum membaik?""Kepalanya terbentur hebat menurut penuturan dokter. Itu membuat Gumi langsung kehilangan kesadaran di tempat. Dia dalam keadaan mabuk. Dari history pesan di hapenya yang berhasil aku telusuri, dia habis berantem hebat sama Bas soal masalah harta gono-gini. Tapi sejauh ini Gumi udah menunjukkan tanda-tanda perubahan

"Kesimpulannya, kalian nggak jadi bercerai?"Aku nyaris tersedak canape, tidak lucu kalau tiba-tiba aku memuntahkan udang di depan semua orang. Terutama di depan Papanya Bas yang kelihatan super datar."Dari mana Mama bisa mengambil kesimpulan seperti itu?" tanya Bas. Dia kelihatan tenang. Terbiasa melihat Bas selalu berantakan, rambut berantakan, brewok dan lain-lain. Aku agak takjub saat menyaksikan dia bisa bersikap seperti bangsawan juga. Gerakannya teratur, anggun sesuai table manner."Yah, sampai sekarang Mama nggak mendengar konfirmasi apa-apa. Terakhir Mama dengar dari Noah kalau kalian tidur sekamar. Gimana Mama nggak berpikir kalian rujuk?" balasnya ngotot.Aku mendelik, beruntung aku tidak sedang makan apapun, jadi aman, tapi sejak kapan aku dan Bas tidur bersama?Mata Bas memicing menjadi satu garis tipis, melempar pandang ke Kakaknya, pria gagah yang memperkenalkan dirinya sebagai dokter Noah. Beliau ternyata pernah datang k