All Chapters of Vokalis Culas, Aku Bukan Istrimu: Chapter 61 - Chapter 70

"Kakak udah bangun?"Yah tentu saja dia sudah bangun, kalau tidak, mungkin yang berdiri di hadapanku sekarang adalah khodamnya. "Sarapan ya, Kak?"Yah tentu saja sarapan Marsha!Di depanku terpampang jelas omelet dengan jus jeruk, kombinasi sehat sarapan ala Bas. Saat mengikuti pola hidupnya, aku yang ultras seblak ini sempat diare. Mungkin dari sanalah dia mendapatkan proporsi tubuh menjulang dengan masa otot yang pas di mana-mana.Maksudku, lihat saja pakaiannya yang hanya berupa kaos ketat, dalam gelap tidak ada yang bisa kulihat, semuanya hanya bisa dirasakan. Sentuhannya, desau napasnya, dan panggilannya....Namun, Bas secara visual memang tidak pernah gagal membuatku gemetar."Kamu kedinginan?" tanyanya.Aku hanya meringis. "Aku abis cari sarapan di luar sama Ghozali, biasanya Kakak nggak suka nasi jadi maaf kalau nggak aku bawain buat Kakak.""Berhenti sopan santun setelah apa yang terjadi semal

Pulang dari kerja seharian dan baru bisa rebahan aku memilih mengurung diri di kamar. Bas masuk, dia makin hari makin tidak ada segan-segannya, dan nyelonong ke kamarku melalui pintu penghubung."Ketuk dulu Bas," kataku sensi."Sudah, kamu nggak dengar."Hah, apa aku kebanyakan bengong belakangan ini hingga menjadi budek? Dengan sebal, aku menyela diri bangkit duduk di atas tempat tidur dengan kaki bersila sedangkan Bas malah merebahkan diri di sampingku. Aroma sabun dari tubuhnya menguar di udara."Tidur lagi," perintahnya.Aku mendengkus, menepuknya dengan bantal. "Tolong aku lagi malas ngobrol, nggak mood, nggak semangat mau ngapa-ngapain. Kamu mau tidur di sini boleh tapi jangan ganggu aku."Bas tertawa kecil. "Ada masalah apa dengan kamu Gumi? Kuliah kamu nggak berjalan lancar?" terkanya. Menyela dirinya bangkit dengan bersandar di salah satu siku lalu menarik gulungan kertas di nakas. "Hasil kuliah hari ini?""Ghoz

Jantungku masih deg-degkan selama kami latihan di studio. Tidak ada Bas, jadi latihannya pun lebih cepat. Tapi aku punya firasat buruk tentang Ghozali. Mataku jadi seperti elang, yang awalnya tidak peduli, mendadak aku mengekori setiap langkah Ghozali saat dia bergerak. Bahkan memerhatikan setiap aktivitasnya.Ketika dia masuk ke pantry, lalu keluar sambil membawa dua gelas cherry dan satu diberikan untukku. Ketika dia memesan makanan dan menawarkan apakah aku ingin dipesankan juga?Atau ketika mencuci piring di westafel lalu dengan tangkas mengambil semua bekas makanku dan berkata. "Duduk aja."Aku stres.Tapi itu belum seberapa dibandingkan bagaimana caranya yang luwes selalu 'menempel' padaku, membuat kontak fisik sehalus mungkin. Misalnya saat aku duduk di sofa, dia akan sengaja duduk di sebelahku, bahu kami saling bersentuhan. Dan ketika tanganku terulur mengambil minum, dia akan melakukan hal yang sama untuk memungut remot di meja hingga jem

"Kamu bodoh, benar-benar bodoh, dari dulu kamu nggak bisa apa-apa sih, harusnya kamu diam aja dan nggak usah ngomong atau cari alasan. Ini kenapa kamu malah pasrah, Sa?"Aku memejamkan mata dengan bentakan Mama. Beliau sepertinya baru dikabari pihak rumah sakit mengenai keadaan Gumi yang terbangun. Bukannya bersyukur beliau malah menyempatkan untuk memarahi aku perkara Bas."Kalau begini tamatlah riwayat kita berdua. Kamu nggak paham siapa yang lagi dihadapi? Bas. Bas Sangkara. Astaga Marsha, dia bisa nyeret kita ke penjara." Mama kembali misuh-misuh.Aku menghela napas sabar. "Ma, aku juga udah capek cari-cari alasan terus. Lagian Bas bukan orang tolol. Dia udah sadar aku bukan Gumi dari pertama lihat aku. Kalau terus-terusan nyamar, itu malah bikin kita ngebodohin diri sendiri, Ma.""Itulah kenapa Mama bilang, kamu sabar sedikit. Kamu pikir cuma kamu yang capek? Kamu pikir Mama selama ini liburan? Mama pontang panting cari pinjaman ke sana ke si

Karena harapan itu jatuh dalam sekejap."Kembali ke kontrak awal, enam bulan, sekarang sudah berjalan tiga bulan. Menurut dokter Gumi butuh therapy. Dia belum bisa menggunakan anggota tubuhnya. Jalan masih susah, pegang pena aja harus diajarin ulang. Butuh waktu lama bagi Gumi untuk pulih. Perkiraan kami bisa memakan waktu berbulan-bulan, jadi Marsha Sadipta," tekan Bas dalam-dalam. "Bisa tetap di sini melanjutkan karir Gumi.""Gue setuju." Ghozali menyahut cepat. "Marsha yang berjuang sama kita dari awal. Jadi nggak ada yang perlu dirubah karena toh, secara teknis dialah gitaris The Blues yang asli. Salahnya dia hanya, Marsha memakai identitas orang lain. Kalau soal kualitas, dia nggak kalah kok. Lihat sendiri gimana hasilnya, kan?""Tapi di sana juga masalahnya loh." Rigen menyahut. Dia meliriku sangsi. "Ini bukan gue benci sama lo Gum, eh, Sa. Tapi pemalsuan identitas itu lumayan fatal, karena Gumi udah diterima jadi anggota, kalau Marsha yang datang, b