Istri Lima Belas Ribu

Istri Lima Belas Ribu

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-30
Oleh:  Nay AzzikraTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.7
379 Peringkat. 379 Ulasan-ulasan
608Bab
2.7MDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Nia, seorang istri yang telah dibohongi perihal gaji suaminya selama bertahun-tahun. Nominal yang diberikan hanya sedikit dari yang didapat Agam setiap bulannya. Sehingga dirinya harus ikut banting tulang demi tercukupi kebutuhan sehari-hari.Saat terkuak kebohongan sang suami dari buku rekening gaji yang ditemukannya, alih-alih menjelaskan dan meminta maaf, Agam justru pergi ke rumah orang tuanya.Agam adalah seorang suami yang lebih mementingkan kepentingan keluarganya dibanding anak istri. Karena beralasan bahwa, ridho orang tua lebih penting daripada menafkahi anak istri.selepas Nia mengetahui kebenaran yang disembunyikan Agam, dirinya juga mendapati banyak fakta lain yang terjadi di belakangnya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Penemuan Buku Rekening Gaji

“Dek, uang bulanan ada di meja rias, ya? Mas berangkat kerja dulu.”

Aku yang sedang menjemur baju sekilas menoleh, tersenyum dan mengangguk.

“Ada bonus, buat beli lipstick kamu.” Dia berkata seraya memainkan kedua alis. Kebiasaan yang ia lakukan saat sedang menggodaku.

“Jangan lupa! Beli yang warnanya merah menyala, mas suka itu.” Tambahnya lagi, saat sudah berada di atas motor.

Aku memonyongkan bibir, tanda mengejek. Ia lantas melajukan motornya perlahan menuju tempat dimana ia bekerja. Menjadi guru PNS di sebuah Sekolah Dasar. Lalu beranjak tubuh ini kubawa masuk ke dalam rumah. Langkah kaki terayun menuju kamar tidur. Kuambil amplop berisi uang bulanan dari suamiku. Lima lembar uang seratus ribuan. Aku tersenyum kecut. Mengingat permintaannya untuk membeli pewarna bibir. Memang benar ia memberiku bonus lima puluh ribu. Karena untuk sehari-harinya ia memberikanku jatah belanja limabelas ribu.  Anak kami dua. Untuk uang jajan mereka sehari-hari saja, uang dari Mas Agam tidaklah cukup.Untungnya orangtuaku memberi beberapa petak sawah untuk lahan pertanian, sehingga untuk makanan pokok, kami tak usah membelinya.

Aku tak pernah tahu, berapa gaji yang ia terima utuh sebulan. Karena setahuku ia masih memiliki cicilan dari sebelum menikah, dan setelah menikah, ia menambah utangnya lagi untuk membeli sepetak tanah, sebagai investasi katanya. Tanah tersebut, kini dikelola oleh mertuaku. Sedang uang sertifikasi yang diterima tiap triwulan sekali, kami sepakat untuk menyimpan di bank untuk jaga-jaga bila ada kebutuhan mendadak.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, aku yang kebetulan juga mengajar di salah satu TK milik yayasan PKK Desa, membuka kantin di sekolah, tempatku bekerja. Selain itu, di rumah aku juga membuat beraneka macam keripik. Kutitipkan ke warung-warung. Alhamdulillah, hasilnya bisa ditukar dengan keperluan dapur. Kujalani dengan penuh rasa ikhlas sekalipun berat kurasa. Karena aku percaya, suamiku telah memberikan yang terbaik untuk kami.Hanya saja, memang kemampuaanya dalam memberi nafkah hanya sebatas ini.

“Gaji mas cuma satu juta Dek, buat nabung simpanan hari raya di koperasi dua ratus. Sisanya buat ongkos Mas beli bensin ya? Makanya kamu harus nerima kalau Mas sering nginep di rumah Ibu, yang lebih dekat dengan sekolah. Untungnya Mas gak ngerokok. Mas yakin, kamu bisa mengatur keuangan kita dengan baik. ”Begitu selalu yang ia ucapkan saat aku mengeluh. Dan aku selalu percaya padanya. Karena aku yakin, ia pria yang sangat baik. Taat beribadah, serta memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Selama ini, keluarga Mas Agam menganggap aku sangat bahagia bersuamikan ia yang sudah PNS sejak sebelum menikah. Mereka mengira, kecukupan yang aku dapatkan semua berasal dari gaji yang ia berikan. Aku tak pernah menjelaskan apapun pada mereka. Karena kewajiban seorang istri adalah menjaga marwah keluarga. Tak sepatutnya menceritakan urusan rumah tangga kepada orang lain. Sekalipun mereka masih keluarga kita. Berat ringannya hidup, cukup kami yang tahu. Aku tak ingin harga diri suami jatuh di hadapan keluarga besarnya.

***

Siang ini, sepulang dari TK, aku berniat memembersihkan meja kerja Mas Agam. Kubereskan buku-buku yang berserakan. Dari mulai buku materi ajar sampai perangkat pembelajaran. Tiba-tiba sebuah buku rekening tabungan bertuliskan bank daerah yang kutahu itu buku rekening gaji, terjatuh dari dalam sebuah buku pelajaran Matematika. Entah terdorong rasa apa, aku membuka buku itu perlahan. Terlihat rentetan angka, nominal uang gaji yang setiap bulannya diterima suamiku. Seketika dadaku bergemuruh hebat. Sudut netra ini mulai memanas. Kuteliti satu per satu rententan angka yang tertera tiap bulannya. Aku mulai tergugu lalu terjatuh lemas di atas lantai. Isak tangis mulai keluar dari bibir ini. Sekali lagi kulihat transaksi uang yang tiap bulan diterima dan diambil suamiku dari bank tersebut, untuk memastikan apakah aku salah melihat atau tidak. Deretan angka dalam kisaran dua juta tujuh ratusan, atau bila ada lebih kurangnya hanya selisih seratus ribu tiap bulannya, sukses membuat dada ini sesak. Seketika luluh lantak sudah kepercayaan yang kuberikan padanya. Ia selalu mengatakan sisa gajinya hanya satu juta. Ternyata 8 tahun menikah dengannya, aku telah dibohongi. Dipaksa berjuang sendiri demi terpenuhinya kebutuhan makan kami berempat. Dan dengan begitu, aku pun tahu, hanya separuh dari uang sertifikasi yang ia berikan padaku untuk ditabung.

Mengapa ia begitu tega membohongiku? Membiarkanku sendiri, berjuang membanting tulang. Kemana larinya uang itu?

Aku masih terisak dengan segala kepedihan yang mendera. Memori otakku berputar, mengingat kejadian-kejadian  yang telah berlalu. Betapa berat perjuangan yang kami lalui bersama. Meskipun sebagian keluarga besar Mas Agam menganggap aku adalah orang yang sangat beruntung mendapatkannya yang sudah menjadi PNS sebelum menikah denganku, namun mereka tidak pernah tahu. Berjalannya roda ekonomi kami, juga ada jerih payahku di dalamnya.

“Mbak Nia seneng pasti ya, punya suami Mas Agam. Gajinya sebulan lima jutaan kan? Belum lagi sertifikasinya yang keluar tiga bulan sekali. Wah, kalau aku mah bakalan gonta ganti gelang sama kalung mbak.” Teringat kata-kata  Dina, adik sepupu Mas Agam yang suka berpenampilan glamour, kala itu.

Aku hanya tersenyum menanggapi pernyataannya. Tak kubantah maupun mengiyakan. Sekali lagi, karena menjaga marwah suami. Andai mengatakan yang sebenarnya-pun, akankah mereka percaya dengan ceritaku yang harus ikut serta membanting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarga? Mengingat sosok Mas Agam begitu disanjung akan kebaikan serta sikap peduli yang tinggi terhadap sanak familinya.

Dada ini terasa semakin sesak. Namun segera ku menguasai diri. Aku harus mencari tahu, kemana uang Mas Agam yang selama ini ia sembunyikan dari aku. Pada siapa ia berikan. Dan aku tidak bisa menghadapi ini semua dengan emosi. Karena akan berakibat fatal. Lagi-lagi omongan keluarganya yang aku takutkan. Jujur selama ini, orangtua serta kakak perempuan sekaligus kakak satu-satunya itu, mereka sering mengeluarkan kata maupun kalimat yang sedikit menggores relung hati ini. Tapi, tidak pernah sekalipun mulut ini membalas omongan mereka, karena takut. Bagaimanapun, mereka semua adalah orangtua yang harus kuhormati. Dari rahim ibunya-lah suamiku dilahirkan.

“Biarkan Agam pulang kesini. Kasihan kalau harus jauh-jauh pulang ke rumahmu. Aku mengkhawatirkan kesehatan dan keselamatannya. Tiap hari kalau harus berkendara lama selama empat jam pulang pergi kan kasihan. Aku tidak tega. Cukuplah seminggu sekali ia mengunjungimu.” Ucapan dari Mbak Eka, kakaknya Mas Agam masih selalu teringat di kepalaku. Ketika itu aku masih hamil pertama empat bulan. Entah terlalu perasa atau memang ucapan itu yang terlalu menusuk. Ada sesuatu yang seperti menghunus ulu hati ini.

“Tapi kan aku lagi hamil mbak.”

“Lhoh, apa hubungannya hamil dengan kepulangan Agam? Aku aja yang ditinggal merantau ke Kalimantan, tidak masalah. Suamiku malah belum tentu setahun sekali pulang.”

Salahkah bila dalam keadaan hamil ingin selalu bersama suami?

“Mbak Eka tuh baik dek. Sayang sekali sama Mas. Makanya dia berbicara seperti itu. Udah gak papa. Jangan dipikirkan ya? Yang penting kan, Mas pulang gak sampai seminggu sekali dek. Paling tiga hari di rumah Ibu. Jangan sedih! Ibu hamil gak boleh tertekan. Dibuat bahagia aja. Ya, sayang?” Begitu jawaban Mas Agam saat aku mengadu perihal perkataan Mbak Eka.

“Mas, kenapa gak pindah saja? Cari yang dekat sini. Toh kan, Mas pulang ke rumah Ibu juga perjalanan hampir satu jam kan?” Yah, memang suamiku mengajar bukan di daerah tempat tinggal ibunya. Bila kesana, ia harus berkendara kearah timur, sedangkan pulang ke rumahku ke arah barat. Aneh bukan?

“Mas sudah nyaman dek, sama teman-teman di sana. Mas takut, bila pindah gak nemu yang klop seperti mereka. Dan kalau dipikir ya, tetep deket ke rumah ibu kan?”

“Kalau gitu, aku ikut ke sana ya Mas? Aku ingin selalu berada bersama Mas setiap hari. Kan aku sedang hamil Mas.” Pintaku merajuk.

“Aduh, jangan sayang. Kamu harus ngajar kan? Nanti kalau kamu keluar, ada yang gantiin kamu gimana?” Akhirnya, aku hanya bisa pasrah pada keadaan.

Kepulangan Si Sulung Dinta  dari sekolah membuatku tersadar dari segala lamunan. Dia terlihat kaget melihat mataku sembab.

“Ibu kenapa? Habis nangis?”

“Iya sayang, tadi habis baca novel online, ceritanya sedih banget” Jawabku berbohong. Bagaimanapun keadaanku, aku tidak ingin, ia yang masih berusia tujuh tahun harus mengerti bebanku.

Dinta masuk kamarnya, berganti baju lantas makan. Setelahnya, terdengar langkah kaki sang adik, Danis yang baru pulang dari bermain. Ia berlari memelukku. Kebiasaan itu suka dilakukannya saat masuk ke dalam rumah. Kudekap erat tubuh mungilnya. Usianya baru genap empat tahun, bulan lalu. Ia menjadi anak kesayangan Mas Agam.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Ulasan buku

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

10
93%(354)
9
0%(1)
8
2%(6)
7
0%(1)
6
2%(6)
5
0%(0)
4
1%(3)
3
0%(1)
2
1%(5)
1
1%(2)
9.7 / 10.0
379 Peringkat · 379 Ulasan-ulasan
Tulis Ulasan
user avatar
Yudha Fitriansyah
gmn jln ceritany gan
2024-12-22 04:59:15
0
default avatar
NRA Channel
bagus banget jadi inspirasi
2024-10-20 16:40:26
0
user avatar
Cimi Cimi
bagus ceritanya
2024-06-02 19:41:48
0
user avatar
Heni Leliani Dewi
🅑🅐🅖🅤🅢 novelnya suka
2024-05-21 20:07:58
0
user avatar
rika gusti rahayu
sma kan ya sma yg d aplkasi novel sblah..tp ini pke koin trus..klo sblah kykny ga ya..udh tmat bacany..pnulisny sma ga ya..
2023-10-24 23:47:46
4
user avatar
nea Putry
bagus novelnya
2023-09-17 13:03:06
1
user avatar
Melody Devanie
kalo ada buku nya mungkin tak semahal beli koinnya....
2023-05-31 16:16:59
1
user avatar
Yulia Misni
novel teramat panjang yg ujung ujungnya taka m3narik untuk dibaca
2023-05-30 23:13:44
0
user avatar
Ann Normahdk
cerita keren bgt tp koinnya mahall..
2023-05-19 20:19:14
3
user avatar
Aris Potter
Novel lokal koinnya lebih mahal y.....
2023-05-07 14:41:24
1
user avatar
Bella
...️...️...️...️...️
2023-04-09 05:36:42
0
user avatar
Peny Peny
kak,kok novel yg berjudul "ISTRI LIMA BELAS RIBU",knp ga di lanjutin bab nya,knp cm sepotong2
2023-04-04 17:35:17
0
user avatar
Fathur Rahman
sudah ampir tamat bacanya
2023-03-06 07:52:00
0
user avatar
Bella
...️...️...️...️...
2023-01-18 04:31:44
1
user avatar
JP
Mampir kak numpang promo ya ... REVENGE Pembalasan gadis yang teraniaya sampai hampir mati. Banyak misteri dan romance yang menyelimuti kisah ini. Semangat thor! Thanks ^-^
2023-01-03 23:43:53
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 26
608 Bab
Penemuan Buku Rekening Gaji
“Dek, uang bulanan ada di meja rias, ya? Mas berangkat kerja dulu.” Aku yang sedang menjemur baju sekilas menoleh, tersenyum dan mengangguk. “Ada bonus, buat beli lipstick kamu.” Dia berkata seraya memainkan kedua alis. Kebiasaan yang ia lakukan saat sedang menggodaku. “Jangan lupa! Beli yang warnanya merah menyala, mas suka itu.” Tambahnya lagi, saat sudah berada di atas motor. Aku memonyongkan bibir, tanda mengejek. Ia lantas melajukan motornya perlahan menuju tempat dimana ia bekerja. Menjadi guru PNS di sebuah Sekolah Dasar. Lalu beranjak tubuh ini kubawa masuk ke dalam rumah. Langkah kaki terayun menuju kamar tidur. Kuambil amplop berisi uang bulanan dari suamiku. Lima lembar uang seratus ribuan. Aku tersenyum kecut. Mengingat permintaannya untuk membeli pewarna bibir. Memang benar ia memberiku bonus lima puluh ribu. Karena untuk sehari-harinya ia memberikanku
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-15
Baca selengkapnya
Kepergian Mas Agam
Hari ini, jadwal Mas Agam pulang ke rumahku. Iya, rumahku. Karena rumah ini diberikan oleh orangtuaku. Mereka membuat rumah ini saat Dinta berumur satu tahun. Jarak dengan tempat tinggal Ibu dan Bapak hanya lima ratus meter. Aku tidak langsung menanyakan perihal buku rekening yang kutemukan tadi siang. Menunggu saat yang tepat. Setelah anak-anak tidur, dan kami berdua tengah menonton televisi, barulah aku menyusun bahasa untuk memulai menanyakan tentang gajinya. Lebih tepatnya menginterogasi. “Mas, saat bersih-bersih tadi siang, aku menemukan ini.” Kuberikan buku rekening miliknya. Buku tersebut sebelumnya sudah kusimpan di bawah kasur yang sengaja digunakan saat anak-anak menonton TV. Wajahnya terlihat pucat. Tangan bergetar saat memegang benda berharga miliknya itu. “Ka Kamu nemu dimana dek? Ka kamu udah buka isinya?” Tanyanya dengan nada terbata-bata. &
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-15
Baca selengkapnya
Memulai Usaha Keripik
Pagi ini, aku sudah mendapatkan orang yang akan membantuku membuat keripik. Dengan bahan sisa yang ada, mereka mulai bekerja. Setelah sebelumnya kuajari mereka tentunya. Kulanjut menyiapkan sarapan untuk Dinta dan Danis. Setelahnya berangkat ke TK bersama Danis yang sudah mulai masuk nol kecil. Mulai hari ini kantin akan aku isi dengan makanan ringan saja, agar tidak repot. Selepas pulang nanti, aku berencana ke petani pisang sama singkong, meminta agar dikirim stok barang agak banyak. Seminggu sudah berlalu, Mas Agam belum juga pulang. Pun tidak memberi kabar. Keripik-keripik produksiku juga sudah kupasarkan melalui story WA. Banyak warung desa lain yang ikut memesan. Ada tiga toko lagi di pasar yang meminta distok juga. Rasa yang lebih enak, menjadi alasan makanan ini semakin laris di pasaran. Namun aku percaya bahwa ini semua merupakan kemudahan yang Allah berikan. Untuk sementara, aku belum ada keinginan untuk menyusul Mas Agam. Pesanan yang semakin banyak,
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-15
Baca selengkapnya
Menyusul Ayah
Selepas kepergian Bapak dan Mbak Eka, kuajak anak-anak naik motor. Sekedar cari angin, menghibur dua kakak beradik ini. Karena kutahu, meski hanya sebuah insiden kecil, tapi sudut hati buah hatiku merasa terluka. Ada perih yang menggores, saat mereka yang tidak bersalah sedkitpun harus ikut merasakan kemarahan kakeknya. Saat tengah menunggu pesanan bakso di warung lesehan, Dinta bertanya mengapa ayahnya tidak pulang. “Ayah ngembek ya, Bu?” tanyanya lagi saat tidak mendapat jawaban dari aku. Aku mengangguk mengiyakan, seraya tersenyum. Bingung mau menjelaskan apa pada anak sekecil mereka. “Kalau Ayah tidak pulang, kita susul kesana ya, Bu? Adek gak mau kalau Ayah pergi. Adek takut tak punya ayah lagi…” Danis ikut nimbrung pembicaraan kami. Matanya terlihat berkaca-kaca. Lagi-lagi hanya anggukan yang mampu aku lakukan. Setelah baksonya datang, keduanya tak lagi mebicaraka
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-15
Baca selengkapnya
Bertemu Ayah
Tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Aku yang semula hendak mengajak mereka pulang, kuurungkan, menunggu hujan reda. Kami berteduh. Mepet ke depan pintu, agar tidak basah terkena air hujan. Dinta dan Danis tertidur setelah menangis. Dinta kubaringkan dengan berbantalkan tas. Sedang Danis berada di pangkuan. Gawaiku bergetar. Ada sebuah pesan di aplikasi dari Fani.   [Mbak, udah kuantar semua keripiknya. Tadi bagi tugas sama Anis. Ini dapat uang enam juta.]   [Ya, Fan…]   [Mbak, kapan pulang? Gak kenapa-napa kan di sana?]   [Iya, gak terjadi apa-apa. Bentar lagi pulang. Nunggu hujan reda.] Fani serta Bapak Ibu pasti mengkhawatirkanku. Biar nanti di rumah saja aku cerita sama mereka.   [Paket krimnya tadi ada yang ambil. Temen Mbak katanya. Udah kasih uang juga. Habis mbak, creamnya] Lanjutnya lagi.   Alhamdulillah usahaku maju.   Segera kum
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-15
Baca selengkapnya
Ayah Lebih Sayang Aira
Part 6 Semakin sesak kurasakan beban dalam dada. Bila tidak sedang berada di tengah-tengah keluarganya, ingin aku menangis. Demi melihat teganya ia pada darah dagingnya sendiri.“Danis, sini. Peluk Ayah. Gak kangen sama Ayah?”  Tangan suamiku terulur hendak mengangkat Danis. Tubuhnya perlahan mendekati Dinta dan Danis.“Ayah yang gak kangen sama kami. Ayah pergi gak pulang. Juga gak telpon. Ayah lupa ya sama Kakak sama Danis?”  Dinta, tiba-tiba ia berani berkata seperti itu terhadap Ayahnya. Aku berfikir, ini adalah luapan kekesalan hati yang sejak tadi ia pendam.“Iya, Ayah jahat. Ayah gak pernah ajak piknik. Tapi ajak Aira. Ayah lebih sayang Aira. Danis gak pernah dibelikan mainan sama Ayah. Tapi Aira sering.” Setelah berkata seperti itu, Danis menangis.“Kakak juga belum pernah Dek, dibelikan boneka kayak gitu sama Ayah.”  Aku bingung, anak-anakku kenapa bisa berkata se
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Baca selengkapnya
Dukungan Bapak
Part 7 Aku memilih pulang ke rumah Ibu. Agar Danis dan Dinta tidak larut dalam kesedihan. Di rumah Ibu lebih rame. Mereka pasti terhibur bila bermain bersama Tante dan Mbah Kakungnya.Nyatanya aku salah. Kedua anakku malah menangis sesenggukan di kursi ruang tamu. Fani bergegas memeluk dan menenangkan Dina, sedang Bapak menggendong Danis. Ibu yang tidak tahu menahu langsung memberondongku dengan banyak pertanyaan. Akhirnya di depan Bapak, Ibu serta Fani kuceritakan semua hal yang terjadi di rumah itu. Di luar dugaan, Bapak yang biasanya bersikap bijaksana, kali ini terlihat menahan amarah. Kedua bola mata itu memerah. Rahangnya terlihat mengeras.“Nia, selama ini Bapak berusaha untuk tidak ikut campur urusan kalian. Meski sebenarnya, Bapak merasa janggal dengan sikap Agam yang seringkali tidak pulang. Naluri lelaki Bapak menangkap ada sesuatu yang tidak beres. Namun Bapak masih bisa mentolerir hal itu. Tapi tidak untuk kali ini. Bapak tidak s
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Baca selengkapnya
Mas Agam Pulang
Di toko ini, aku sudah mendapat barang yang kuinginkan. Aku yakin, mereka akan bahagia melihat kejutan dari Ibunya. Sebuah mobil sport mini untuk Danis, sepeda motor matic mini berwarna pink untuk Dinta serta kolam renang plastik untuk bermain air berdua. Kutelepon sopir angkot untuk membawa barang-barang tersebut. Setelah diangkut mobil, tak lupa aku mampir ke toko pakaian. Membeli banyak untuk diriku sendiri. Dan beberapa potong untuk Dinta, Danis, Ibu serta Bapak. Selama ini, anak-anakku sering kubelikan pakaian bagus. Sedangkan aku, paling banyak dua tahun sekali membeli baju. Ah, betapa diri terlalu menyiksa sendiri. Sedang di belahan bumi sana, ada yang bahagia menikmati uang suamiku. Sebelum pulang, entah mengapa aku ingin mampir ke bank untuk mengeprint buku tabungan. Selama ini memang aku tak pernah menabung. Mas Agam langsung mentansfer uang dari rekeningnya ke rekeningku yang berbeda bank. Ia hanya menunjukkan bukti transfer setelahnya. Tertera nomina
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Baca selengkapnya
Luka Hati Nia
Part 9 Pengiriman hari ini telah selesai. Kurir juga sudah mengambil ke rumah Ibu tadi. Anak-anak tertidur di sini juga. Bimbang, mau pulang males ada Mas Agam. Tidak pulang, aku perlu mandi dan berganti baju. Sembari menimbang-nimbang keputusan, hendak pulang atau tetap di sini, iseng kulihat story di aplikasi hijau. Jariku berhenti pada sebuah unggahan seseorang, Rani, Ibu Aira. Tumben buat story. Atau selama ini disembunyikan dari aku?Nangis, ditinggal pulang Pak Dhe. Efek terlalu dimanja. Biasanya jam segini diajak jalan-jalan. Begitu bunyi story-nya.Apa kabar anak-anakku yang ditinggal tiga minggu? Gatal terasa jari ini ingin bermain perasaan dengannya. Segera kupencet tombol balas.[Anak kesayangan. Caption love] Read[Iya Mbak. Nangis terus gara-gara ditinggal] Rani membalas.[Kalau ada Mas Agam aku gak capek jagain Aira][Terus, maunya Mas Agam yang ninggal anak-anak gitu?] Balasku dengan perasaan sengit.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Baca selengkapnya
Luka Hati Nia 2
Part 10  Tiga hari di Jogja, banyak tempat yang sudah kami kunjungi. Mulai dari Pantai Parangtritis karena penginapan kami ada di sana, Keraton, Candi Prambanan di Klaten, Candi Borobudur di Magelang, Museum Dirgantara, hingga terakhir Mallioboro. Surganya wanita berbelanja. Sejenak lupa pada masalah yang sedang dihadapi.  Hingga saatnya kami pulang. Mengendarai taksi sampai stasiun. Saat berada dalam kereta menuju perjalanan pulang, sebuah pesan masuk dari Fani.[Mbak, tadi Mas Agam kesini, ambil kunci. Tapi pergi lagi. Aku gak tahu dia mau apa. Soalnya tadi kuncinya diantar kesini lagi.] Tak kubalas pesan dari Fani. Aku memilih menentramkan hati dengan lantunan dzikir.Iseng kubuka story teman-teman pada aplikasi hijau. Hal rutin yang kulakukan saat merasa kesepian. Sudut mataku memanas, melihat sebuah foto pada story Mas Agam, ia menuliskan sebuah kalimat, Tidak akan pernah ada yang bisa menggantikan posisi
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-10-30
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status