Sinopsis: Aurora DeLuca, seorang dokter muda yang bercita-cita menyelamatkan nyawa, tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah bertemu dengan Leonardo "Leo" Moretti—bos mafia yang kejam namun karismatik. Takdir mempertemukan mereka ketika Aurora tanpa sadar menyelamatkan nyawa Leo setelah insiden penembakan. Leo yang dikenal tanpa belas kasihan, justru terobsesi dengan perempuan berhati lembut itu. Namun, dunia Leo bukan tempat bagi orang seperti Aurora. Ketika musuh-musuh mafia mulai mengincarnya, Aurora harus memilih: tetap berada di sisi Leo dengan segala risikonya, atau pergi sebelum semuanya terlambat?
Lihat lebih banyakHujan turun deras di kota New York malam itu. Jalanan basah, lampu-lampu jalan berpendar redup, menciptakan bayangan samar di trotoar yang lengang. Aurora DeLuca menarik mantel medisnya lebih erat, berusaha mengusir dingin yang merayapi kulitnya. Ia baru saja menyelesaikan shift panjang di rumah sakit dan hanya ingin pulang, menenggelamkan diri dalam tidur setelah seharian berurusan dengan pasien dan kondisi darurat.
Langkah kakinya tergesa-gesa melewati gang kecil yang menjadi jalan pintas ke tempat parkir. Ia sudah terbiasa mengambil rute ini meski banyak rekannya memperingatkan bahwa gang ini terlalu sepi dan berbahaya. Tapi malam ini, ada sesuatu yang berbeda. BANG! Suara tembakan menggema di udara. Aurora sontak berhenti, napasnya tercekat. Dalam sekejap, tubuhnya tegang, matanya mencari sumber suara. Di kejauhan, di balik bayangan gedung tua, ia melihat sosok seseorang yang tersandar di dinding bata. Aurora bisa melihat darah merembes dari bahunya, bercampur dengan air hujan yang turun membasahi aspal. Sosok itu tampak kesakitan, tetapi matanya tetap tajam, penuh kewaspadaan. Aurora tahu seharusnya dia berbalik dan pergi. Ini bukan urusannya. Tapi sebagai dokter, nalurinya lebih kuat daripada ketakutannya. Ia menghela napas dan melangkah maju. "Kau butuh bantuan," katanya tegas, berlutut di samping pria itu. Mata pria itu menatapnya tajam, penuh kecurigaan. "Siapa kau?" suaranya berat, meski napasnya tersengal. "Aku dokter," jawab Aurora cepat. Ia merogoh kantong mantelnya, mengeluarkan kain kasa dan perban darurat yang selalu ia bawa. "Kau harus membiarkan aku menghentikan pendarahan ini, atau kau akan mati kehabisan darah sebelum sempat keluar dari gang ini." Pria itu mengerjap, seolah menimbang kata-kata Aurora. Setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan, meski sorot matanya tetap penuh waspada. Aurora buru-buru merobek lengan jas mahalnya dan menemukan luka tembak yang cukup dalam di bahunya. Darah masih mengalir deras. Dengan cekatan, ia menekan kain kasa ke luka itu, membuat pria tersebut mendesis pelan. "Sakit?" tanyanya sambil meliriknya. Pria itu tersenyum samar. "Aku pernah merasakan yang lebih buruk." Aurora mengabaikan jawabannya dan terus bekerja. Tangannya lincah membebat luka, berusaha menghentikan pendarahan secepat mungkin. Saat ia sedang fokus, ia merasakan tatapan pria itu yang terus mengawasinya. "Siapa namamu?" tanyanya tiba-tiba. Aurora ragu sejenak sebelum menjawab, "Aurora." Pria itu mengangguk pelan, seolah menghafal namanya. "Aku Leonardo. Tapi orang-orang memanggilku Leo." Aurora tidak terlalu memikirkan namanya saat itu. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana cara menyelamatkan nyawa pria ini. Namun, andai ia tahu siapa pria itu sebenarnya, mungkin ia akan berpikir dua kali sebelum membantunya. Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Aurora akhirnya menyelesaikan perbannya. "Kau harus pergi ke rumah sakit. Luka ini cukup dalam, dan—" Leo tiba-tiba tertawa kecil, meski suaranya terdengar lemah. "Rumah sakit bukan tempat yang baik untukku, dokter." Aurora menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu?" Sebelum Leo sempat menjawab, suara langkah kaki terdengar mendekat. Aurora menoleh dan melihat beberapa pria berpakaian hitam berjalan ke arah mereka. Nalurinya langsung berteriak bahaya. "Leo!" Salah satu pria itu berseru, tampak panik. "Kau baik-baik saja?" Leo mengangguk lemah. "Aku baik-baik saja, Lorenzo." Lorenzo, pria yang tampak lebih tua dengan wajah keras dan ekspresi penuh waspada, menatap Aurora dengan tajam. "Siapa dia?" Leo menatap Aurora sejenak sebelum menjawab, "Dia menyelamatkanku." Lorenzo masih terlihat tidak percaya, tetapi ia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia hanya mengisyaratkan kepada pria lain untuk membantu Leo berdiri. Aurora melihat Leo bangkit dengan susah payah. Ia seharusnya merasa lega karena sudah melakukan tugasnya, tetapi ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. "Aku bisa mengantarmu ke rumah sakit," tawarnya, meski ia tahu jawabannya akan tetap sama. Leo menatapnya dengan mata gelapnya yang tajam. "Aku sudah bilang, rumah sakit bukan tempat yang aman untukku." Aurora mengernyit. "Kenapa? Kau ini siapa sebenarnya?" Leo tidak menjawab. Sebaliknya, ia melangkah mendekat, membuat Aurora sedikit mundur tanpa sadar. Tangannya terangkat, menyentuh lembut dagu Aurora, membuatnya merinding. "Kau terlalu polos untuk tahu jawabannya, Aurora," bisiknya. "Tapi aku akan memastikan kita bertemu lagi." Aurora tidak punya kesempatan untuk bertanya lebih lanjut. Dalam sekejap, Leo dan anak buahnya sudah menghilang di balik bayangan malam. Ia berdiri diam di tempat, mendengar suara deru mobil menjauh. Malam itu, Aurora mengira pertemuannya dengan Leo hanyalah kebetulan belaka. Yang ia tidak tahu, pertemuan itu baru saja mengikat nasibnya dengan dunia yang penuh bahaya. Dunia milik Leonardo Moretti—bos mafia paling berbahaya di New York.Kilatan biru menyinari lorong bawah tanah yang sunyi. Di dalam Genesis Vault, Leo berdiri siaga, menodongkan pistol ke arah Arvan, pria misterius yang dulu dianggap telah mati bersama keruntuhan Arvan Industries. Di belakangnya, dua sosok humanoid dengan sayap logam dan mata tanpa jiwa—Custos, para penjaga ciptaan Genesis—menatap mereka tanpa emosi.Matteo bergerak ke samping, mencoba mencari sudut tembak. “Makhluk-makhluk itu… mereka bukan manusia. Tapi bukan mesin juga.”Arvan melangkah maju, senyumnya licik. “Mereka adalah evolusi. Aku hanya mempercepat proses yang seharusnya alam lakukan berabad-abad lalu.”Leo tak menurunkan pistolnya. “Genesis diciptakan untuk melindungi, bukan menguasai.”“Siapa bilang?” tanya Arvan. “Genesis adalah alat. Alat untuk membersihkan dunia dari ketidaksempurnaan.”Tiba-tiba, Custos bergerak. Dalam sekejap, satu di antaranya meluncur ke arah Leo. Pria itu melompat ke samping, nyaris terkena sabetan
Eden masih sunyi, namun bukan ketenangan yang menyelimuti tempat itu—melainkan napas tertahan dari seluruh penghuni yang selamat. Sinar matahari pagi menembus celah ventilasi buatan di atas kubah Eden, menyoroti serpihan reruntuhan dan luka-luka yang belum sempat diobati. Di ruang observasi pusat, Leo menatap layar besar yang menampilkan struktur bawah tanah Eden. Di sampingnya, Aurora duduk dengan tangan terlipat, tubuhnya lelah namun pikirannya tetap waspada. “Elena bilang Yuna meninggalkan jejak data terakhir sebelum sistemnya padam,” ucap Aurora lirih. “Dan bukan sembarang data—dia membuka jalur ke lokasi rahasia yang disebut sebagai… Genesis Vault.” “Genesis,” Leo mengulang kata itu. “Satu kata yang bisa berarti harapan… atau akhir.” Matteo masuk sambil membawa sebuah tablet. “Kami sudah memetakan koordinat Genesis Vault. Letaknya di bawah tanah, di luar zona pemukiman Eden, persis di perbatasan antara reruntuhan Arvan dan jalur cadangan energi utama.” “Tempat itu tidak
Ledakan kecil mengguncang lorong utama Eden. Debu beterbangan dari langit-langit saat sistem pencahayaan berkedip panik. Leo berlari cepat di depan, Aurora menyusul di belakangnya, diikuti oleh Matteo dan Elena yang baru tiba dari sektor medis. “Apa itu ledakan dari Sektor Energi?” tanya Aurora sambil berlari. Matteo menjawab, “Bukan. Itu dari dalam—dari inti pusat komunikasi. Seseorang berusaha membakar jalur data agar tak bisa dilacak.” Leo menggeram. “Berarti kita punya pengkhianat. Seseorang di dalam Eden yang bekerja untuk Raul.” Mereka tiba di persimpangan utama dan berbelok ke sayap timur. Di sana, pintu menuju pusat komunikasi telah hancur sebagian. Api menyala di salah satu sisi ruangan, dan sistem penyiram otomatis bekerja dengan sia-sia karena aliran air telah diputus dari pusat. Rania muncul dari balik reruntuhan, wajahnya kotor dan napas tersengal. “Kami mencoba menghentikannya… tapi dia kabur lewat ventilasi.” “Siapa?” tanya Leo cepat. Rania menunduk, seolah tida
Eden masih sunyi, namun bukan ketenangan yang menyelimuti tempat itu—melainkan napas tertahan dari seluruh penghuni yang selamat. Sinar matahari pagi menembus celah ventilasi buatan di atas kubah Eden, menyoroti serpihan reruntuhan dan luka-luka yang belum sempat diobati. Di ruang observasi pusat, Leo menatap layar besar yang menampilkan struktur bawah tanah Eden. Di sampingnya, Aurora duduk dengan tangan terlipat, tubuhnya lelah namun pikirannya tetap waspada. “Elena bilang Yuna meninggalkan jejak data terakhir sebelum sistemnya padam,” ucap Aurora lirih. “Dan bukan sembarang data—dia membuka jalur ke lokasi rahasia yang disebut sebagai… Genesis Vault.” “Genesis,” Leo mengulang kata itu. “Satu kata yang bisa berarti harapan… atau akhir.” Matteo masuk sambil membawa sebuah tablet. “Kami sudah memetakan koordinat Genesis Vault. Letaknya di bawah tanah, di luar zona pemukiman Eden, persis di perbatasan antara reruntuhan Arvan dan jalur cadangan energi utama.” “Tempat itu tidak
Eden kembali tenang. Setidaknya, di permukaan.Di ruang utama komando, layar-layar kembali menampilkan aktivitas normal. Sistem keamanan telah dipulihkan, dan ancaman dari Sigma-0 dinyatakan berhasil dinonaktifkan. Namun, bukan berarti semua orang bisa bernapas lega.Leo menatap ke luar dari balkon atas menara pusat Eden, memandangi cahaya lampu-lampu yang mulai menyala di sektor-sektor yang sempat padam. Udara malam ini terasa dingin, menandakan bahwa perang dingin selanjutnya telah dimulai—perang yang tidak terlihat, tapi tak kalah mematikan.“Apa kau masih berpikir soal Sigma-0?” suara Aurora terdengar pelan dari belakangnya.Leo menoleh. “Bukan soal itu saja… Tapi siapa yang membangkitkannya. Sistem sekompleks itu tidak akan aktif dengan sendirinya.”Aurora bergabung di sisinya. Angin malam menyibak rambutnya, dan mata keemasan miliknya memantulkan kilau lampu Eden yang redup.“Aku juga merasa... seperti ini belum selesai,” katanya perlahan.“Masih ada sisa-sisa Veylar di Eden,” g
Langkah Leo bergema di lorong bawah tanah Eden, tempat server utama berada. Matteo menyusul di belakangnya dengan wajah serius, sementara Rania menunggu mereka di depan pintu baja dengan ekspresi gelisah.“Aku mendapat sinyal aneh dari terminal lama di sektor Delta,” ujar Rania tanpa basa-basi. “Sistem yang seharusnya mati sejak dua tahun lalu… aktif lagi.”Leo menyipitkan mata. “Kau yakin bukan gangguan biasa?”“Sudah kucek dua kali. Ini bukan hanya sistem aktif. Ada proses berpikir di dalamnya. Kode berpola, seperti AI yang beradaptasi ulang,” jawab Rania.Matteo mengumpat pelan. “Apa Infinitas meninggalkan sesuatu di dalam sistem kita?”Rania membuka pintu baja dengan kartu akses khusus. “Kita akan lihat.”Di dalam ruangan yang remang dan dingin, layar-layar monitor tua menyala kembali satu per satu. Di tengahnya, sebuah server utama yang dulu digunakan untuk sistem pertahanan Eden tampak berdenyut dengan cahaya merah samar.Leo mendekat, menatap tulisan yang muncul di layar utama:
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen