Gadis yang terlelap di atas ranjangnya itu menggeliat, ia menggeram kesal saat mendengar bunyi bel flatnya untuk kesekian kali. Sambil menahan kesal Carla bangun dan berjalan keluar dari kamar, tanpa menyadari kalau ia masih mengenakan tank top dan celana gemes. Mulutnya mendumel sepanjang jalan menuju pintu utama, berharap yang datang adalah kurir paket belajaan agar rasa kesalnya sedikit terminimalisir.
"Kamu siapa?"
Carla terdiam ketika suara berat menyapa telinga sementara matanya masih terpesona dengan... ketampanannya. Carla mengerjapkan matanya beberapa saat, sejak kapan kurir ekspedisi setampan ini? Ralat, he is fucking handsome! kalau tau kurir yang datang akan setampan ini, seharusnya tadi ia cuci muka dan menyemprotkan face mist dulu supaya wajahnya glowing dan bersih dari sisa skincare tadi malam.
"Kamu siapa?" Pria asing itu mengulang pertanyaannya dan memaksa Carla untuk berhenti menikmati ketampanannya.
Carla berdehem, mengontrol dirinya yang hampir hilang kendali karena terhipnotis paras tampan milik pria di hadapannya itu.
"Kamu mas kurir yang nganter belanjaan aku, ya?" tanya Carla sambil melempar senyum padanya, bukan senyuman menggoda, melainkan senyum ramah yang selalu ia tampilkan setiap bertemu orang lain. Matanya mengamati pria itu dari atas sampai bawah, kening Carla praktis mengernyit saat tidak menemukan kotak apapun di kedua tangan pria yang ia duga sebagai kurir ekspedisi.
"Kurir?" Ulangnya lalu pria itu mendengus, seakan tak terima dengan tuduhan sang lawan bicara. "Apa tampang saya terlihat seperti kurir?" tanya pria itu dengan nada menahan kesal.
Carla meringis, sepertinya ia akan dapat masalah karena sudah salah menduga. Dalam hatinya Carla mengutuk diri, bisa-bisanya pria setampan Aktor Korea ia kira kurir ekspedisi.
"Bukan, ya?" Carla mengeluarkan cengiran tanpa dosa, mencoba sedikit lebih ramah meski raut wajah pria di hadapannya semakin menunjukkan mimik wajah tak mengenakan.
"Aku kira kurir, he he..." lanjutnya diakhiri kekehan renyah.
Pria dengan tubuh menjulang itu mendengus lagi, ia memutar bola matanya jengah menghadapi gadis urakan yang kalau dilihat dari penampilannya sudah pasti belum mandi pagi. Terlihat jelas dari wajah dan rambut singanya yang berantakan, belum lagi pakaiannya yang kurang bahan sangat menandakan kalau di baru bangun tidur.
"Kamu siapa?"
Untuk ketiga kalinya pria itu mengulangi pertanyaan yang sama. Ia mencoba berpikir jernih, hampir saja kewarasannya tergoyahkan karena terpanah dengan lekuk tubuh Carla yang hanya dibalut tank top hitam dan celana gemas. Manik coklatnya yang jernih dan wajah tanpa ekspresi terpaku lurus menatap Carla, membuat Carla perlahan meredupkan senyumannya, ia merasa diintimidasi oleh tatapan tajam itu.
"Aku Carla," jawab Carla spontan, setelahnya ia menggaruk kepala kebingungan. Kenapa jadi dirinya yang memperkenalkan diri?
"Kamu siapa?" lanjut Carla, pertanyaan seperti itu memang seharusnya dari awal ia yang mengajukan.
"Flat ini masih milik Misel, kan?" jawab pria itu tak seperti yang Carla harapkan. Namun Carla tetap merespon dengan anggukan.
"Terus kenapa kamu yang keluar dari pintu ini?"
"Kamu temannya Kak Misel, ya? Kak Misel gak bilang ke kamu kalau bulan lalu dia pergi ke Manchester?"
Pria itu menggaruk pelipisnya, "Saya tau, yang saya gak tau kenapa kamu bisa keluar dari flat milik sepupu saya?"
"Sepupu?!" Carla terpekik, kedua matanya praktis membulat.
"Ya, saya sepupunya Misel yang akan tinggal flat ini." jawab pria itu dengan tegas.
Rahang Carla jatuh seketika, raut wajahnya menunjukan keterkejutan. Tanpa berkata apapun Carla menggeser tubuhnya yang menghalangi pintu masuk, tangannya bergerak memberi tanda pria itu untuk masuk dan membicarakannya lebih lanjut di dalam flat.
Carla dan pria yang belum di ketahui namanya itu duduk berhadapan di meja makan, suasana mendadak intens dan mencengkam sejak keduanya memutuskan untuk berdiskusi empat mata.Pria itu sudah memberi penjelasan kepada Carla maksud kedatangannya dan memutuskan untuk tinggal di flat. Jelas Carla langsung menentangnya, ia juga memberi tau pria itu kalau Misel sudah meminjamkan flat ini kepadanya. Tapi pria itu tetap kekeh dan mengklaim kalau flat ini milik sepupunya, jadi ia juga berhak untuk tinggal di flat."Gak bisa, aku yang lebih dulu tinggal di sini, Kak Misel juga udah meminjamkan flat ini ke aku!" Carla langsung cari pembelaan. Dia tidak mau angkat kaki begitu saja setelah dua tahun lamanya menetap dan merawat flat milik Misel.Sebelumnya Carla tinggal di flat minimalis itu bersama Misel, tapi satu bulan lalu Misel harus terbang ke Manchester untuk melanjutkan studinya di sana. Misel bahkan tidak mengatakan apapun tentang sepupunya yang akan tinggal di flat,
Carla panik, ia melangkahkan kakinya mondar-mandir di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Beberapa menit lalu ia baru saja mengambil keputusan mengizinkan Savian menginap tidak lebih dari dua malam. Tapi karena keputusan yang tidak ia pikirkan matang-matang itu, sekarang ia jadi tidak tenang. Jantungnya berdetak abnormal, keningnya pun mulai dibanjiri keringat dingin. Bagaimana tidak cemas, sedari tadi Carla khawatir kalau Savian akan bertindak seperti yang kakak tirinya lakukan. "Nanti malam pintunya jangan di kunci ya, dek." Carla menutup kedua telinganya, bisikan itu datang lagi. Tubuh Carla mulai bergetar, dengan tenaga yang masih tersisa Carla memindah kursi dan barang-barang berat lainnya ke depan pintu kamarnya supaya tidak bisa di buka dari luar. Setelah mengunci pintu, Carla langsung naik keatas ranjang, ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. "Jangan nangis, nanti mama dan papa dengar." Mendengar bis
Aroma kopi dan roti bakar yang menyeruak pagi ini membuat Carla terbangun dari tidurnya. Seakan terhipnotis, wanita itu langsung keluar dari dalam kamar dengan mata yang masih sayup-sayup terbuka. Savian yang tengah menyeruput kopi sambil membaca koran di pantry langsung terperengah dan tersenyum lebar melihat Carla yang baru keluar dari kamarnya hanya mengenakan oversized t-shirt lengkap dengan wajah bangun tidurnya yang menggemaskan, tapi terlihat seksi di mata Savian.Savian bersiul, matanya masih menatap Carla dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. Pikirannya mulai berkelana saat melihat paha mulus Carla yang terpampang nyata di depan sana, belum lagi sesuatu yang tercetak di dada gadis itu. Sial, Savian merasa ada yang menegang di bawah perutnya. Savian menyeringai, nakal sekali gadis itu berani menggoda imannya di pagi hari begini."Wow, sexy!" celetuk Savian seraya menggigit bibir bawahnya tergoda.Mendengar suara mahluk lain, kening Ca
Untuk menghindari Savian, Carla sampai tidak keluar dari dalam kamar seharian. Tapi sayangnya, rasa lapar di perut tidak dapat di hindarkan. Dengan terpaksa Carla melangkahkan kakinya keluar kamar, dia sedikit tertegun mendapati Savian yang duduk di depan televisi."Hai, Car," Savian menyapa. Mata Carla langsung menyipit dan menatap Savian sinis."Enak ya seperti di rumah sendiri!" sindir Carla mengamati meja yang dipenuhi dengan bungkus snack dan kaleng minuman. Carla berdecak jengkel, padahal tersedia tempat sampah di dapur, tapi Savian malah mengotori ruang tengahnya dengan sampah bungkus cemilan."Mau Pizza, Car?" tanya Savian tak menghiraukan sindiran pedas dari Carla, dia tetap memasang wajah cool sambil menggigit sepotong Pizza.Carla mengalihkan pandangannya ke kotak pizza di hadapan Savian lalu ia meneguk saliva, menahan diri agar tidak tergoda dengan tiga potong Pizza yang tersisa di sana."Gak, makasih!" tolak Carla, dia berniat
"Satu bulan?" Savian mengangguk mantap. Ia menggeser bokongnya untuk semakin dekat pada Carla lalu menyentuh telapak tangan Carla tanpa aba-aba. Saking terkejutnya dengan tindakan lancang Savian, Carla hanya bisa diam dengan pandangan menerawang. "Sekarang nyari tempat tinggal itu susah, Car, kayak nyari jodoh." kata Savian berusaha meyakinkan, tangannya masih betah menggengam telapak tangan Carla. Tidak melihat tanda penolakan dari Carla, Savian mengusap tangan Carla lembut, mengambil kesempatan dalam keadaan apapun adalah keahlian pria itu. "Boleh, ya, Car?" lanjut Savian sebab Carla masih merapatkan mulutnya. Setelah mendengar pertanyaan dari Savian, barulah Carla tersadar, ia menarik tangannya lebih dulu kemudian bergese
Esoknya Carla bangun dengan suasana hati yang kurang baik, mulutnya mendumel saat teringat percakapannya kemarin malam bersama Savian. Mulut Savian begitu lancar ketika mengatakan akan memberikan apapun padanya termasuk memuaskan, asalkan Carla bersedia berbagi flat dengannya selama satu bulan. Carla berdecak, memangnya pria itu pikir dirinya ini cewek murahan yang gampang diajak having sex dengan pria yang baru di kenal, jangankan baru, sudah kenal dekat pun belum tentu Carla sudi untuk melakukan having sex dengannya!Carla berjalan keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menggulung di atas kepalanya. Tungkai Carla berhenti tepat di depan pintu kamar yang Savian tempati, mulutnya berkumat-kamit memaki Savian tanpa suara, tangannya yang terkepal terangkat memukul-mukul udara dan bertepatan dengan itu pintu kamar Savian terbuka, memunculkan wajah bantal Savian yang terkejut karena hampir kena bogem tangan Carla.Mata Carla melotot kaget saat pintu kamar Savian terbuk
Setelah beberapa hari, akhirnya Carla mengambil keputusan untuk memberikan Savian kesempatan untuk tinggal bersamanya. Pagi ini di ruang tengah, Carla dan Savian sedang berbicara empat mata perihal syarat dan peraturan yang harus Savian taati selama pria itu tinggal di flat. Savian membaca dengan teliti selembar kertas yang Carla berikan. Kedua bola mata Savian perlahan melebar saat membaca ratusan peraturan yang tertera di atas kertas dengan coretan tinta hitam itu. "Tapi ingat ya, kamu di sini cuma numpang!" tekan Carla seraya memandangi Savian yang tengah fokus membaca. "Dengan peraturannya sebanyak ini?" Savian menatap Carla tak percaya. Bahkan peraturan sekolah saja kalah ketat dan banyaknya di bandingkan peraturan di flat ini. Carla mengangguk dengan polosnya, tak peduli dengan reaksi berlebihan Savian. "Iya." jawab Carla singkat. Savian menggelengkan kepalanya. Matanya kembali menatapi coretan-coretan tak masuk akal
"Shit, telat!"Carla mengumpat sebelum ia melompat turun dari kasur dan berlari keluar kamar. Dengan kecepatan kilat cewek itu membersihkan tubuhnya lalu membalut tubuhnya dengan pakaian yang sedikit formal pagi ini. Mulut Carla tak berhenti merutuki dirinya yang bangun kesiangan di hari pertama masuk kuliah setelah menikmati masa liburan lebih dari satu bulan."Sorry!" Carla yang sedang buru-buru berjalan kearah pantry tidak sengaja menyenggol pundak Savian yang baru saja keluar dari kamarnya. Segera Carla meminta maaf."Minumnya pelan-pelan, Car." tegur Savian melihat Carla minum susu dengan sekali tegukan hingga tetesan susu itu mengotori meja pantry."Lagi-" Carla terdiam, gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya karena terpesona dengan penampilan Savian pagi ini. Luar biasa berwibawa dengan setelah kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam, celana bahan tanpa kusut dan sepatu kulit kinclong. Carl