LOGINCarla panik, ia melangkahkan kakinya mondar-mandir di depan pintu kamar yang tertutup rapat. Beberapa menit lalu ia baru saja mengambil keputusan mengizinkan Savian menginap tidak lebih dari dua malam. Tapi karena keputusan yang tidak ia pikirkan matang-matang itu, sekarang ia jadi tidak tenang. Jantungnya berdetak abnormal, keningnya pun mulai dibanjiri keringat dingin.
Bagaimana tidak cemas, sedari tadi Carla khawatir kalau Savian akan bertindak seperti yang kakak tirinya lakukan.
"Nanti malam pintunya jangan di kunci ya, dek."
Carla menutup kedua telinganya, bisikan itu datang lagi. Tubuh Carla mulai bergetar, dengan tenaga yang masih tersisa Carla memindah kursi dan barang-barang berat lainnya ke depan pintu kamarnya supaya tidak bisa di buka dari luar. Setelah mengunci pintu, Carla langsung naik keatas ranjang, ia menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
"Jangan nangis, nanti mama dan papa dengar."
Mendengar bisikan itu membuat Carla menutup kedua mulutnya menggunakan telapak tangannya, ia menahan isaknya agar tidak keluar, sementara air matanya terus bercucuran membasahi wajah manisnya.
Carla tau bisikan itu hanya halusinasinya saja, tapi saat ini ia tidak bisa berpikir jernih. Bayangan masa lalu menghantui kepalanya dan hal itu membuat ia jadi ketakutan hingga bergetar.
Gadis itu memiliki masa lalu pahit yang tidak bisa hilang dari ingatannya. Menjadi korban pelecehan seksual kakak tirinya sendiri selama tiga tahun membuat Carla tumbuh bersama trauma yang melekat dalam dirinya. Ia jadi selalu waspada setiap berdekatan dengan lawan jenis, rasa ketakutan itu akan muncul jika ada sesuatu yang mengingatkan ia pada sosok bejat yang meredupkan masa remajanya.
Dan hanya flat ini tempat berlindungnya setelah dua tahun lalu Carla berhasil keluar dari rumah orang tuanya. Memilih untuk kuliah di kota yang berbeda adalah strategi Carla agar dapat keluar dari rumah orangtuanya, dengan begitu ia tidak akan mendapatkan pelecehan lagi dari kakak tirinya sendiri.
DRT
Getaran pada ponselnya membuat Carla tersadar dan segera mengambil ponsel, ia langsung menempelkan ponselnya kedaun telinga setelah menerima panggilan dari kontak bernama Misel.
"Kak, aku dengan suara itu lagi…” bisik Carla dengan suara paniknya.
"Car, tenang, tarik napas..." intruksi Misel cepat, membuat Carla langsung menarik napas mengikuti perintah dari Misel yang sebenarnya Misel adalah dokter yang membantunya sembuh dari rasa trauma.
"Hembuskan perlahan..." Imbuhnya yang Carla ikuti.
"Kak, kayaknya aku gak bisa izinin Savian nginap di sini. Aku takut." Carla memeluk dirinya sendiri. Di saat seperti ini biasanya ada Misel yang memeluk dan menenangkannya, tapi sekarang ia harus melewati masa menakutkan ini sendirian.
"Carla, ingat kata-kata aku, gak semua pria itu sama kayak kakak tiri kamu. Stop mendoktrin pikiran kamu sendiri kalau semua pria itu sama!"
"Aku takut, Kak..." Carla menangis lagi. Ia memeluk tubuhnya semakin erat, mencoba melindungi dirinya sendiri.
"Jangan nangis, Carla. Ayolah, kamu pasti bisa!" Suara Misel ikut bergetar. Sebenarnya ia juga tidak tega memaksa Carla untuk kuat seperti ini, tapi apa boleh buat, ini kesempatan besar karena untuk pertama kalinya Carla menerima tantangan darinya, jarang sekali gadis itu mau sedekat ini dengan pria selain Alvero, pria satu-satunya yang menjadi teman dekat Carla.
"Contohnya Alvero, dia gak kayak kakak tiri kamu, kan? Dan Alvero cuma salah satu dari ribuan pria baik di dunia ini, Car."
Carla berhenti terisak, ia menghapus jejak air matanya lalu tersenyum setelah mendengar Misel menyebut nama Alvero. Ya, Carla harus yakin kalau tidak semua pria di dunia ini seperti kakak tirinya.
Sudut mata Kahfi melirik ke pintu toilet, sudah lebih dari sepuluh menit Keina berada di sana dan belum ada tanda-tanda istrinya itu akan keluar juga. Lantas saja Kahfi meletakan iPad di tangannya ke atas nakas, pria itu menurunkan kedua tungkainya dari atas ranjang, kemudian berjalan menuju pintu toilet.Tok... Tok..."Na, kamu okay?" tanya Kahfi harap-harap cemas. Sejak insiden ciuman pertama mereka yang Kahfi renggut tanpa permisi beberapa jam lalu, ada gelagat yang berbeda dari istrinya itu. Bahkan saat makan malam, tak ada obrolan panjang dan santai seperti kemarin. Rasanya canggung sebab Keina jadi lebih banyak diam."Hmm... Gakpapa, kok, Mas..." Terdengar samar Keina menjawab dengan gugup.Kahfi menghembuskan napas panjang. Dia tetap mempertahankan dirinya di depan pintu toilet, menunggu hingga istrinya itu keluar dari dalam sana. Detik demi detik... menit demi menit... namun hingga saat ini tidak terdengar suara gemercik air shower ataupun suara toilet yang di flush.Ceklek!H
Tanpa Keina sadari, menikah dengan Kahfi membawa perubahan besar dalam hidupnya. Saat masih tinggal dengan mamanya, Keina paling anti menginjak lantai dapur. Bahkan untuk makan saja dia minta diambilin sama pembantu di rumah. Tapi lihat apa yang sedang dilakukan gadis itu saat ini.Tidak ada kata terlambat untuk belajar, meskipun sambil menonton video tutorial di youtube, tapi Keina tetap semangat membuat makan malam untuk suaminya. Pujian yang Kahfi berikan pada ayam gorengnya kemarin menjadi alasan kenapa Keina terjun ke dapur lagi. Menurutnya, mungkin dia sebenarnya memiliki bakat terpendam dalam memasak. Buktinya, baru belajar goreng ayam saja, masakannya sudah mendapat bintang lima dari sang suami.Menu hari ini Keina memasak sayur sup dan kentang balado. Level kesulitannya memang beda dengan ayam goreng yang kemarin Keina masak, tapi hebatnya lagi, Keina bisa menyajikan dua menu baru itu di meja makan.Sambil tersenyum lebar, Keina menatap hasil masakannya. Memang tidak begitu s
Kahfi memandang wajah Keina dari samping. Istrinya itu tengah sibuk memainkan ponsel setelah beberapa jam lalu melakukan pengakuan atas kebohongnnya. Kini wajah Keina sudah tidak sepanik dan secemas tadi. Dia bahkan beberapa kali tertawa pelan saat menonton video lucu di ponsel.Awalnya Kahfi kecewa dan tidak habis pikir dengan apa yang istrinya itu lakukan setelah mendengar semuanya dari Keina. Tapi sekarang, dia malah merasa bahwa kebohongan itulah yang membawanya sampai ke sini. Mungkin memang seperti itu cara Tuhan membuat Keina menjadi miliknya. Jika saja saat itu Keina tidak berbohong dan terus menjalin hubungannya yang tak direstui itu, mungkin sampai saat ini Keina masih bersama Dirga. Iya, kan?Kahfi mengenal Keina sejak lama. Dia bahkan pernah menjadi tutor private gadis itu. Jadi Kahfi tahu betul bagaimana tingkahnya. Tapi menurutnya, Keina seperti itu karena dia terlahir dari keluarga yang kurang lengkap dan membuat Keina mencari perhatian dengan cara yang berbeda.Hati da
Keina menghembuskan napas gusar. Tungkainya melangkah mundar-mandir di depan ranjang. Sejak siang dia sudah sampai dengan selamat di kediaman suaminya. Namun sampai hari menjelang sore, keduanya tidak banyak berbicara. Kahfi yang segera masuk ke ruang kerja sebab pria itu ada virtual meeting sejak siang tadi. Pekerjaannya juga pasti menumpuk karena ditinggal mudik dadakan selama dua hari.Tubuh Keina tersentak manakala pintu kamarnya terbuka, menampilkan Kahfi yang datang sambil tersenyum lembut ketika bersitatap dengan bola mata istrinya.Pelan tapi pasti, Kahfi berjalan mendekati Keina. "Kamu kenapa, Na? Sejak sampai di rumah kayaknya gelisah. Ada apa?" tanya Kahfi begitu berdiri di hadapan Keina yang nampak cemas wajahnya sejak tadi. Seperti ada yang gadis itu pikirkan. Keina menunduk, kembali dia menghembuskan napas berat. Gurat kecemasannya memang tidak dapat dia samarkan. Hatinya risau, bingung harus memulai obrolan dari mana untuk mengatakan yang sejujurnya dengan Kahfi.Kein
"Jadi kamu enggak hamil, Na?"Keina menggeleng dengan kepala menunduk dalam. Dia ketahuan. Kebohongannya terbongkar disaat yang tidak tepat. Kondisi mamanya yang sedang tidak baik-baik saja, ditambah mertuanya mengetahui rahasia besar yang sudah dia tutup-tutupin sejak lama.Gara-gara bocor, Keina harus mengangkui dengan berat hati bahwa kenyataan dirinya tidak sedang berbadan dua. Wanita hamil mana yang mengalami menstruasi."Kenapa harus berbohong, Na?" Savian bertanya. Dia tidak berekspresi apapun. Tidak juga menyudutkan menantunya atas kebohongan yang dia lakukan. Savian malah merasa lega karena ada kemungkinan Keina masih terjaga pergaulannya. Keina mengangkat wajah, saat ini dia sedang di salah satu kafe bersama Carla dan Savian. Mertuanya itu sengaja membawanya keluar dari rumah sakit untuk membicarakan masalah ini dengan serius."Karena saat itu aku cuma perlu restu Mama untuk menikah sama Dirga, Pah, Ma. Dulu kami saling mencintai dan mencari cara supaya bisa dinikahkan sece
Keina melenguh, dia terbangun dari tidur dan memegangi perutnya yang terasa nyeri. Gadis itu mendudukan diri, di tatapnya wajah sang suami yang tertidur pulas di sisi kanan. Teduh dan nampak tenang untuk dipandang. Sayang, kondisi sedang tidak memungkinkan untuk menikmati pemandangan itu. Sambil meringis kecil, Keina berjalan menuju toilet.Gadis itu menghembuskan napas panjang setelah mengecek tamu bulanannya yang dia kira akan datang, tapi untungnya tidak. Namun, Keina ingat-ingat dia memang agak terlambat bulan ini. Itu sudah biasa, siklus datang bulannya memang tidak teratur.Sebelum keluar dari toilet, Keina menyempatkan waktu untuk berwudhu. Ini sudah jam 3 pagi dan biasanya Kahfi akan bangun untuk sholat tahajud. Entah ada angin apa, rasanya Keina ingin ikut tahajud tanpa harus dipaksa-paksa lagi. Mungkin karena sudah terbiasa."Kak..," Dengan pelan Keina mengusap pundak Kahfi, tidak bersentuhan secara langsung sebab Keina menjaga wudhunya.Tidak perlu banyak usaha untuk membua







