"Sini, dengarkan," bisik Ardhia.
"Apa?" jawab Farah.
"Pas dia lewat, aku sebarkan ini di depannya, lantai keramik kan licin, jadi ... brukkk!" Xl membalikkan tangan sambil mendelikkan mata, terlihat lucu sih.
Farah tertawa sambil menutup mulutnya, Xl pun ikut-ikutan tertawa. Dasar memang pada gak ada akhlak, orang kena musibah malah senang, hihihihi. 'Inilah aku, Xl, daripada makan hati dibully orang, masih mending putar otak untuk membalas, benar kan?' kata batinnya.
Seharian ini Xl belajar banyak tentang pekerjaan barunya, pokoknya siapa yang keteteran di kelompok, maka kursi ditarik ke sana. Menyenangkan sekali, bekerja tidak terlalu capek.
Ardhia melihat Mbak Titik, orang yang tadi terjatuh di kantin, memandang padanya dengan sorot mata yang aneh. Ih masa bodoh lah ya, siapa suruh mentertawakan. Bukankah Ardhia dan dia sama-sama ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sepulang kerja Ardhia dan Farah berencana mau makan-makan di warung pecel
Setelah kejadian di warung makan itu, XL seperti orang linglung. Rupanya dia sakit karena terkena panah asmara. Namun, dia berusaha untuk tidak menampakannya."Pak, memang Bapak serius mau menjodohkan aku sama Yudha?" tanya XL suatu hari. Rupanya XL sudah tidak tahan menahan rasa sukanya sama Yudha. Maka dicarilah alasan untuk bertanya tentang perjodohan yang pernah bapaknya dahulu bahas."Kamu tertarik?" tanya Bapak. Matanya tetap fokus pada surat kabar yang dibacanya."Mampus gue!" serunya dalam hati. "Bapak tahu isi hatiku, aku harus pura-pura tidak tertarik.""Bukan begitu," kilah XL. "Kalau memang benar, aku setuju saja, demi baktiku kepada orang tua." Halah, munafik. Memang dia paling bisa deh, pura-pura berbakti, padahal hatinya ngebet. Hahaha, bisa saja bapaknya dikibulin."Nanti Bapak bicara lagi dengan Pak Seno, sudah waktunya memang kalian berumah tangga," jawab bapak. Oh, Tuhan … tidak ada jawaban yang paling membahagiakan bagi XL, kecuali ini. Bapaknya dan calon mertuany
XL tertawa kecut melihat teman-temannya kaget. Reaksi mereka persis seperti dia saat calon mertua menyuruhnya untuk langsing. XL tidak menyangka perkenalan dengan Yudha di rumah sakit waktu itu kini menumbuhkan perasaan lain di hatinya. Gadis itu begitu terpesona dengan ketampanan pemuda itu."Operasi apa?" Dina mengulang pertanyaan. "Operasi … operasi lambung apa, ya, katanya tadi. Itu tuh seperti artis yang dulunya gemoy sekarang berubah langsing setelah operasi itu. Padahal aku takut." XL menunduk, dia menyembunyikan kegelisahannya.“Gila saja, jangan mau!” teriak Farah. “Hanya makan tiga sendok makan sehari yang masuk perutmu, apa kamu kuat?” Gadis itu menggelengkan kepala, tidak habis mengerti dengan pikiran orang-orang macam itu.XL menunduk menyembunyikan semburat gelisah di matanya. Andai teman-temannya tahu, dirinya juga sangat takut dengan meja operasi. Berbagai macam pisau-pisau itu berdentingan suaranya di otaknya. Tiba-tiba dirinya bergidik."Hii … takut aku. Aku tidak
“Duduk!” suruh Dina kepada XL. XL memandang bingung, ekspresinya lucu karena tidak mengerti dengan maksud temannya itu. Namun Dina tidak peduli, dia terus mengeluarkan alat-alat perangnya. Ada bedak, lipstik, maskara dan sebagainya. Alat kosmetik itu akan dipergunakan untuk menyulap XL menjadi seperti bidadari.“Mau diapain?” tanya XL pura-pura tidak mengerti. Gadis itu cengengesan sambil memegang pipinya. “Awas jika tidak secantik artis,” ancamnya pula. Hatinya was-was ingin segera melihat hasilnya.“Dasar tidak tahu diri, pakai ngancam segala. Hadeuuh … takdirku punya teman seperti ini,” keluh Dina.“Sabar … gendut begitu juga dia lebih beruntung daripada kita. Calon suaminya tampan rupawan. Lah kita ….” Farah menghibur dengan mencoba berkata bijak.“Hehe … itulah diriku, banyak sekali kelebihannya.” XL menimpali. Gadis itu berdiri dengan tangan di dada. Mencoba untuk menyombongkan diri di hadapan teman-temannya. Membungkuk sedikit sambil menganggukkan kepala. Gadis itu berputar,
Yudha memandang ke arah pintu cafe. Rasanya sudah tak sabar dia menunggu kedatangan Ardhia. Gadis gendut calon istrinya itu, mendadak ingin bertemu dengannya. Syukur-syukur jika datang untuk membatalkan rencana pernikahannya. “Tentu si gendut itu tidak sanggup jika harus menjalani operasi.” Begitu pikir Yudha. Dia tersenyum sendiri, membayangkan kemenangannya. Tentu saja dirinya akan melenggang menggandeng Nissa ke pelaminan. Wanita yang dicintainya, hanya gadis itu dari beberapa gadis yang dipacarinya. “Aku harus sering-sering membuat mentalnya down, biar dengan sendirinya dia mundur. Tidak sudi aku beristrikan gadis gendut seperti kuda nil.” Yudha masih sibuk dengan kata hatinya. Dia yakin kedatangan XL kali ini untuk menyerah. “Mana dia, lama sekali?”Di saat Yudha sibuk dengan gerutuannya, XL tengah harap-harap cemas di dalam mobil yang dikemudikan Sonia. Mereka bertiga pergi mengawal XL untuk makan malam bersama Yudha.“Santai saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Minyak da
Yudha yang tengah bersuka cita dengan rencananya akhirnya tertidur dengan pulas. Pemuda itu tersenyum dalam tidurnya, rupanya dia tengah bermimpi indah. Namun, mimpinya harus terputus saat terasa olehnya ada sebuah keanehan.Yudha kaget saat menyibak selimut. Lelaki itu mendapatkan wajah Nissa di sana. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar. Dia bangkit dan mundur ke arah pintu.Duk!Rasa sakit menjalari punggungnya yang membentur dinding dengan keras."Nissa! Berhenti menghantuiku, mengapa kamu tiba-tiba berada di kamarku?" bentak Yudha. Dia melihat jika tubuh di hadapannya melayang seperti hantu."Aaah." Terdengar erangan dari arah tubuh tersebut, lalu berbaring di tempat tidur dan berselimut.Yudha terkejut, dia juga mengkhawatirkan Nissa. "Ini hantu atau Nissa beneran?" Pemuda itu berpaling ke arah pintu yang tetap tertutup."Nissa … Nissa!" teriak Yudha. Dia semakin khawatir gadis itu tidak bangun juga. Matanya kini tertuju ke arah divan. "Eemhh!"Suara erangan terdengar lagi dari
Yudha terpaksa meninggalkan Nissa. Dia harus bekerja, bisa-bisa dicoret dari kartu keluarga jika dirinya malas-malasan. "Tanda-tangan ini!" suruh Seno begitu anaknya itu muncul. Tentu saja Yudha terperangah, tidak menyangka jika ayahnya sudah menunggu di ruang tamu. Sepagi ini mereka sudah mempersiapkan surat-surat syarat untuk pengambil-alihan perusahaan."Apa ini?" tanya Yudha tidak mengerti. Bukankah dirinya sudah tahu perjanjian itu. Mengapa ayahnya seperti mau mengubah isi perjanjian.Yudha melihat ibunya cemberut di sampingnya ayahnya. Sudah dipastikan ada yang aneh dengan perjanjian baru tersebut."Ada apa, Bu?" tanya Yudha. Pemuda itu memandang ibunya minta penjelasan. "Gak tahu tuh, Ayahmu," sahut ibunya menggerutu. Tidak habis pikir dia dengan pikiran suaminya. Kesal dia jadinya.Yudha duduk dan membaca isi perjanjian. Dia terkejut karena dalam perjanjian disebutkan, jika bercerai dengan Ardhia segala isinya akan batal. Hancur sudah apa yang sudah direncanakan olehnya dan
Setelah semalaman mendapatkan teror dari hantu. Nissa merasa trauma tinggal sendiri di apartemennya. Mengharapkan Yudha datang sudah tidak mungkin. Baru tadi pagi laki-laki itu pulang ke rumahnya. Gadis itu tercenung memikirkan siapa kira-kiranya yang bisa menemaninya hari ini. Ini hari Minggu, semua orang sedang menikmati akhir pekan."Arini … ya, aku harus memanggilnya ke sini." Tiba-tiba Nissa dapat ide cemerlang. Sudah lama dirinya tidak bertemu sahabatnya itu.Mereka bertemu, melepas kangen setelah lama tidak bersua. Banyak cerita mengalir saling bergantian. Nissa dengan kisah yang baru dialaminya sedangkan Arini dengan kisah masa kecilnya.Arini menghela napas sebentar. Terlihat gadis itu ragu-ragu, sejenak melihat ke mata gadis di depannya–Nissa. Ini adalah rahasia besar, tidak baik jika sampai tersebar. Arini adalah temannya Nissa, baru saja Nissa bercerita tentang dirinya yang melabrak Ardhia."Cerita saja, aman rahasiamu!" ujar Nissa meyakinkan Arini. Sahabatnya itu mengangg
Arini melajukan motornya ke arah rumah Nissa. Namun, kali ini tidak seperti biasanya. Semakin jauh semakin dia tidak paham dengan jalan yang dilaluinya."Arini, ini bukan jalan menuju rumahku!" Tiba-tiba Nissa berseru. Dirinya melihat banyak pohon-pohon besar di sisi jalan."Aku juga memikirkan hal yang sama." Arini berkata sambil menghentikan motornya. Dia memandang jalanan di depannya.Rasa takut menguasai mereka berdua. Tentu ini adalah bagian dari hantu itu. Sebelum Nissa meneror XL tidak pernah ada kejadian seperti ini. Nissa hidup dengan tenang tanpa rasa ketakutan. Dia dan Yudha asyik mengumbar dosa berpacaran.Setelah Nissa berulah terhadap Ardhia, barulah kini terasa karma buruknya. Hidup Nissa tidak tenang karena dikejar-kejar hantu. Jika malam tiba, dia akan melewatinya dengan ketakutan sampai pagi menjelang. Gadis itu tidak mengerti hantu siapa itu sebenarnya. Menyesal dirinya sudah menyakiti hati Ardhia."Ini jalan menuju ke mana Arini?" tanya Nissa. Dia bingung sendiri